Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/08/12

KW 110: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-110 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Di hari sangat menegangkan itu, pasukan Muslimiin berdzikir dan berdoa pada Allah, dengan penuh tawakkal. Mereka terperangah, mendengar Khalid mengalunkan syair:
Bersiaplah saudara untuk berjuang dengan giat
Mendatangi musuh hingga dekat
Dengan berharap mendapat
Keuntungan dan kebahagiaan berlipat
Kurbankan jiwa kalian demi Allah semata
Semoga Allah menganugerahkan Kebaikan dan
Pertolongan untuk membereskan
Persengketaan

Enampuluh pahlawan Muslimiin terpilih telah datang satu persatu, hingga hampir lengkap, ke hadapan Khalid. Yang akhir datang justru orang hebat berpengaruh besar bernama Zubair bin Al-Awwam RA (الزبير بن العوام), diantar oleh istrinya bernama Asma bintu Abi Bakr (أسماء بنت أبي بكر), yang namanya juga masyhur. Yang paling akhir muncul, Abdur Rohman bin Abi Bakr (عبد الرحمن بن أبي بكر), saudara Asma.
Dengan serius, Asma mengantar dan berdoa untuk Zubair suaminya, Abdur Rohman saudaranya, dan seluruh pasukan Muslimiin. Agar mereka pulang lagi dengan selamat, dan mendapat pertongan besar. 
Di pertengahan mereka yang akan melepas rombongan Khalid itu, Asma berpesan, “Saudaraku! Dampingilah anak bibi Rasulillah SAW! [1] Jika perang telah berkecamuk! Mengamuklah seperti pamanmu! Jangan terpengaruh siapapun!” pada saudara lelakinya dengan serius.
Pasukan Muslimiin lainnya juga telah menyampaikan pesan pada 60 pasukan berkuda yang akan segera dilepas. Saat mendebarkan semakin mencekam; 60 pasukan berkuda Muslimiin telah mulai berangkat. Khalid yang sangat berwibawa berada di tengah mereka.
Rombongan menyusuri jalan sejauh 9 mil.

Tenda yang berderet banyak sekali, tempat penginapan Raja Jabalah, 60.000 pasukannya, dan jongos-jongosnya, semakin tampak nyata.

Jabalah dan pasukan mengamati Rombongan berkuda Khalid, makin mendekati. Rombongan yang hanya sedikit itu, dikira akan memohon damai bersyarat. Jabalah berbahagia dan berteriak, “Hai Pasukan Ghassan! Cepat bersiaplah berperang membela Salib! Perangilah kaum yang mengkufuri Salib itu!.”

Pasukan Jabalah berdiri dan berbaris dengan menghunus senjata. Salib telah diangkat, semua telah siaga sepenuhnya. Matahari telah mulai meninggi. Menerangi baju perang, rajut pelindung leher dari besi, dan helm perang. Sinar matahari yang menyilaukan itu, menghambat dan menghentikan langkah pasukan Jabalah. Mereka menunggu rombongan Khalid RA yang terdiri dari para Sahabat Rasulillah SAW

Teriakan Khalid yang mendekat, “Hai para penyembah berhala dan musuh Rohman! Mari bertempur melawan kami!” mengejutkan Jabalah dan Pasukannya.
Jabalah mulai sadar bahwa Khalid dan pasukannya bukan utusan yang akan memohon damai. Tetapi untuk melawan 60.000 pasukannya. Dengan berdebar, Jabalah maju ke depan pasukannya yang melaut, untuk melantunkan syair:
Sungguh kami penyembah dan penolong Salibi
Akan menggempur kaum Pencela kami dan perbuatan kami
Kami menjunjung tinggi nama Al-Masih dan ummihi
Mereka akan tahu bahwa yang ahli berperang, kami
Kami hadir; sejumlah Salib telah terpampang
Kalian akan menjadi korban keganasan pedang

Jabalah membentak, “Siapa yang menantang perang tadi?!.”
Khalid membalas gertakan, “Saya! Mari segera berperang!.”
Jabalah menjawab, “Kami telah mempersiapkan peperangan sepenuhnya! Sementara kalian justru menunggu serangan kami! Cih! Demi kebenaran Al-Masih! Setelah ini kami takkan mengabulkan permohonan damai kalian, selamanya. Undanglah kawan-kawan kalian! Untuk melawan kami yang telah siap menunggu serangan kalian!.”
Khalid membentak, “Hai Jabalah! Apa kau menyangka kami hanya utusan yang akan minta damai?.”
Jabalah berteriak, “Betul!.”
Khalid membentak, “Persangkanmu keliru! Demi Allah! Kami datang untuk bertempur! Jika kau meremehkan jumlah kami yang hanya sedikit! Allah akan menolong kami melawan kalian!.”
Jabalah menggertak, “Hai pemuda! Kau dan pasukanmu terlalu percaya diri! Kami pahlawan pilihan kota Ghassan, Lakhm, dan Judzam, yang ahli berperang!.”
Khalid membalas gertakan, “Jangan sombong dulu! Meskipun jumlah kami sedikit! Semua orang kami, akan mampu melawan 1.000 pasukan. Pasukan yang kami tinggal di belakang sana! Juga ingin segera menyerang kalian. Jika mereka tidak berperang rasanya justru tak tahan, seperti orang haus melihat air segar.”
Jabalah membentak, “Hai saudara keturunan Makhzum! Sejak dulu saya kagum pada kecerdasanmu! Dulu saya menganggap kau pahlawan hebat! Namun kenapa sekarang kau gila!? Pasukanmu yang hanya 60 orang, akan melawan pasukan kami berjumlah 60.000 orang. Yang di dalamnya ada tokoh-tokoh besar, yang ahli berperang?! Bersiaplah untuk tewas semuanya!.”
Jabalah berteriak lagi, “Hai pasukan Ghassan! Serang!.” Suaranya bagai petir meledak.
Pimpinan yang membawahi 60.000 pasukan berkuda itu, suaranya sangat berwibawa. Teriakannya membuat hati bergetar, membuat pasukannya segera bergerak cepat. Melancarkan serangan, atas Khalid dan pasukannya. Serbuan mereka yang terlalu banyak itu, membuat pasukan Khalid berkumpul di tengah arena tempur. Serangan menggila, dilawan oleh Muslimiin dengan gagah berani.
Dentingan pedang, teriakan, gertakan, rintihan, dan derap kaki kuda, membuat bising dan ribut. Debu-debu beterbangan. Semakin serangan pasukan Nashrani membabi buta, justru mereka semakin banyak yang berguguran oleh tebasan dan tusukan pedang Muslimiin.

Di tempat berbeda, pasukan induk Muslimiin, di sisi Abu Ubaidah. Mereka menangis karena khawatir Khalid dan pasukannya yang hanya berjumlah 60 orang. 
Sebagian mereka berkata, “Khalid terlalu percaya diri, karena membanggakan pasukannya yang terdiri dari para Sahabat Rasulillah SAW. Serangan pasukan Romawi sangat ganas.”
Mereka menangis karena terlalu khawatir, dan berharap Allah menolong.

Di tempat berbeda, perasaan pasukan induk Romawi yang di sisi Raja Mahan lega. Karena tahu bahwa Jabalah dan pasukannya telah melancarkan serangan ganas, atas pasukan Muslimiin. Mereka berkata, “Jabalah pasti berhasil membantai dan menghabisi pasukan Arab.”

Peperangan berlangsung lama, hingga matahari merayap ke tengah langit tinggi. Saat itu, barisan pasukan Muslimiin telah bercerai berai. Karena sama mencari posisi paling menguntungkan.
Ubadah bin Shamit (
عبادة بن الصامت) berkata, “Sungguh Allah memberi pertolongan melalui Khalid, Zubair, Abdur Rohman, Fadhl bin Abbas, Dhirar bin Al-Azwar, dan Abdullah bin Umar RA. Saya menyaksikan mereka berenam bersatu, menghadapi kepungan dan serangan musuh, berjumlah sangat banyak.”
Makin lama peperangan semakin sengit. Jumlah pahlawan Nashrani gagah berani yang tewas oleh tusukan pedang, makin banyak. 
Ubadah berkata, “Saat itu, saya menyerang dengan garang. Sebagai menghibur diri karena luka-luka. Saya berkata ‘mereka juga banyak yang luka, bahkan lebih berat’.”
Dalam keadaan yang mengerikan itu, Khalid berperang sambil berteriak, “Hai para Sahabat Rasulillah! Bisa jadi di sinilah kita akan berkumpul di alam barzakh.” [2]
Khalid melancarkan serangan paling ganas atas Lawan yang mengepung. Amukan Khalid, Hasyim, dan Marqal, sangat mengerikan. Sehingga banyak sekali lawan yang tewas, tertebas pedang.
Sejumlah pasukan berkuda Nashrani yang dendam dan marah, bergerak cepat untuk mengepung dan menyerang, hingga mereka bertiga kewalahan melawan.
Zubair dan Fadhl, mendatangi pengeroyok mereka bertiga yang kewalahan. Fadhl berteriak, “Menyingkir! Hai anjing-anjing! Yang kalian keroyok ini para Sahabat Rasulillah SAW! Kami berdua pahlawan berkuda! Beliau Zubair dan saya Fadhl, putra paman Rasulillah!.”
Zubair dan Fadhl mengamuk dengan pedang, membantu Khalid dan dua Temannya. Dalam waktu cepat, pengeroyok berjumlah banyak itu, tewas. Tertebas dan tertusuk pedang mematikan.
Fadhl melancarkan 20 jurus bertubi-tubi, hingga musuh menyingkir. Dia bersama Zubair, bergabung pada mereka bertiga. Lima pahlawan Muslimiin bergabung untuk mengamuk ribuan lawan, dengan serangan paling ganas. Hingga petang. 

Matahari hampir tenggelam; mayat-mayat kaum Nashrani berserakan, bermandi darah. Namun peperangan berkecamuk terus.



Ponpes Mulya Abadi Mulungan

[1] Maksudnya: Zubair bin Al-Awwam, suaminya.
[2] Alam barzakh: alam kubur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar