(Bagian
ke-110 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Di hari sangat menegangkan itu, pasukan Muslimiin berdzikir dan
berdoa pada Allah, dengan penuh tawakkal. Mereka terperangah, mendengar Khalid mengalunkan syair:
Bersiaplah saudara untuk berjuang dengan giat
Mendatangi musuh hingga dekat
Dengan berharap mendapat
Keuntungan dan kebahagiaan berlipat
Kurbankan jiwa kalian demi Allah semata
Semoga Allah menganugerahkan Kebaikan dan
Pertolongan untuk membereskan
Persengketaan
Enampuluh pahlawan Muslimiin terpilih telah datang satu persatu,
hingga hampir lengkap, ke hadapan Khalid. Yang akhir datang justru orang hebat
berpengaruh besar bernama Zubair bin Al-Awwam RA (الزبير بن العوام), diantar oleh istrinya
bernama Asma bintu Abi Bakr (أسماء بنت أبي بكر), yang namanya juga masyhur. Yang paling akhir muncul, Abdur Rohman bin Abi Bakr (عبد الرحمن بن أبي بكر), saudara Asma.
Dengan serius, Asma mengantar dan
berdoa untuk Zubair suaminya, Abdur Rohman saudaranya, dan seluruh pasukan
Muslimiin. Agar mereka pulang lagi dengan selamat, dan mendapat pertongan
besar.
Di pertengahan mereka yang akan
melepas rombongan Khalid itu, Asma berpesan, “Saudaraku! Dampingilah anak bibi
Rasulillah SAW! [1] Jika perang telah
berkecamuk! Mengamuklah seperti pamanmu! Jangan terpengaruh siapapun!” pada saudara lelakinya dengan serius.
Pasukan
Muslimiin lainnya juga telah menyampaikan pesan pada 60 pasukan berkuda yang
akan segera dilepas. Saat mendebarkan semakin mencekam; 60 pasukan berkuda Muslimiin
telah mulai berangkat. Khalid yang sangat berwibawa berada di tengah mereka.
Rombongan menyusuri jalan sejauh 9 mil.
Tenda yang berderet banyak sekali, tempat penginapan Raja Jabalah,
60.000 pasukannya, dan jongos-jongosnya, semakin tampak nyata.
Jabalah dan pasukan mengamati Rombongan berkuda Khalid, makin
mendekati. Rombongan yang hanya sedikit itu, dikira akan memohon damai
bersyarat. Jabalah berbahagia dan berteriak, “Hai Pasukan Ghassan! Cepat
bersiaplah berperang membela Salib! Perangilah kaum yang mengkufuri Salib
itu!.”
Pasukan Jabalah berdiri dan berbaris dengan menghunus senjata.
Salib telah diangkat, semua telah siaga sepenuhnya. Matahari telah mulai
meninggi. Menerangi baju perang, rajut pelindung leher dari besi, dan helm
perang. Sinar matahari yang menyilaukan itu, menghambat dan menghentikan
langkah pasukan Jabalah. Mereka menunggu rombongan Khalid RA yang terdiri dari
para Sahabat Rasulillah SAW.
Teriakan Khalid yang mendekat, “Hai para penyembah berhala dan musuh Rohman! Mari bertempur melawan kami!” mengejutkan Jabalah dan Pasukannya.
Jabalah mulai sadar bahwa Khalid dan pasukannya bukan utusan
yang akan memohon damai. Tetapi untuk melawan 60.000 pasukannya. Dengan berdebar,
Jabalah maju ke depan pasukannya yang melaut, untuk melantunkan syair:
Sungguh kami penyembah dan penolong Salibi
Akan menggempur kaum Pencela kami dan perbuatan kami
Kami menjunjung tinggi nama Al-Masih dan ummihi
Mereka akan tahu bahwa yang ahli berperang, kami
Kami hadir; sejumlah Salib telah terpampang
Kalian akan menjadi korban keganasan pedang
Jabalah membentak, “Siapa yang menantang perang tadi?!.”
Khalid membalas gertakan, “Saya! Mari segera berperang!.”
Jabalah menjawab, “Kami telah mempersiapkan peperangan sepenuhnya!
Sementara kalian justru menunggu serangan kami! Cih! Demi kebenaran Al-Masih!
Setelah ini kami takkan mengabulkan permohonan damai kalian, selamanya.
Undanglah kawan-kawan kalian! Untuk melawan kami yang telah siap menunggu
serangan kalian!.”
Khalid membentak, “Hai Jabalah! Apa kau menyangka kami hanya utusan
yang akan minta damai?.”
Jabalah berteriak, “Betul!.”
Khalid membentak, “Persangkanmu keliru! Demi Allah! Kami datang
untuk bertempur! Jika kau meremehkan jumlah kami yang hanya sedikit! Allah akan
menolong kami melawan kalian!.”
Jabalah menggertak, “Hai pemuda! Kau dan pasukanmu terlalu percaya
diri! Kami pahlawan pilihan kota Ghassan, Lakhm, dan Judzam, yang ahli
berperang!.”
Khalid membalas gertakan, “Jangan sombong dulu! Meskipun jumlah
kami sedikit! Semua orang kami, akan mampu melawan 1.000 pasukan. Pasukan yang
kami tinggal di belakang sana! Juga ingin segera menyerang kalian. Jika mereka
tidak berperang rasanya justru tak tahan, seperti orang haus melihat air
segar.”
Jabalah membentak, “Hai saudara keturunan Makhzum! Sejak dulu
saya kagum pada kecerdasanmu! Dulu saya menganggap kau pahlawan hebat! Namun
kenapa sekarang kau gila!? Pasukanmu yang hanya 60 orang, akan melawan pasukan kami
berjumlah 60.000 orang. Yang di dalamnya ada tokoh-tokoh besar, yang ahli
berperang?! Bersiaplah untuk tewas semuanya!.”
Jabalah berteriak lagi, “Hai pasukan Ghassan! Serang!.” Suaranya
bagai petir meledak.
Pimpinan yang
membawahi 60.000 pasukan berkuda itu, suaranya sangat berwibawa. Teriakannya membuat
hati bergetar, membuat pasukannya segera bergerak cepat. Melancarkan serangan,
atas Khalid dan pasukannya. Serbuan mereka yang terlalu banyak itu, membuat pasukan
Khalid berkumpul di tengah arena tempur. Serangan menggila, dilawan oleh
Muslimiin dengan gagah berani.
Dentingan pedang, teriakan, gertakan, rintihan, dan derap kaki kuda, membuat bising dan ribut. Debu-debu beterbangan. Semakin serangan pasukan Nashrani membabi buta, justru mereka semakin banyak yang berguguran oleh tebasan dan tusukan pedang Muslimiin.
Dentingan pedang, teriakan, gertakan, rintihan, dan derap kaki kuda, membuat bising dan ribut. Debu-debu beterbangan. Semakin serangan pasukan Nashrani membabi buta, justru mereka semakin banyak yang berguguran oleh tebasan dan tusukan pedang Muslimiin.
Di tempat berbeda, pasukan induk Muslimiin, di sisi Abu Ubaidah.
Mereka menangis karena khawatir Khalid dan pasukannya yang hanya berjumlah 60 orang.
Sebagian mereka berkata, “Khalid terlalu percaya diri, karena
membanggakan pasukannya yang terdiri dari para Sahabat Rasulillah SAW. Serangan
pasukan Romawi sangat ganas.”
Mereka menangis karena terlalu khawatir, dan berharap Allah
menolong.
Di tempat berbeda, perasaan pasukan induk Romawi yang di sisi
Raja Mahan lega. Karena tahu bahwa Jabalah dan pasukannya telah
melancarkan serangan ganas, atas pasukan Muslimiin. Mereka berkata, “Jabalah
pasti berhasil membantai dan menghabisi pasukan Arab.”
Peperangan berlangsung lama, hingga matahari merayap ke tengah
langit tinggi. Saat itu, barisan pasukan Muslimiin telah bercerai berai. Karena
sama mencari posisi paling menguntungkan.
Ubadah bin Shamit (عبادة بن الصامت) berkata, “Sungguh Allah memberi pertolongan melalui Khalid, Zubair, Abdur Rohman, Fadhl bin Abbas, Dhirar bin Al-Azwar, dan Abdullah bin Umar RA. Saya menyaksikan mereka berenam bersatu, menghadapi kepungan dan serangan musuh, berjumlah sangat banyak.”
Ubadah bin Shamit (عبادة بن الصامت) berkata, “Sungguh Allah memberi pertolongan melalui Khalid, Zubair, Abdur Rohman, Fadhl bin Abbas, Dhirar bin Al-Azwar, dan Abdullah bin Umar RA. Saya menyaksikan mereka berenam bersatu, menghadapi kepungan dan serangan musuh, berjumlah sangat banyak.”
Makin lama peperangan semakin sengit. Jumlah pahlawan Nashrani
gagah berani yang tewas oleh tusukan pedang, makin banyak.
Ubadah berkata, “Saat itu, saya menyerang dengan garang. Sebagai
menghibur diri karena luka-luka. Saya berkata ‘mereka juga banyak yang luka,
bahkan lebih berat’.”
Dalam keadaan yang
mengerikan itu, Khalid berperang sambil berteriak, “Hai para Sahabat
Rasulillah! Bisa jadi di sinilah kita akan berkumpul di alam barzakh.” [2]
Khalid melancarkan serangan paling ganas atas Lawan yang
mengepung. Amukan Khalid, Hasyim, dan Marqal, sangat mengerikan.
Sehingga banyak sekali lawan yang tewas, tertebas pedang.
Sejumlah pasukan berkuda Nashrani yang dendam dan marah,
bergerak cepat untuk mengepung dan menyerang, hingga mereka bertiga kewalahan
melawan.
Zubair dan Fadhl,
mendatangi pengeroyok mereka bertiga yang kewalahan. Fadhl berteriak,
“Menyingkir! Hai anjing-anjing! Yang kalian keroyok ini para Sahabat Rasulillah
SAW! Kami berdua pahlawan berkuda! Beliau Zubair dan saya Fadhl, putra paman
Rasulillah!.”
Zubair dan Fadhl mengamuk dengan pedang, membantu Khalid dan dua
Temannya. Dalam waktu cepat, pengeroyok berjumlah banyak itu, tewas. Tertebas
dan tertusuk pedang mematikan.
Fadhl melancarkan 20 jurus bertubi-tubi, hingga musuh menyingkir. Dia bersama Zubair, bergabung pada mereka bertiga. Lima pahlawan Muslimiin bergabung untuk mengamuk ribuan lawan, dengan serangan paling ganas. Hingga petang.
Fadhl melancarkan 20 jurus bertubi-tubi, hingga musuh menyingkir. Dia bersama Zubair, bergabung pada mereka bertiga. Lima pahlawan Muslimiin bergabung untuk mengamuk ribuan lawan, dengan serangan paling ganas. Hingga petang.
Matahari hampir
tenggelam; mayat-mayat kaum Nashrani berserakan, bermandi darah. Namun
peperangan berkecamuk terus.
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
[1] Maksudnya:
Zubair bin Al-Awwam, suaminya.
[2] Alam
barzakh: alam kubur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar