(Bagian
ke-107 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Persiapan
Jabalah bin Aiham (جَبَلَة بْن الأَيْهَمِ).
Raja
Mahan sang panglima besar tidak segera menyuruh agar pasukannya menyerang 30.000
pasukan Muslimiin itu, karena utusan dari Raja Hiraqla datang untuk membawa
pesan: ‘Serangan jangan dimulai sebelum kita mengutus seorang pada mereka! Untuk
menawarkan imbalan berupa harta berjumlah banyak dan hadiyah khusus untuk
pimpinan tertinggi mereka bernama Umar bin Khatthab dan tokoh-tokoh lain!
Selain itu tanah Jabiyah hingga Chijaz (الحجاز) akan diberikan pada mereka untuk berdamai!’.
Raja
Mahan berkata pada utusan Raja Hiraqla, “Mereka tidak mungkin menerima tawaran
itu hingga kapanpun.”
Raja
bawahan Mahan bernama Jarjir berkata, “Kesulitan apa yang sedang menimpa Raja
Hiraqla?.”
Mahan
perintah, “Pergilah pada pasukan Arab! Untuk mengundang seorang dari mereka yang
pandai! Ajaklah berbicara secara baik-baik! Mengenai tawaran Raja Hiraqla yang
barusan kau dengarkan! Pastikan tawaran ini diterima oleh mereka!.”
Raja
Jarjir bergerak cepat untuk mengenakan busana berbahan sutra Dibaj, dan
mengenakan mahkota dari Jauhar (الجوهر). Lalu menaki kudanya yang putih tinggi
besar, berpelana, dihias emas ditabur mutiara dan Jauhar (الجوهر).
Dia keluar didampingi 1.000 arak-arakan Pasukan berkuda berbusana sutra
Dibaj semuanya. Arak-arakan Pasukan panjang sekali berjalan sejauh 9 Mil, menuju Pasukan Muslimiin.
Di depan Pasukan Muslimiin, Jarjir membaris pasukannya. Lalu maju untuk berteriak,”Hai kaum Arab! Saya utusan Raja Mahan! Panglima kalian agar keluar kemari untuk membicarakan yang penting! Sebagai upaya perdamaian dan menghentikan pertumpahan darah!.”
Di depan Pasukan Muslimiin, Jarjir membaris pasukannya. Lalu maju untuk berteriak,”Hai kaum Arab! Saya utusan Raja Mahan! Panglima kalian agar keluar kemari untuk membicarakan yang penting! Sebagai upaya perdamaian dan menghentikan pertumpahan darah!.”
Pasukan
Muslimiin memberi tahu Abu Ubaidah, bahwa Raja Jarjir ingin bertemu. Abu
Ubaidah keluar dengan berkuda tanpa dikawal. Berbusana dari bahan sederhana
bernama Karabis (كرابيس) dari Iraq, bersurban hitam, memanggul pedang.
Ketika
kepala kuda Abu Ubidah telah mendekati kepala kuda Raja Jarjir, dua kuda itu
mengangkat kaki depan untuk berdiri. Pemandangan itu menarik perhatian semua
pasukan yang ada.
Abu Ubaidah berkata, “Hai saudara kafir! Katakan apa maumu dengan terus terang!.”
Abu Ubaidah berkata, “Hai saudara kafir! Katakan apa maumu dengan terus terang!.”
Jarjir
berkata, “Hai orang-orang Arab! Jangan sekali-kali mengatakan ‘kami telah
mengalahkan Kaum Romawi, di beberapa kota! Dan telah merebut kebanyakan wilayah
mereka!’. Sekarang saksikanlah Bala bantuan yang akan memerangi kalian dari
berbagai negeri yang jumlahnya melaut! Seluruh Pasukan Romawi telah bersumpah
dalam peperangan ini; takkan lari meskipun harus mati semuanya. Kini kalian
takkan mampu melawan kami! Pulanglah ke negeri kalian! Kalian harus bersukur
karena telah berhasil merebut wilayah kerajaan Hiraqla sejumlah itu! Selain itu
Raja Hirqla telah berbaik hati dengan menyerahkan semua wilayah, peralatan
perang, emas dan perak, yang telah kalian rampas selama tiga tahun ini. Kalian
harus ingat bahwa kalian dulu Kaum yang hina!.”
Abu
Ubaidah menjawab, “Mengenai banyaknya Pasukan Romawi yang kau katakan ‘takkan
lari’, karena mereka belum melihat tajamnya senjata kami. Kalau telah
melihat tajamnya senjata kami; mereka lari tunggang-langgang. Mengenai
penjelasan jumlah pasukan kalian yang banyak dan pasukan kami yang sedikit,
kami justru paling bahagia
jika bisa bertempur melawan kalian, untuk menentukan siapa diantara kita yang
lebih hebat di dalam bertempur.”
Raja Jarjir
menoleh dan memanggil pengawalnya bernama Bahil (بَهِيلٌ), “Hai Bahil! Sepertinya
Raja Hiraqla justru lebih tahu mengenai Kaum Arab yang keras kepala, dari pada
kita!.”
Jarjir
membelokkan lalu memacu kudanya untuk kembali menghadap Raja Mahan.
Jarjir
menghadap dan ditanya oleh Raja Mahan, “Kau berhasil merayu mereka?.”
Jarjir
menjawab, “Tidak berhasil. Demi kebenaran Al-Masih saya takkan mampu
mempengaruhi mereka. Saya akan menyuruh sebagian kaum Arab Nashrani, agar
mempengaruhi mereka, karena sesama kaum Arab pasti ada kecocokan.”
Raja
Mahan memanggil Raja Jabalah, “Hai Jabalah! Datangi dan takut-takutilah mereka
dengan banyaknya pasukan kita! Bersiasatlah untuk menaklukkan mereka!.”
Raja
Jabalah keluar; diikuti 60.000 Arak-Arakan Pasukan, untuk mendatangi Pasukan
Muslimiin berjarak 9 Mil.
Raja
Jabalah mendekati Pasukan Muslimiin dan berteriak, “Hai kaum Arab yang merasa
keturunan Amer bin Amir (عمرو بن عامر)! Agar keluar kemari untuk berbicara
penting mengenai amanat yang dipercayakan padaku!.”
Abu
Ubaidah RA berkata, “Ini membahayakan. Karena kaum ini, satu keturunan
dengan kalian, yang akan bersiasat mengadu-domba dan memutuskan kekerabatan.
Perintahlah keturunan Amer bin Amir (عمرو بن عامر) yang dari Anshar! Agar menghadapi!.”
Ubadah
bin Shamit Al-Khazraji (عبادة بن الصامت الخزرجي) muncul dan berkta, “Yang mulia! Saya yang
akan datang untuk menghadap dan menjawab dia.”
Ubadah
bin Shamit keluar
dengan berkuda untuk mendekat pada Jabalah. Jabalah terkejut takut, saat melihat
Ubadah tinggi besar, berkulit agak hitam, seperti orang Syanuah (شَنُوءَةٌ).
Perawakan Ubadah yang besar, membuat Jabalah grogi. Ubadah mantan peramal yang meramal dengan alat garis-garis.
Raja Jabalah
bertanya, “Hai anak muda! Siapakah kau?.”
Ubadah menjawab, “Saya lah keturunan Amer bin Amir.”
Jabalah bertanya, “Namamu?.”
Ubadah berkata, “Saya Ubadah bin Shamit sahabat Rasulillah SAW.
Bertanyalah!.”
Jabalah
berkata, “Hai anak paman! Sesungguhnya saya datang kemari karena mengingat
kebanyakan kalian, satu keturunan dan kerabat dengan kami. Tujuan saya
baik dan mengajak berembuk. Sadarilah bahwa Kaum Romawi yang datang kemari
jumlahnya sangat banyak, kalian tak mungkin mampu melawan mereka. Mereka juga
memiliki beteng-beteng, kastil-kastil serta harta-kekayaan. Kalian jangan
berkata ‘kami telah mengalahkan Pasukan Romawi!’. Kemenangan bisa saja berubah
menjadi kekalahan! Kalau kalian ditaklukkan oleh Pasukan yang melaut ini,
takkan menjumpai tempat berlindung, artinya pasti tewas. Lain dengan mereka:
jika kalah bisa berlari pulang untuk berlindung di balik beteng dan
bersenang-senang dengan kekayaan yang mereka miliki. Sekarang ambillah semua
yang telah kalian rampas! Dan pulanglah dalam keadaan selamat!.”
Jawaban
Ubadah mengejutkan, “Hai Jabalah! Tak ingatkah kau mengenai Perang Annajdin dan
lainnya?! Dan bagaimana Allah menolong kami mengalahkan Pasukan kalian? Sehingga Tokoh-Tokoh besar kalian berlarian?. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kalian
masih memiliki Bala Tentara berjumlah banyak yang harus kami hadapi. Kami
takkan takut berapa pun jumlah pasukan kalian. Kami telah berkali-kali
menumpahkan darah pasukan kalian; ternyata darah Kaum Romawi justru sangat lezat, membuat kami ketagiahan. Saya justru mengajak kau agar masuk
Islam, hai Jabalah. Ajaklah kaummu masuk agama kami agar mendapatkan kejayaan
dunia dan akhirat! Jangan justru mengikuti raja kafir dari Romawi! Karena akan
berakibat kau terjebak dalam kehancuran! Kau sebagai tokoh Arab yang
berpengaruh mestinya bersyukur. Agama kami akan berjaya sebagaimana agama Islam
zaman kuno. Ikutilah jalan orang yang kembali pada kebenaran! Katakan laa
Ilaaha illaa Allah Muhammad Rasulullah. Allaahumma shalli alaihi wa alaa aalihi
wa shachbihi wa sallim.”[1]
Jabalah
marah dan membentak Ubadah, “Saya takkan mungkin keluar dari agama saya!.”
Ubadah
berkata, “Jika kau bersikeras mempertahankan kekafiranmu, jangan merayu saya.
Yang akan menjadi pemenang peperangan yang dahsyat ini, kami. Jika kalian telah
merasakan tajamnya pedang kami, kalian akan tewas. Lautan Pasukan yang kau
pamerkan, bagi kami, remeh. Jika kau membandel, akan bernasib seperti Tokoh-Tokoh Romawi lainnya.”
Jabalah
marah, “Kenapa kalian menakut-nakuti saya dengan pedang kalian?. Kita kan
sama-sama kaum Arab?.”
Ubadah
menjawab, “Kami tahu pasti bahwa tujuanmu datang kemari untuk merayu kami,
padahal kami tidak seperti kalian. Hai keparat! Walau jumlah Pasukan kami
sedikit, namun kami bertauhid pada Tuhan kami dan mengikuti sunah Muhammad nabi
kami SAW. Bala Bantuan yang akan menolong kami, Pasukan yang memenuhi
bumi dan memenuhi jagad.”
Jabalah
berkata, “Saya tidak melihat bala bantuan di belakang kalian yang akan menolong
kalian.”
Ubadah
menjawab, “Kamu yang bodoh! Demi Allah hai putra Aiham! Di belakang kami ada Pasukan yang sangat kuat, yang menganggap kematian sebagai anugrah, dan hidup
sebagai tanggungan. Tiap seorang mereka mampu melawan Pasukan dalam jumlah
banyak sekali. Apa kamu lupa siapakah Ali RA yang dahsyat serangannya? Umar
RA yang sangat mengerikan? Utsman RA yang sangat agung? Abbas RA dan
kepintarannya? Dan Zubair RA?. Belum lagi para Pahlawan berkuda yang dari Makkah, Thaif,
Yaman dan lain-lain?!.”
Jabalah
merasa tubuhnya menjadi lemah dan berkata, “Hai anak paman. Saya datang kemari
bertujuan damai pada kalian. Jika kau tak mengabulkan permintaanku, tawarkanlah
pada kaummu. Siapa tahu mereka mau berdamai dengan kami.”
Ubadah
menggertak, “Tidak ada perdamaian dengan kalian, kecuali jika kalian mau
membayar pajak, atau masuk Islam, atau melawan serangan kami. Itulah yang harus
kita lakukan! Demi Allah kalau kami tak takut namanya tercoreng; kau telah saya
tebas dengan pedangku!.”
Beberapa
bentakan pasukan Muslimiin atas Jabalah, menimbulkan keributan menakutkan.
Gertakan Ubadah dan sejumlah Muslimiin yang keras sekali membuat Jabalah
ketakutan. Dengan bergetar dia membelokkan dan memacu kudanya, agar lari cepat
menuju Raja Mahan. Gertakan Ubadah menggema di ruangan hatinya hingga wajahnya
pucat pasi.
Mahan
beranya, “Siapa yang mengejarmu?.”
Jabalah
berkata, “Yang mulia, sungguh saya telah mengancam, menakut-nakuti dan
merayu mereka. Namun semua itu ditanggapi dengan jelek oleh mereka. Mereka
berkata ‘yang harus kita lakukan adalah berperang’.”
Mahan
bertanya dengan heran, “Kenapa kau kelihatan pucat dan ketakutan? Padahal kau
dan mereka sama-sama Kaum Arab?. Padahal jumlah mereka menurut laporan yang
masuk, hanya 30.000 Pasukan. Semenetara pasukanmu 60.000 Pasukan?. Berarti
jumlah kalian dua kali lipat kan?. Hai Jabalah! Kau dan pasukanmu kuperintah
agar memerangi mereka! Saya di belakang kalian! Jika kau menang, kau akan kugabungkan
di dalam kerajaanku. Artinya kaulah orang yang kedudukannya paling dekat
denganku. Wilayah-wilayah Syam yang telah direbut oleh mereka, akan diberikan
padamu.”
Karena
Raja Mahan merayu terus menerus, maka Jabalah menggerakkan pasukannya untuk
bersiap memerangi Pasukan Muslimiin. Jabalah berteriak pada pasukannya,
“Bersiaplah menyerang mereka!.”
Jabalah
menggiring 60.000 Pasukan Arab Nashrani berbaju perang. Dan berhelm perang yang
dilengkapi pelindung leher. Jabalah lah yang paling gagah; baju perangnya
berlapis emas, pedangnya buatan kaum Tababiah (التبابعة). Panji yang dibawa, panji
kebanggaan, karena yang menyerahkan padanya adalah Raja Hiraqla.
Jabalah
dan arak-arakan 60.000 Pasukan Arab Nashrani yang panjang sekali telah mengalir
dengan kendaraan kuda, menyusuri jalan sepanjang 9 Mil. Menuju Pasukan Muslimiin.
Derap kuda mereka membahana; debu-debu beterbangan. Masyarakat yang menonton di
sepanjang jalan sama takjub.[2]
Artinya: Tiada Tuhan kecuali Allah, Muhammad Utusan Allah. Ya
Allah berilah sholawat dan berilah salam padanya dan keluarganya dan para
sahabatnya.
[2] Bagi
yang memiliki kitab Futuchus-Syam silahkan disimak. Futuchus-Syam yang di Maktabatus-Syamilah di: فتوح
الشام - (1 / 157).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar