Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/08/02

KW 107: Perang Yarmuk (اليرموك)


 (Bagian ke-107 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Persiapan Jabalah bin Aiham (جَبَلَة بْن الأَيْهَمِ).

Raja Mahan sang panglima besar tidak segera menyuruh agar pasukannya menyerang 30.000 pasukan Muslimiin itu, karena utusan dari Raja Hiraqla datang untuk membawa pesan: ‘Serangan jangan dimulai sebelum kita mengutus seorang pada mereka! Untuk menawarkan imbalan berupa harta berjumlah banyak dan hadiyah khusus untuk pimpinan tertinggi mereka bernama Umar bin Khatthab dan tokoh-tokoh lain! Selain itu tanah Jabiyah hingga Chijaz (الحجاز) akan diberikan pada mereka untuk berdamai!’.
Raja Mahan berkata pada utusan Raja Hiraqla, “Mereka tidak mungkin menerima tawaran itu hingga kapanpun.”
Raja bawahan Mahan bernama Jarjir berkata, “Kesulitan apa yang sedang menimpa Raja Hiraqla?.”  
Mahan perintah, “Pergilah pada pasukan Arab! Untuk mengundang seorang dari mereka yang pandai! Ajaklah berbicara secara baik-baik! Mengenai tawaran Raja Hiraqla yang barusan kau dengarkan! Pastikan tawaran ini diterima oleh mereka!.”

Raja Jarjir bergerak cepat untuk mengenakan busana berbahan sutra Dibaj, dan mengenakan mahkota dari Jauhar (الجوهر). Lalu menaki kudanya yang putih tinggi besar, berpelana, dihias emas ditabur mutiara dan Jauhar (الجوهر).

Dia keluar didampingi 1.000 arak-arakan Pasukan berkuda berbusana sutra Dibaj semuanya. Arak-arakan Pasukan panjang sekali berjalan sejauh 9 Mil, menuju Pasukan Muslimiin. 
Di depan Pasukan Muslimiin, Jarjir membaris pasukannya. Lalu maju untuk berteriak,”Hai kaum Arab! Saya utusan Raja Mahan! Panglima kalian agar keluar kemari untuk membicarakan yang penting! Sebagai upaya perdamaian dan menghentikan pertumpahan darah!.”

Pasukan Muslimiin memberi tahu Abu Ubaidah, bahwa Raja Jarjir ingin bertemu. Abu Ubaidah keluar dengan berkuda tanpa dikawal. Berbusana dari bahan sederhana bernama Karabis (كرابيس) dari Iraq, bersurban hitam, memanggul pedang.

Ketika kepala kuda Abu Ubidah telah mendekati kepala kuda Raja Jarjir, dua kuda itu mengangkat kaki depan untuk berdiri. Pemandangan itu menarik perhatian semua pasukan yang ada. 
Abu Ubaidah berkata, “Hai saudara kafir! Katakan apa maumu dengan terus terang!.”
Jarjir berkata, “Hai orang-orang Arab! Jangan sekali-kali mengatakan ‘kami telah mengalahkan Kaum Romawi, di beberapa kota! Dan telah merebut kebanyakan wilayah mereka!’. Sekarang saksikanlah Bala bantuan yang akan memerangi kalian dari berbagai negeri yang jumlahnya melaut! Seluruh Pasukan Romawi telah bersumpah dalam peperangan ini; takkan lari meskipun harus mati semuanya. Kini kalian takkan mampu melawan kami! Pulanglah ke negeri kalian! Kalian harus bersukur karena telah berhasil merebut wilayah kerajaan Hiraqla sejumlah itu! Selain itu Raja Hirqla telah berbaik hati dengan menyerahkan semua wilayah, peralatan perang, emas dan perak, yang telah kalian rampas selama tiga tahun ini. Kalian harus ingat bahwa kalian dulu Kaum yang hina!.”    
Abu Ubaidah menjawab, “Mengenai banyaknya Pasukan Romawi yang kau katakan ‘takkan lari’, karena mereka belum melihat tajamnya senjata kami. Kalau telah melihat tajamnya senjata kami; mereka lari tunggang-langgang. Mengenai penjelasan jumlah pasukan kalian yang banyak dan pasukan kami yang sedikit, kami justru paling bahagia jika bisa bertempur melawan kalian, untuk menentukan siapa diantara kita yang lebih hebat di dalam bertempur.”

Raja Jarjir menoleh dan memanggil pengawalnya bernama Bahil (بَهِيلٌ), “Hai Bahil! Sepertinya Raja Hiraqla justru lebih tahu mengenai Kaum Arab yang keras kepala, dari pada kita!.”
Jarjir membelokkan lalu memacu kudanya untuk kembali menghadap Raja Mahan.

Jarjir menghadap dan ditanya oleh Raja Mahan, “Kau berhasil merayu mereka?.”
Jarjir menjawab, “Tidak berhasil. Demi kebenaran Al-Masih saya takkan mampu mempengaruhi mereka. Saya akan menyuruh sebagian kaum Arab Nashrani, agar mempengaruhi mereka, karena sesama kaum Arab pasti ada kecocokan.”
Raja Mahan memanggil Raja Jabalah, “Hai Jabalah! Datangi dan takut-takutilah mereka dengan banyaknya pasukan kita! Bersiasatlah untuk menaklukkan mereka!.”

Raja Jabalah keluar; diikuti 60.000 Arak-Arakan Pasukan, untuk mendatangi Pasukan Muslimiin berjarak 9 Mil.

Raja Jabalah mendekati Pasukan Muslimiin dan berteriak, “Hai kaum Arab yang merasa keturunan Amer bin Amir (عمرو بن عامر)! Agar keluar kemari untuk berbicara penting mengenai amanat yang dipercayakan padaku!.”

Abu Ubaidah RA berkata, “Ini membahayakan. Karena kaum ini, satu keturunan dengan kalian, yang akan bersiasat mengadu-domba dan memutuskan kekerabatan. Perintahlah keturunan Amer bin Amir (عمرو بن عامر) yang dari Anshar! Agar menghadapi!.”    
Ubadah bin Shamit Al-Khazraji (عبادة بن الصامت الخزرجي) muncul dan berkta, “Yang mulia! Saya yang akan datang untuk menghadap dan menjawab dia.”  

Ubadah bin Shamit keluar dengan berkuda untuk mendekat pada Jabalah. Jabalah terkejut takut, saat melihat Ubadah tinggi besar, berkulit agak hitam, seperti orang Syanuah (شَنُوءَةٌ). Perawakan Ubadah yang besar, membuat Jabalah grogi. Ubadah mantan peramal yang meramal dengan alat garis-garis.  

Raja Jabalah bertanya, “Hai anak muda! Siapakah kau?.”
Ubadah menjawab, “Saya lah keturunan Amer bin Amir.”
Jabalah bertanya, “Namamu?.”
Ubadah berkata, “Saya Ubadah bin Shamit sahabat Rasulillah SAW. Bertanyalah!.”
Jabalah berkata, “Hai anak paman! Sesungguhnya saya datang kemari karena mengingat kebanyakan kalian, satu keturunan dan kerabat dengan kami. Tujuan saya baik dan mengajak berembuk. Sadarilah bahwa Kaum Romawi yang datang kemari jumlahnya sangat banyak, kalian tak mungkin mampu melawan mereka. Mereka juga memiliki beteng-beteng, kastil-kastil serta harta-kekayaan. Kalian jangan berkata ‘kami telah mengalahkan Pasukan Romawi!’. Kemenangan bisa saja berubah menjadi kekalahan! Kalau kalian ditaklukkan oleh Pasukan yang melaut ini, takkan menjumpai tempat berlindung, artinya pasti tewas. Lain dengan mereka: jika kalah bisa berlari pulang untuk berlindung di balik beteng dan bersenang-senang dengan kekayaan yang mereka miliki. Sekarang ambillah semua yang telah kalian rampas! Dan pulanglah dalam keadaan selamat!.”
Jawaban Ubadah mengejutkan, “Hai Jabalah! Tak ingatkah kau mengenai Perang Annajdin dan lainnya?! Dan bagaimana Allah menolong kami mengalahkan Pasukan kalian? Sehingga Tokoh-Tokoh besar kalian berlarian?. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kalian masih memiliki Bala Tentara berjumlah banyak yang harus kami hadapi. Kami takkan takut berapa pun jumlah pasukan kalian. Kami telah berkali-kali menumpahkan darah pasukan kalian; ternyata darah Kaum Romawi justru sangat lezat, membuat kami ketagiahan. Saya justru mengajak kau agar masuk Islam, hai Jabalah. Ajaklah kaummu masuk agama kami agar mendapatkan kejayaan dunia dan akhirat! Jangan justru mengikuti raja kafir dari Romawi! Karena akan berakibat kau terjebak dalam kehancuran! Kau sebagai tokoh Arab yang berpengaruh mestinya bersyukur. Agama kami akan berjaya sebagaimana agama Islam zaman kuno. Ikutilah jalan orang yang kembali pada kebenaran! Katakan laa Ilaaha illaa Allah Muhammad Rasulullah. Allaahumma shalli alaihi wa alaa aalihi wa shachbihi wa sallim.”[1]
Jabalah marah dan membentak Ubadah, “Saya takkan mungkin keluar dari agama saya!.”
Ubadah berkata, “Jika kau bersikeras mempertahankan kekafiranmu, jangan merayu saya. Yang akan menjadi pemenang peperangan yang dahsyat ini, kami. Jika kalian telah merasakan tajamnya pedang kami, kalian akan tewas. Lautan Pasukan yang kau pamerkan, bagi kami, remeh. Jika kau membandel, akan bernasib seperti Tokoh-Tokoh Romawi lainnya.”
Jabalah marah, “Kenapa kalian menakut-nakuti saya dengan pedang kalian?. Kita kan sama-sama kaum Arab?.”
Ubadah menjawab, “Kami tahu pasti bahwa tujuanmu datang kemari untuk merayu kami, padahal kami tidak seperti kalian. Hai keparat! Walau jumlah Pasukan kami sedikit, namun kami bertauhid pada Tuhan kami dan mengikuti sunah Muhammad nabi kami SAW. Bala Bantuan yang akan menolong kami, Pasukan yang memenuhi bumi dan memenuhi jagad.”
Jabalah berkata, “Saya tidak melihat bala bantuan di belakang kalian yang akan menolong kalian.”
Ubadah menjawab, “Kamu yang bodoh! Demi Allah hai putra Aiham! Di belakang kami ada Pasukan yang sangat kuat, yang menganggap kematian sebagai anugrah, dan hidup sebagai tanggungan. Tiap seorang mereka mampu melawan Pasukan dalam jumlah banyak sekali. Apa kamu lupa siapakah Ali RA yang dahsyat serangannya? Umar RA yang sangat mengerikan? Utsman RA yang sangat agung? Abbas RA dan kepintarannya? Dan Zubair RA?. Belum lagi para Pahlawan berkuda yang dari Makkah, Thaif, Yaman dan lain-lain?!.”    

Jabalah merasa tubuhnya menjadi lemah dan berkata, “Hai anak paman. Saya datang kemari bertujuan damai pada kalian. Jika kau tak mengabulkan permintaanku, tawarkanlah pada kaummu. Siapa tahu mereka mau berdamai dengan kami.”
Ubadah menggertak, “Tidak ada perdamaian dengan kalian, kecuali jika kalian mau membayar pajak, atau masuk Islam, atau melawan serangan kami. Itulah yang harus kita lakukan! Demi Allah kalau kami tak takut namanya tercoreng; kau telah saya tebas dengan pedangku!.”

Beberapa bentakan pasukan Muslimiin atas Jabalah, menimbulkan keributan menakutkan. Gertakan Ubadah dan sejumlah Muslimiin yang keras sekali membuat Jabalah ketakutan. Dengan bergetar dia membelokkan dan memacu kudanya, agar lari cepat menuju Raja Mahan. Gertakan Ubadah menggema di ruangan hatinya hingga wajahnya pucat pasi.

Mahan beranya, “Siapa yang mengejarmu?.”
Jabalah berkata, “Yang mulia, sungguh saya telah mengancam, menakut-nakuti dan merayu mereka. Namun semua itu ditanggapi dengan jelek oleh mereka. Mereka berkata ‘yang harus kita lakukan adalah berperang’.”
Mahan bertanya dengan heran, “Kenapa kau kelihatan pucat dan ketakutan? Padahal kau dan mereka sama-sama Kaum Arab?. Padahal jumlah mereka menurut laporan yang masuk, hanya 30.000 Pasukan. Semenetara pasukanmu 60.000 Pasukan?.  Berarti jumlah kalian dua kali lipat kan?. Hai Jabalah! Kau dan pasukanmu kuperintah agar memerangi mereka! Saya di belakang kalian! Jika kau menang, kau akan kugabungkan di dalam kerajaanku. Artinya kaulah orang yang kedudukannya paling dekat denganku. Wilayah-wilayah Syam yang telah direbut oleh mereka, akan diberikan padamu.”

Karena Raja Mahan merayu terus menerus, maka Jabalah menggerakkan pasukannya untuk bersiap memerangi Pasukan Muslimiin. Jabalah berteriak pada pasukannya, “Bersiaplah menyerang mereka!.”

Jabalah menggiring 60.000 Pasukan Arab Nashrani berbaju perang. Dan berhelm perang yang dilengkapi pelindung leher. Jabalah lah yang paling gagah; baju perangnya berlapis emas, pedangnya buatan kaum Tababiah (التبابعة). Panji yang dibawa, panji kebanggaan, karena yang menyerahkan padanya adalah Raja Hiraqla.

Jabalah dan arak-arakan 60.000 Pasukan Arab Nashrani yang panjang sekali telah mengalir dengan kendaraan kuda, menyusuri jalan sepanjang 9 Mil. Menuju Pasukan Muslimiin. Derap kuda mereka membahana; debu-debu beterbangan. Masyarakat yang menonton di sepanjang jalan sama takjub.[2]


[1] لا إله إلا الله محمد رسول الله اللهم صل عليه وعلى إله وصحبه وسلم.
Artinya: Tiada Tuhan kecuali Allah, Muhammad Utusan Allah. Ya Allah berilah sholawat dan berilah salam padanya dan keluarganya dan para sahabatnya.


[2] Bagi yang memiliki kitab Futuchus-Syam silahkan disimak. Futuchus-Syam yang di Maktabatus-Syamilah di: فتوح الشام - (1 / 157).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar