(Bagian ke-97 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Seorang
penguasa Romawi mengutus sejumlah mata-mata agar mengamati sepak-terjang
pasukan Arab. Sejumlah mata-mata yang menyaksikan pintu gerbang kota Chimsh
dibuka lebar dan penduduknya mengadakan jual-beli dengan kaum Arab, menyangka
penduduk Chimsh telah takluk pada kaum Arab. Mereka yang salah sangka dan
ketakutan itu membuntuti arak-arakan pasukan Muslimiin yang berjalan ke
Anthakiyah (انطاكية).
Setiap
para mata-mata singgah pada suatu kota, memberitakan bahwa: “Penduduk Chimsh
telah tunduk pada kaum Arab dengan cara damai.”
Berita
itu membuat susah dan ketakutan pada kaum Romawi yang mendengarnya. Rombongan
mata-mata berjumlah 40 orang itu yang 3 orang memasuki kota Syaizar (شَيْزَرَ),
untuk memberitakan: “Penduduk Chimsh telah takluk pada kaum Arab.”
Abu
Ubaidah RA dan pasukannya telah sampai kota Rostan. Kota yang di dalamnya
banyak penduduknya itu, dikelilingi dinding tebal nan tinggi dan di dalamnya berair
melimpah. Abu Ubaidah perintah melalui seorang, agar penduduk Rostan tunduk
pada perintahnya; namun mereka menjawab, “Tidak bisa! Kecuali jika kalian telah
mampu menaklukkan Raja Hiraqla, in syaa Allah.”
Abu
Ubaidah mengirim pesan, “Kami memang akan memerangi Raja Hiraqla. Sementara di
sini kami menitipkan barang-barang yang memberatkan kami.”
Penduduk
Rostan menghubungi raja mereka benama Bathriq Naqithas (نقيطاس). Raja bawahan
Raja Hiraqla itu menjawab, “Hai kaumku! Sudah menjadi kebiasaan, raja
menitipkan barang pada raja yang lain! Biarlah.”
Utusan
raja Rostan menghadap Abu Ubaidah untuk menyampaikan: “Kalau kau mau menitip
barang silahkan! Kami takkan mengganggu! Hanya saja jangan mengganggu
orang-orang di sini! Kalau kau telah berhasil menaklukkan raja atasan kami!
Kita berhitung.”
Abu
Ubaidah menjawab, “Akan kami laksanakan, in syaa Allah.” Lalu mengundang
para sahabat nabi SAW untuk diajak bermusyawarah.
Dia
berkata, “Beteng ini sangat kuat. Agar kita bisa masuk harus bersiasat. Saya
ingin memasukkan 20 orang di dalam 20 peti untuk dimasukkan ke dalam beteng
ini. Kaum Rostan dipersilahkan mengunci pintu gerbang setelah 20 peti nanti
dimasukkan untuk dititipkan. Namun jika kaum Rostan telah pergi meninggalkan
peti untuk urusan mereka; 20 orang itu segeralah keluar dengan Nama Allah.
Adapun tugas selanjutnya agar kalian dapat menaklukkan kota ini terserah
kalian.”
Khalid
berkata, “Kalau begitu kunci peti-peti itu harus ditampakkan, walau sebetulnya
di dalamnya ada lelaki bebusana wanita yang bisa keluar dari bawah. Jika 20
orang itu telah berhasil membuka pintu gerbang kota, segeralah bertakbir yang
serempak. Karena di balik takbir adalah kemenangan.”
Abu
Ubaidah menyetujui usulan Khalid. Duapuluh peti telah diisi bahan makan pilihan
yang disenangi kaum Romawi, lalu digembok. Di bawah peti-peti itu ada ruangan
untuk lelaki berbusana wanita yang telah dipersiapkan. Yang memasuki ruang
sempit peti-peti itu: Dhirar bin Al-Azwar (ضرار بن
الأزور). Al-Musayyab ibnu
Najibah (المسيب أبن نجيبة). Dzul-Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع
الحميري). Amer bin Madikarib
Az-Zubaidi (عمرو بن معد يكرب الزبيدي). Al-Marqal (المرقال). Hasyim bin Najah (هاشم بن نجعة). Qais
bin Hubairah (قيس بن هبيرة). Abdur Rohman bin Abi Bakr As-Shiddiq (عبد الرحمن بن أبي بكر الصديق).
Malik bin Al-Asytar (مالك بن الاشتر). Auf bin Salim (عوف
بن سالم). Shobir bin Kulkul (صابر بن كلكل).
Mazin bin Amir (مازن بن عامر). Al-Ashyad bin Salamah (الأصيد بن
سلمة). Rabiah bin Amir (ربيعة بن عامر).
Ikrimah bin Abi Jahl (عكرمة بن أبي جهل). Utbah bin Al-Ash (عتبة بن العاص). Darim
bin Fayadh Al-Absi (دارم ابن فياض العبسي). Salamah bin Chabib (سلمة بن حبيب). Al-Fazi
bin Charmalah (الفازع بن حرملة).[1]
Naufal bin Jaral (نوفل بن جرعل).
Duapuluh
peti atau lebih, diusung dimasukkan melaui pintu gerbang dan dititipkan pada
Naqithas pengusa kota itu. Naqithas meletakkan peti-peti itu di suatu ruang.
Arak-arakan
panjang Abu Ubaidah dan pasukannya, pergi meninggalkan kota Rostan. Mereka
singgah di sebuah desa bernama Sudiyah. Pasukan Abu Ubaidah yang masih tinggal
diluar beteng kota Rostan adalah Khalid bin Al-Walid dan pasukan elitnya yang
bernama Jaisy Az-Zahf (جيش الزحف).
Di
malam yang kelam itu Khaid perintah pada pasukannya agar mengamati para sahabat
yang berada di dalam beteng. Ketika pasukan Khalid telah mengantuk, dikejutkan
oleh suara takbir dan tahlil para sahabat dari dalam beteng.
Setelah
Naqithas meletakkan peti-peti titipan Abu Ubaidah di suatu ruang, lalu pergi ke
Gereja untuk melakukan shalat sebagai rasa syukur, karena arak-arakan Abu
Ubaidah dan pasukannya telah pergi meninggalkan kotanya. Di dalam Gereja besar
iu sejumlah orang membaca kitab Injil bersaut-sautan dengan suara keras. Saat
itulah duapuluh orang atau lebih keluar dari bawah peti lalu menghunus pedang.
Yang menjadi incaran mereka adalah istri dan harem-harem Naqithas. “Berikan
kunci-kunci gerbang itu pada kami!” Ancam mereka dengan acungan pedang.
Begitu
kunci diberikan; mereka bertakbir, bertahlil, membaca shalawat dan salam untuk
nabi SAW. Sejumlah penjaga pintu gerbang menyerang, tetapi dikalahkan karena kurang
persiapan. Abdullah bin Ja’far membagi kunci-kunci pada Rabiah bin Amir,
Al-Ashyad bin Salamah. Ikrimah bin Abi Jahl, Utbah bin Al-Ash dan Al-Farigh bin
Charmalah, agar mereka membuka pintu-pintu gerbang kota itu. “Bukalah pintu-pintu
gerbang dan bertahlillah yang keras! Saudara kita berada di luar dinding sana
jumlahnya banyak!,” perintahnya.
Lima
orang berlari cepat membawa kunci untuk membuka pintu gerbang Qubla,
yang lurus jauh pada kota Chimsh. Mereka bertahlil dan bertakbir dengan keras
lalu kembali masuk lagi.
Khalid
bin Al-Walid dan pasukannya bergerak cepat memasuki beteng sambil bertahlil dan
bertakbir keras, bersaut-sautan. Penduduk kota takut saat mendengar pekikan
tahlil dan takbir dari para sahabat Rasulillah SAW. Dengan hati berdebar-debar
penghuni beteng sadar bahwa mereka telah dikuasai pasukan Muslimiin. Hampir
semua penduduk kota menyerah dan berkumpul untuk berkata, “Kami takkan melawan
kalian, silahkan kami ditawan. Kalian lebih kami senangi dari pada bangsa kami
sendiri. Tetapi berbuatlah yang adil terhadap kami.”
Khalid
merayu agar mereka masuk Islam. Kebanyakan mereka masuk Islam; hanya sedikit
yang tidak mau, namun sanggup membayar upeti. Naqithas (نقيطاس) raja mereka
berkata, “Agamaku takkan saya rubah.”
Khalid
perintah, “Jika begitu keluarlah dari kota ini membawa keluargamu! Katakan pada
orang-orang bahwa kami telah berbuat adil!.”
Naqithas
(نقيطاس)
dan keluarganya berkemas-kemas akan meninggalkan tempat menuju kota Chimsh.
Dalam perjalanan yang memakan waktu lama itu akhirnya Naqithas (نقيطاس) dan
keluarganya sampai tujuan.
Di
kota Chimsh Naqithas bercerita bahwa kotanya telah direbut kaum Muslimiin.
Berita itu membuat nafas kaum Chimsh menjadi berat dan mata mereka terbelalak
karena terkejut takut. Mereka makin yakin, cepat atau lambat kota mereka pasti
akan direbut oleh pasukan Muslimiin.
Di
kota Sudiyah, Abu Ubaidah bersujud sebagai tanda syukur karena menerima berita
bahwa Abdullah bin Ja’far didukung Khalid dan pasukan elitnya telah merebut
kota Rostan. Lalu Abu Ubaidah mengirimikan 1.000 lelaki agar menjaga keamanan
kota taklukan itu, di bawah pimpinan Hilal bin Murrah Al-Yasykuri (هلال بن مرة اليشكري).
Setelah
Hilal bin Murrah Al-Yasykuri dan pasukannya sampai ke kota Rostam; Abdullah bin
Ja’far dan Khalid bin Al-Walid bersama pasukan mereka berdua, keluar
meninggalkan kota menuju kota Hamah (حماة) yang penduduknya telah berdamai dengan
kaum Muslimiin; sebagaimana penduduk Syairaz. Hanya saja penguasa kota Syairaz
tiba-tiba wafat setelah permohonan damainya dikabulkan oleh Abu Ubaidah
penguasa kaum Muslimiin di Syam.
Raja
Hiraqla mengganti penguasa baru yang keras kepala bernama Bathriq Nakas (نكس).[2]
Nakas lah yang membatalkan permohonan damai penguasa sebelumnya, dari kaum
Muslimiin. Penguasa jahat ini membuat rakyat menderita dengan cara memeras
kekayaan mereka.
Ketika
Nakas membatalkan permohonan damai; Abu Ubaidah mengutus sejumlah pasukan
berkuda agar menyerang kota Syairaz. Perang berkecamuk seru menimbulkan
keributan dan kericuhan. Nakas turun dari kastilnya yang tinggi.
[1] Ada lagi dua
orang yang memasuki peti selain orang duapuluh: Jundab bin Saif (جندب بن سيف).
Dan Abdullah bin Ja’far At-Thayyar (عبد الله بن جعفر
الطيار) lah yang memimpin
mereka semua.
[2] Bathriq, dalam
bahasa English Patriarch.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar