Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/07/14

KW 98: Membunuh Raja dan Punggawa











(Bagian ke-98 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Keributan membisingkan itulah yang membuat Batriq Nakas ketakutan dan turun dari tempat tinggalnya yang megah. Dia bergegas mendatangi dan memasuki biara agung untuk berkata pada sejumlah tokoh, “Hai kaum Syairaz! Kalian tahu bahwa Raja Hiraqla telah mengangkat saya sebagai Penguasa kota ini! Tugas saya mengamankan kota, istri, dan harta kalian.”

Batriq Nakas bergerak cepat, membuka dan mengeluarkan senjata dari gudang, untuk dibagi-bagikan pada mereka. “Lawanlah mereka!” Perintahnya. 

Pasukan Syairaz telah berkumpul untuk bertempur di bawah komando Batriq Nakas.

Khalid bin Al-Walid muncul bersama teman-teman dan pasukan elitnya. Tak lama kemudian Yazid bin Abi Sufyan (saudara ipar nabi SAW) dan pasukannya juga muncul. Bahkan Abu Ubaidah sang panglima bersama pasukan yang jumlahnya banyak sekali, juga muncul. 

Di saat kaum Syairaz telah jatuh mental; Abu Ubaidah mengirimi surat pada mereka:
بسم الله الرحمن الرحيم
Adapun selanjutnya, hai penduduk Syairaz, beteng kalian kalah kokoh dibanding beteng Balbek dan Rostan. Keberanian pasukan di sana juga mengungguli keberanian kalian. Jika kalian telah membaca suratku, segeralah tunduk padaku! Jangan menentang! Karena akan merugikan diri kalian sendiri. Kalian tahu sendiri bahwa kami orang baik yang adil. Contohlah penduduk Syam selain kalian yang telah tunduk padaku.

والسلام

Surat dilipat lalu diberikan pada seorang dari Syairaz, agar diantar sampai tujuan. Orang-orang dekat Bathriq Nakas menerima lalu memberikan surat itu pada sang bathriq. Bathriq Nakas membaca surat dengan keras di pertengahan pasukan dan rakyatnya. Lalu berteriak, “Sebaiknya mereka ini kita apakan?!.”
Mereka menjawab, “Yang mulia! Mereka benar: beteng kita remeh jika dibanding beteng Rostan, Balbek, Damaskus, dan Bushro.[1] Sebetulnya tuan lebih tahu daripada kami, bahwa keberanian dan kepandaian berperang kaum Chimsh di atas kita. Ternyata mereka semua telah tunduk pada kaum Arab. Bahkan penduduk Palestin dan Urdun (الْأُرْدُنّ) pun juga telah tunduk pada mereka. Bagaimana mungkin kita mampu melawan mereka, sedangkan beteng kita lemah? Jika tuan tidak mengabulkan permintaan mereka, berarti tuan yang membuat sengsara pada kami dan yang akan memberi jalan rusaknya kota kita.”  

Perselisihan antara pendukung raja dan yang kontra makin lama makin memuncak, sehingga ribut dan gaduh. Suara yang bisa ditangkap hanya gertakan dan teriakan; sementara suara lain yang jumlahnya melaut, hampir seperti suara hujan lebat mengguyur bumi.
Bathriq Nakas raja murka karena keinginan rakyat bertentangan dengan kehendaknya. Dia perintah para punggawa agar menghajar siapa saja yang menentang kehendaknya. Orang-orang yang dihajar kesakitan marah lalu mengamuk. 
Sejumlah rakyat yang kemarahannya telah memuncak, menghunus dan menebaskan pedang pada para punggawa raja yang semena-mena. Para punggawa raja marah karena mereka luka dan banyak teman mereka yang tewas. 
Terjadi peperangan seru antara punggawa raja dengan rakyat. Peperangan makin brutal hingga rakyat yang jauh lebih banyak kesetanan. Para punggawa raja yang telah rebah bersimbah darah itu tidak membuat rakyat iba, bahkan dengan membabi buta mereka membunuh para punggawa yang masih hidup. Bahkan membunuh pada Bathriq Nakas raja mereka. 

Doa pasukan Muslimiin, “Ya Allah, rusaklah mereka melalui saudara mereka,” dikabulkan oleh yang Maha Kuasa.
Mutlak semua pendukung raja, tewas oleh amukan rayat yang berjumlah banyak sekali.

Dengan tanpa membawa pedang, sejumlah masyarakat berdatangan menghadap Abu Ubaidah RA. Mereka mengucapkan salam penghormatan, lalu berkata, “Yang mulia! Kami telah membunuh bathriq kami, karena lebih cinta pada tuan.”
Abu Ubaidahberkata, “Hai penduduk Syairaz! Semoga Allah membuat wajah kalian menjadi cerah dan rizqi kalian melimpah. Kalian telah membereskan pekerjaan kami dengan baik.”
Lalu berkata pada pasukan Muslimiin, “Sadarkah kalian bahwa bangsa Romawi ini telah membunuh raja dan punggawanya, karena cinta dan tunduk pada kalian? Saya berpandangan sebaiknya mereka kita beri imbalan dan anugrah.”
Pasukan Muslimiin menjawab, “Bagus! Semoga kebaikan kau melimpah pada selain mereka, dan semoga Allah segera menaklukkan negeri-negeri yang belum takluk untuk kita.”  

Abu Ubaidah berkata pada kaum Syairaz, “Berbahagialah! Saya takkan memaksa kalian memasuki agama kami. Namun barang siapa memasuki agama kami, dia memiliki hak seperti kami, dan menanggung kewajiban yang seperti kami. Mengenai hasil bumi yang harus kalian berikan pada kami, bisa diundur dua tahun lagi, baru disetorkan. Bagi yang masih tetap menetapi agamanya (Nashrani) berkewajiban membayar upeti, namun kewajiban menyetorkan hasil bumi mulai tahun depan.”

Kaum Syairaz berbahagia dengan keputusan itu. Mereka berkata, “Kami telah memahami dan akan mentaati tuan. Istana bathriq kami, kami serahkan pada tuan, karena tuan lah yang lebih berhak menempati. Semua punggawa bathriq kami yang ada di sana, dan semua berabot maupun harta kekayaannya, kami serahkan pada tuan.”  

Semua kekayaan yang berada di dalam istana, oleh Abu Ubaidah dibagi lima. Yang seperlima diberikan untuk Sabilillah, selain itu dibagi-bagi pada pasukan Muslimiin dengan rata.

Abu Ubaidah menyeru, “Hai Muslimiin semuanya! Sungguh Allah telah menyerahkan kota ini pada kita dengan jalan yang sangat mudah. Hari ini tempo perjanjian kita dengan penduduk Chimsh juga telah selesai. Sekarang marilah kita pergi lagi ke sana! Semoga Allah menyayang kita semua” pada pasukan Muslimiin.


Ponpes Mulya Abadi Mulungan


[1] Dalam bahasa inggris Bosra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar