(Bagian
ke-96 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Di depan
rumah mewahnya, Harbis raja Chimsh muncul dikelilingi para bathriq (pejabat
tinggi setingkat jendral). Harbis berkata, “Hai semuanya! Demi kebenaran
Al-Masih saya tidak menyangka bahwa ternyata orang-orang Arab, berkulit hitam
seperti ini.”
Beberapa
orang menjawab, “Itu tidak benar yang mulia, mereka hamba-sahaya. Dan ini
siasat mereka di dalam perang.”
Harbis
bersumpah, “Demi kebenaran Al-Masih! Sesungguhnya serangan mereka ini justru
lebih dahsyat daripada kaum Arab. Ketahuilah bahwa kaum yang mendekati beteng
kita pasti jatuh mental, walau sebetulnya justru sebagai pertanda akan
menaklukkan kita.”
Kebanyakan
kaum Chimsh ketakutan karena pintu gerbang kota mereka sejak pagi hingga petang
suaranya bising memekakkan telinga karena dorongan dan pukulan ribuan kaum
hamba-sahaya berkulit hitam yang digerakkan oleh Khalid bin Al-Walid, membuat
bising.
Serangan
sengit kaum Chimsh dari atas beteng dilawan dengan garang dengan anak panah,
yang berkali-kali menembus dan menewaskan sebagian mereka. Saat malam telah
datang semua hamba-sahaya kembali pada tuan mereka masing-masing, untuk
istirahat.
Di malam yang
dingin itu Harbis mengirim surat untuk Abu Ubaidah. Pembawa surat hampir
ditangkap pasukan Muslimiin, namun dia berkata dengan ketakutan, “Saya utusan
tuan Harbis raja Chimsh. Saya diperintah mengantar dan minta jawaban dari surat
ini,” sambil menyerahkan surat.
Surat
diserahkan dan dibaca oleh Abu Ubaidah:
Hai kaum
Arab! Tadinya saya menyangka kalian pandai bersiasat perang, ternyata justru
sebaliknya. Kemarin kalian membagi-bagi pasukan agar menyerang melalui seluruh
pintu gerbang, hingga kami berkata, “Ini pengepungan yang membuat kita kesulitan.
Namun paginya kalian justru mundur teratur. Yang kalian suruh maju selanjutnya
orang-orang miskin yang pedang mereka mudah patah dan senjata mereka bermutu
rendah. Apa kalian berpikir akan mampu memasuki pintu gerbang kami? Sedangkan
kalian sangat bodoh? Sekarang berdamai saja dengan kami, yakni pergilah untuk
menyerang Raja Hiraqla sambil menaklukkan sejumlah negri yang akan kalian
lewati; sebagaimana yang telah kalian lakukan. Jangan melampaui batas! Karena
melampaui batas akan menjebak pelakunya! Kalau kalian membangkang kami akan
menyerang kalian besok pagi untuk menentukan mana di antara kita yang benar,
yang akan ditolong oleh Tuhan!.”
Seusai Abu
Ubaidah RA membaca surat Harbis, mengajak pasukan Muslimiin untuk bermusyawarah
mengenai langkah yang harus segera dilakukan. Musyawarah itu dihadiri seorang
lelaki tua berasal dari kota Khats’am (خثعم). Orang bernama Atha bin Amer Al-Khats’ami
(عطاء بن عمرو الخثعمي) itu, namanya masyhur, karena merupakan tokoh masyarakat yang
telah mengikuti hijrah awal. Dia yang telah berpengalaman memimpin berperang
ini, memiki pandangan cemerlang.
Dia berdiri
tegak karena telah menyimak pembacaan surat dari Harbis pada Abu Ubaidah. Dia
berkata, “Yang mulia, saya bersumpah demi Rasulillah SAW. [1] Dengarkanlah ucapanku yang akan bermanfaat untuk kebaikan
kaum Muslimiin. Semoga Allah memberiku petunjuk dalam berbicara ini.”
Abu Ubaidah
berkata, “Hai Aba Amer berkatalah! Kau orang yang dibutuhkan oleh kaum
Muslimiin.”
Atha bin Amer
yang panggilannya Aba Amer itu maju kedepan untuk berkata, “Semoga Allah
memberi kebaikan pada yang mulia. Sebetulnya mereka tahu bahwa tuan dan pasukan
tuan jauh lebih berbahaya daripada ribuan hamba-sahaya itu. Harbis juga sudah
tahu bahwa kau telah berhasil menaklukkan penduduk Balbek. Bahkan dia juga tahu
bahwa tuan akan mengepung kota ini. Untuk itulah dia telah mengumpulkan bahan
makan dan pakan binatang, maupun segala yang diperlukan. Bahkan kampung-kampung
di dalam kota sana, sudah mempersiapkan persediaan bahan makan untuk
bertahun-tahun. Maksudnya jika kita mengepung mereka akan memakan waktu yang
sangat panjang, sebagaimana ketika kita memerangi negri Damaskus. Menurutku
sebaiknya tuan bersiasat atas mereka, untuk mempercepat penaklukan kota ini, in
syaa Allah.”
Abu Ubidah
bertanya, “Bersiasat yang bagaimana hai Aba Amer?.”
Atha berkata,
“Sebaiknya tuan minta bantuan perbekalan dan pakan binatang pada mereka.
Katakan bahwa kita akan meninggalkan kota ini untuk memerangi penduduk
kota-kota selain ini. Kita akan kembali memerangi kota ini jika telah merampungkan
urusan kita. Ketika mereka telah sibuk dengan urusan mereka, dan berbekalan
mereka telah berkurang banyak; kita menyerbu mereka.”
Abu Ubaidah
berkata, “Kau telah benar! Saya akan melakukannya dengan berharap Allah memberi
petunjuk dan pertolongan.”
Abu Ubaidah
minta tinta dan lembaran berwarna putih untuk ditulisi jawaban:
بسم
الله الرحمن الرحيم
Adapun
selanjutnya: Saya memandang tawaranmu akan membuahkan perdamaian untuk kita
semua. Memang sejak dulu kami tidak senang menganiaya hamba Allah. Kau sendiri
tahu bahwa jumlah pasukan kami yang sangat banyak, membutuhkan bantuan bahan
makan untuk lima hari. Kau juga tahu bahwa jalan yang akan kami lewati sangat
jauh sekali. Dan semua kota yang akan kami serang dikelilingi beteng tebal dan
tinggi berpintu besi. Kami akan pergi dari sini untuk menyerang wilayah Syam
yang lain. Jika telah selesai kami akan kembali lagi ke sini. Untuk sementara
kita berdamai.”
Surat dilipat
lalu diberikan pada utusan Harbis, agar segera diberikan pada tujuan. Utusan
segera pergi meninggalkan tempat menuju istana Raja Harbis di dalam beteng yang
menjulang tinggi tebal sekali.
Dia diangakat
dengan tali agar bisa naik ke atas beteng yang tinggi. Lalu turun dan masuk
untuk menemui Raja Harbis di istananya. Harbis membaca surat dengan berbahagia
lalu mengumpulkan pejabat-pejabat tinggi kerajaan dan tokoh-tokoh agama. Dia
berbicara pada mereka, “Ketahuilah bahwa kaum Arab minta sumbangan bekal dan
bahan makan pada kalian untuk selanjutnya meninggalkan tempat. Mereka seperti
binatang buas, jika telah mendapatkan makanan pergi dengan puas. Mereka telah
kelaparan di negri kalian, jika telah kenyang pasti segera pergi meninggalkan
kalian.”
Mereka
menjawab, “Yang mulia, kami khawatir jika kita telah menyumbang; mereka
bersikeras tak mau pergi!.”
Raja Harbis
berkata, “Kita akan minta mereka berjanji: jika telah diberi agar segera
pergi.”
Mereka
memohon, “Sumpahlah mereka untuk itu.”
Harbis
perintah pada para rahib dan ulama Nashrani agar keluar dari beteng untuk
mendatangi dan menyumpah Abu Ubaidah: ‘jika telah diberi bahan makan dan pakan
binatang agar segera pergi’.
Di hari indah
itu; pintu gerbang Rostan (الرستن) dibuka lebar. Sejumlah utusan Raja
Harbis keluar untuk menjumpai dan menyumpah Abu Ubaidah: Jika bantuan telah
diterima agar segera pergi meninggalkan tempat. Jika telah menaklukkan
kota-kota lainnya, baru boleh kembali lagi ke Chims.
Abu Ubaidah
menjawab, “Janji ini akan kami lakukan dengan senang hati.”
Penduduk
Chims berbondong-bondong keluar untuk menyerahkan berbekalan, bahan makan, dan
pakan binatang, dalam jumlah banyak sekali. Kira-kira mencukupi kebutuhan makan
pasukan Muslimiin, hamba-sahaya dan binatang kendaraan mereka.
Abu Ubaidah
berkata, “Hai penduduk Chims! Bantuan kalian telah kami terima! Siapa saja yang
ingin menjual bahan makan dan pakan binatang kami masih mau membeli!.”
Mereka
berpikir lalu menjawab, “Ya,” setelah tahu maksudnya. Karena bahasa mereka
berbeda.
Abu Ubaidah
berteriak, “Belilah perbekalan dari mereka karena perjalanan yang akan kita
tempuh terlalu jauh!,” pada pasukannya.
Mereka
menjawab, “Yang mulia, dengan apa kita membeli? Dan bagaimana nanti kita
membawanya?.”
Ide Abu
Ubaidah dilontarkan, “Jarahan perang kalian dari Romawi berikan pada mereka agar
ditukar!.”
Chasan bin
Adi Al-Ghothofani (حسان بن عدي الغطفاني) berdoa, “Semoga Allah meringankan hisab-an
amal Abu Ubaidah RA; sebagaimana dia telah meringankan beban yang telah
memberatkan kami; berupa permadani mewah bernama Al-Busuth (البسط) dan Thonafis
(الطنافس).”
Barang-barang
mewah yang harganya saangat mahal itu, ditukarkan dengan perbekalan dan pakan
binatang. Kaum Chimsh berbahagia sekali karena selama tiga hari kaum Arab
menjual barang-barang mewah itu dengan harga sangat murah: banyak barang
berharga 20 dinar yang hanya dijual 2 dinar. Apa lagi setelah kaum Muslimiin
meninggalkan tempat; kebahagiaan kaum Chimsh sempurna.
[1]
Mungkin Atha bin Amer Al-Khats’ami tidak tahu bahwa nabi pernah
melarang bersumpah menggunakan selain Nama Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar