(Bagian ke-105 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Qasim maula
Hisyam bin Amer bin Utbah (قاسم
مولى هشام بن عمرو ابن عتبة)
tergolong veteran yang telah mengikuti Perang Penaklukan Kota-Kota Syam
semuanya. Dia menjelaskan, “Jumlah seluruh pasukan penyembah Salib yang dikirim
oleh Raja Hiraqla menuju kota Yarmuk adalah 600.000 pasukan berkuda.”
Teman Qasim
bernama Yunus bin Abdil-A’la (يونس
بن عبد الأعلى) menjelaskan
berbeda, “Jumlah seluruh pasukan selain dari Anthakiyah yang dikirim oleh Raja
Hiraqla menuju Yarmuk 700.000 pasukan berkuda.”
Rasyid bin
Sa’id Al-Chimyari (راشد بن سعيد
الحميري) yang mengikuti perang
Yarmuk sejak awal hingga akhir berkata, “Ketika pasukan Romawi berdatangan dari
jauh ke arah kami; saya mendaki gunung tinggi untuk melihat mereka dari puncak.
Di antara arak-arakan pasukan berkuda itu ada 20 panji besar yang
berkibar-kibar dan sejumlah Salib yang banyak."
Kota Yarmuk
akan segera dipadati lautan pasukan berkuda; Abu Ubaidah perintah pada Rumas (روماس) penguasa kota Bushro (بصرى) agar
memperkirakan jumlah pasukan lawan yang akan berdatangan. Sepertinya Rumas (روماس) ketakutan karena jumlah pasukan yang akan berdatangan terlalu
banyak. Walau begitu dia pergi selama sehari semalam untuk melaksanakan
perintah Abu Ubaidah.
Rumas (روماس) pulang dan dikerumuni pasukan Muslimiin yang telah
menunggu-nunggu. Rumas laporan pada Abu Ubaidah, “Yang mulia, beberapa orang
melaporkan ‘jumlah mereka semua 1.000.000 pasukan berkuda’. Saya tidak tahu
apakah berita itu dihembuskan agar kita ketakutan, ataukah memang betul sekian
jumlahnya.”
Abu Ubaidah
bertanya, “Hai Rumas! Pasukan yang berada di belakang tiap panji ada berapa?.”
Rumas (روماس) menjawab, “Yang mulia, di belakang tiap panji ada 50.000
pasukan berkuda.”[1]
Abu Ubaidah
RA bertakbir, “Allahu akbar! Berbahagialah! Kalian akan mendapat
pertolongan besar! Allah berfirman ‘kam min fiatin qaliilatin gholabat
fiatan katsiiratan bi idznillahi wallaahu ma’asshaabiriin’.”[2]
Artinya: Banyak golongan sedikit mengalahkan golongan banyak karena Idzin
Allah. Dan Allah menyertai orang-orang sabar.
Raja Hiraqla perintah agar Raja Mahan segera mempersiapkan pemberangkatan
pasukan yang suara mereka menggemuruh. Arak-arakan pasukan berkuda yang melaut
itu mengalir bersamaan bunyi terompet membahana yang keras panjang. Hiraqla
didampingi para pengawalnya menghantar mereka hingga pintu gerbang bernama
Persia (Faris/فارس). Yang ikut di dalam rombongan Raja Hiraqla hanya para
pengawalnya, Raja Mahan, Raja Qanathir, Raja Jarjir, Raja Dirjan, dan Raja Qurin.
Kepada Raja Qanathir, Raja Jarjir, Raja Dirjan, dan Raja Qurin, Hiraqla
berpesan, “Masing-masing kalian agar menggiring pasukannya melalui jalan yang
berbeda! Cepat segera berangkat!. Jika kalian telah bertemu pasukan Arab maka
pemegang komando adalah Mahan! Ini tidak boleh ditentang! Peperangan terakhir kita
dengan mereka adalah ini! Kalau mereka mengalahkan kalian, pasti kalian yang
masih hidup dikejar terus ke manapun kalian lari, untuk dibunuh. Setelah itu
harem-harem dan anak-anak kalian akan mereka perbudak. Oleh karena itu
semangatlah dalam memerangi mereka untuk membela agama dan syari’at kalian.”
Raja Qanathir menggiring arak-arakan pasukan berkudanya yang panjang sekali
melewati dua jalan; Jalan Jabalah dan Jalan Ladziqiyah (اللاذقية).
Raja Jarjir menggiring arak-arakan pasukan berkuda yang derap kaki mereka
membahana, melalui Jalan Jadatul-Udlma (الجادة العظمى) kawasan Iraq.
Pasukan berkuda Raja Qurin mengalir bagai sungai yang panjang sekali,
digiring melalui Jalan Chalb (حلب) dan Jalan Chamah (حماة).
Raja Dirjan menggiring pasukan berkudanya melaui negri Awashim (العواصم).
Panglima perang mereka bernama Raja Mahan, menggiring pasukannya di barisan
paling belakang. Sejumlah pasukan Raja Mahan yang berada di barisan depan
membuat kerusakan di kota-kota dan negri-negri yang dilalui. Mereka memaksa penduduk
agar menyerahkan pakan binatang dan melakukan sejumlah penganiayaan. Penduduk
yang takut dan teraniaya mendoakan jelek pada mereka, “Semoga kalian tidak
diselamatkan oleh Tuhan.”
Dengan takjub penghuni bumi di sepanjang jalan yang dilalui menonton
arak-arakan pasukan berkuda melaut, mengalir menakutkan. Sesekali Raja Jabalah
pemimpin Nashrani Arab Ghasan, Lakhm, dan Judzam, mundur untuk mendekati Raja
Mahan sang Panglima Besar.
Sejumlah mata-mata Abu Ubaidah bergerak untuk mengamati pasukan berkuda
Raja Hiraqla. Kaum dzimi (taklukan) yang menjadi mata-mata itu bertugas
segera melaporakan kekuatan pasukan lawan pada Abu Ubaidah. Ketika mata-mata
sampai kota Syairaz, terkejut melihat pasukan Romawi berjumlah banyak sekali,
mengalir tak henti-henti. Para mata-mata memacu kuda menuju Chimsh, untuk
menyampaikan laporan pada Abu Ubaidah.
Sejumlah orang menjelaskan, “Abu Ubaidah dan pasukannya telah meninggalkan
kota. Setelah menaklukkan Chimsh, Abu Ubaidah menunjuk orang, agar menarik
hasil bumi dari penduduk. Dia juga perintah pada sejumlah pejabat Chimsh agar
membantu tugas; menarik hasil bumi dari rakyat, untuk umat Islam.”
Para mata-mata memacu kuda menuju kota Jabiyah (الجابية) untuk menyampaikan laporan pada Abu Ubaidah.
Mereka melaporkan, “Jumlah pasukan berkuda Romawi banyak sekali bagai lautan.”
Abu Ubaidah mendengarkan laporan lalu membaca, “Laa chaula wa laa
quwwata illaa bi Allah Al-Aliyyil-Adliim.”[3]
Artinya: Tiada upaya dan kekuatan sama sekali, keculi karena Allah yang
Maha Tinggi Maha Agung.
Malam itu Abu Ubaidah kelihatan gusar karena mengkhawatirkan keselamatan
pasukannya. Ketika suara adzan telah dikumandangkan bersamaan menyingsingnya
fajar; Abu Ubaidah mengimami shalat subuh berjamaah. Setelah mengakhiri
shalatnya dengan bacaan salam, berpesan, “Jamaah jangan pergi dulu sebelum
mendengar pesan saya!.”
Abu Ubaidah berdiri untuk menyampaikan khutbah. Khutbah dimulai dengan
memuji dan menyanjung Allah, lalu menjelaskan kebesaran nabi SAW, dan mendoakan
rahmat untuk Abu Bakr Asshiddiq RA. Lalu memanjatkan doa agar Muslimiin deberi
pertolongan oleh Allah. Inti khutbah, “Hai Muslimiin semuanya! Semoga Allah
merahmati kalian! Ketahuilah bahwa Allah akan segera memberi ujian pada kalian
dengan ujian yang baik. Selanjutnya Allah akan mengamati bagaimana kalian
menyelesaikan ujian ini nanti. Ujian-iman ini diberikan pada kalian dalam
rangka menunjukkan kebenaran Janji-Nya. Dilah yang telah menolong kalian di
beberapa tempat yang banyak. Ketahuilah bahwa mata-mata saya telah melaporkan
‘sungguh Hiraqla telah minta bala bantuan pada raja-raja musyrik untuk
memerangi kita. Hiraqla telah memberangkatkan bala bantuan itu agar segera
menyerbu kita. Mereka dilengkapi perbekalan dan persenjataannya. Yuriiduuna
liyuthfi’uu Nuura Allaahi bi afwaahihim wa Allaahu Mutimmu Nuuri-Hii walau
karihal kaafiruun.[4] Ketahuilah bahwa pasukan lawan
telah berjalan kemari melalui beberapa jalan yang berbeda. Hiraqla perintah
agar mereka mengepung untuk menghabisi kita yang disertai oleh Allah ini.
Ketahuilah bahwa sebanyak apapun kalau telah dihinakan Allah, berarti hanya sedikit;
sedikit apapun kalau disertai oleh Allah, berarti banyak. Saya bertanya sebaiknya
apa yang harus kita lakukan?! Semoga Allah menyayang kalian’.”
Abu Ubaidah perintah seorang mata-mata, “Berdirilah untuk menyampaikan yang
telah kau saksikan mengenai pasukan yang dikirim oleh Hiraqla pada mereka
ini!.”
Penjelasan mata-mata disimak dengan serius oleh seluruh Majlis. Penjelasan
yang panjang lebar mengenai jumlah pasukan, perbekalan, dan persenjataan lawan,
membuat pasukan Muslimiin lemas dan ketakutan. Mereka hanya menoleh pada kawan
di sampingnya karena kesulitan berbicara. Pertanyaan Abu Ubaidah mengejutkan,
“Kenapa semuanya diam tidak menjawab?! Semoga Allah menyayang kalian, usullah
untuk musyawarah ini! Sungguh Allah telah berfirman pada Nabi-Nya SAW ‘wa
syaawirhum fil amri fa idzaa azamta fatawakkal alaa Allah’.”[5]
Di bawah pimpinan panglima, kaum Muslimiin bermusyawarah dengan perasaan
tegang. Seorang penduduk Sabaq menyampaikan pandangan, “Yang mulia! Kedudukan
tuan sangat agung, sampai-sampai ada ayat Al-Qur’an yang turun karena tuan.
Tuan pula yang pernah dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai kepercayaan ini
umat: ‘Semua umat memiliki orang kepercayaan, sedangkan kepercayaan ini umat
adalah Abu Ubaidah Amir bin Jarrach RA’. Tuanlah yang lebih berhak menentukan
kebijakan untuk kebaikan ini umat.”
Abu Ubaidah menjawab, “Sebetulnya saya hanyalah seperti kalian. Kita
sama-sama boleh menentukan kebijakan; sedangkan yang memberi taufiq
adalah Allah.”
Seorang lelaki dari Yaman berdiri dan mendekat untuk berkata, “Yang mulia!
Saya mengusulkan agar tuan pergi meninggalkan tempat ini menuju ceruk jurang di
Wadil-Qura (وادي القرى) agar mendekati kota Madinah! Agar jika bala bantuan dari
Khalifah Umar bin Khatthab RA datang, bisa segera bergabung dengan kita. Kita
menyerang jika mereka mencari kita.”
Orang-orang yang menyetujui usulan itu telah berdiri untuk meninggalkan
tempat; Abu Ubaidah perintah, “Duduk dulu! Semoga Allah menyayang kalian.
Kalian telah menyumbangkan pendapat. Kalau saya bergerak ke tempat yang kalian
katakan, pasti Umar bin Khatthab RA menegur saya ‘kenapa kota yang telah
diberikan oleh Allah melalui perjuangan kalian justru kalian tinggalkan?. Itu
berarti kalian telah kalah siasat?.”
Abu Ubaidah RA berkata lagi, “Silahkan yang lain mengajukan usulan, semoga
Allah menyayang kalian!.”
Qais bin Hubairah Al-Muradi (قيس بن هبيرة المرادي) berdiri untuk berkata, “Yang mulia! Kalau
kita meninggalkan Syam untuk mendekati kota Madinah; justru Allah takkan
membuat kita selamat. Bagaimana mungkin kita meninggalkan sungai-sungai yang
airnya melimpah, persawahan, kebun anggur, tumpukan emas dan perak, dan sutra
Dibaj, lalu berpindah ke kota Chijaz (الحجاز) yang gersang?. Di kota Chijaz (الحجاز)
makanan kita hanyalah roti dari gandum dan busana kita hanya dari bulu; di sini
kehidupan kita sangat nyaman. Kalau dalam peperangan ini kita kalah, justru
akan mendapatkan kenikmatan surga yang melebihi kenikmatan dunia.”
Abu Ubaidah berkata, “Demi Allah Qais bin Hubairah telah mengucapkan
kebenaran.”
Hampir semua pasukan Muslimiin mengamati Abu Ubaidah dan Qais.
Beliau berkata lagi, “Hai Muslimiin semuanya! Masyak kalian justru akan
kembali lagi menuju kota Chijaz dan Madinah? Dan akan meninggalkan rumah-rumah
mewah, kastil-kastil, taman-taman, sungai-sungai, makanan yang lezat, tumpukan
emas dan perak, untuk kaum kafir?. Kalau pun kita mati terbunuh, justru akan
masuk ke dalam negri yang abadi yang makanannya jauh lebih lezat. Pendapat Qais
bin Hubairah benar, kita tidak akan meninggalkan tempat ini, hingga Allah
menentukan antara kita. Dialah sebaik-baiknya para hakim.”
Qais bin Hubairah bangkit dan berkata, “Allah telah membuat ucapan tuan
benar wahai yang mulia! Semoga Dia memperkokoh kekuasaan tuan, jangan
meninggalkan tempat ini! Bertawakkallah pada Allah, perangilah musuh-musuh
Allah! Jika kitak tak berhasil meraih kemenangan duniawi; kita justru akan
meraih pahala surgawi.”[6]
Beberapa mata kaum Muslimin meneteskan air-mata karena terharu pada kesemangatan
Qais yang berapi-api.
[1] Penjelasan
tiga orang di atas mengenai jumlah pasukan yang dikirim oleh Raja Hiraqla, yang
saya anggap benar adalah pendapat Rumas dan Abu Ubaidah: 1.000.000 pasukan
berkuda, dengan alasan yang loghis dan Abu Ubaidah adalah kepercayaan ini umat.
[2] {كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ
غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ}
[البقرة: 249].
[3] لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.
[4] {يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ
اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ}
[الصف:8]. Artinya: Mereka
bertujuan ingin memadamkan Nur Allah, padahal Allah akan menyempurnakan Nur-Nya,
walaupun orang-orang kafir benci.
[5] {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ} [آل عمران: 159].
Artinya: Dan
ajaklah mereka bermusyawarah mengenai perkara, namun jika kau telah mengambil
keputusan maka bertawakkallah pada Allah.
[6] Bagi yang
memiliki kitab Futuchus-Syam silahkan disimak. Futuchus-Syam yang di
Maktabatus-Syamilah di: فتوح الشام - (1 / 153).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar