(Bagian ke-84 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Harbis menata dan perintah pada barisan pasukan agar maju menyerang. Abu Ubaidah juga perintah pasukannya agar melawan, “Hai semuanya! Semoga Allah menyayang kalian! Ketahuilah bahwa Allah akan menolong kalian hingga kebanyakan kaum ini akan berlari! Kota yang penduduknya kita lawan ini berada di pertengahan kota-kota yang telah kita taklukkan. Penduduknya telah mempersiapkan peperangan ini dengan perbekalan dan memperbanyak pasukan! Kalian jangan grogi! Lawanlah mereka! Seranglah musuh-musuh agama! Dan tolonglah Allah! Agar Allah menolong kalian! Ketahuilah bahwa Allah menyertai kalian.”
Abu Ubidah maju; pasukannya juga maju untuk menyerang. Serangan sengit yang membabi-buta itu membuat Harbis dan pasukannya berlari cepat memasuki beteng. Si bathriq yang lari pulang itu, diikuti kaumnya. Darah bercucuran dari tujuh luka parah yang menimpa Harbis.
Seorang bathriq bertanya, “Mana jarahan perang dari kaum Arab?.”
Harbis menjawab, “Semoga kau dipermalukan oleh Al-Masih! Kau menghina ya? Pasukanku telah berjuang mati-matian! Saya sendiri luka parah, justru dihina?.”
Sang bathriq menjawab, “Bukankah telah saya katakan ‘kalau berani melawan mereka pasti akan kalah?’.”
Abu Ubaidah menggiring pasukannya menuju kota Balbek (Balabak/ بعلبك).[1] Dari jauh kota itu, kelihatan agung dan megah. Tembok penghalangnya tebal lebar tinggi dan bagus. Pasukan Abu Ubaidah terhlang pintu-pintu gerbang yang ditutup. Penduduk Balbek mengumpulkan harta dan ternak mereka di tengah kota. Beberapa Muslimiin ada yang bisa melihat jumlah binatang ternak mereka sangat banyak. Kota Balbek (Balabak/ بعلبك) itu walau di musim kemarau rasanya tetap dingin.
Abu Ubaidah berkata pada para sahabat nabi, “Bagaimana pendapat kalian?.” Walau awalnya celoteh mereka berbeda tetapi akhirnya sama: mengepung penduduk Balbek. Mu’adz bin Jabal (معاذ بن جبل) RA berkata, “Semuga Allah berbuat baik padamu wahai pimpinan, saya tahu bahwa sungguh di dalam beteng ini penduduk Balbek berjumlah banyak sekali. Mereka tidak nyaman karena berjumlah terlalu banyak, kalau kita kepung terus Allah akan memberi kita kemenangan.”
Abu Ubaidah berkata, “Dari mana kau tahu bahwa beteng itu tidak mampu menampung mereka?.”
Mu’adz bin Jabal (معاذ بن جبل) menjawab, “Saya termasuk yang pertama kali datang kemari. Saya menyaksikan mereka lari terbirit-birit bagai banjir mengalir memasuki beteng melaui semua pintu gerbang. Beteng ini dipenuhi oleh penduduk Sawad, Al-Qura, dan binatang ternak. Dengarkanlah dengan seksama suara mereka di balik beteng menggemuruh bagaikan hujan lebat karena jumlah mereka banyak sekali.”
Abu Ubidah berkata, “Kau benar hai Mu’adz, demi Allah saya telah tahu kau orang yang dibarokahi dan yang pandangannya jitu.”
Malam itu pasukan Muslimiin berjaga-jaga. Paginya Abu Ubaidah mengirim surat untuk penduduk Balbek:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrach pimpinan pasukan Muslimiin di Syam, untuk penduduk Balbek yang membandel. Adapun selanjutnya: Sungguh Allah SWT pemilik segala pujian, telah menjayakan agama dan kekasih-kekasih-Nya yang beriman, untuk menaklukkan orang-orang kafir. Bahkan telah memberikan kota-kota untuk mereka; untuk merendahkan orang-orang yang berbuat kerusakan. Surat saya ini sebagai alasan yang harus disampikan pada orang-orang dewasa maupun anak-anak remaja. Setahu kami; dalam agama kami tidak ada penganiayaan. Kami takkan memerangi kalian sehingga tahu kedaan kalian. Kalau kalian mau memohon damai dan mohon selamat seperti penduduk kota lainnya, kami akan mengabulkan. Naum jika kalian memilih hina dengan membandel, kami akan menindak keras. Kami berdoa semoga Allah menolong kami memerangi kalian. Cepat jawablah suratku! Semoga keselamatan mengayomi orang yang mengikuti petunjuk. {إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَى مَنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى} [طه:48].”[2]
Abu Ubaidah melipat surat untuk deberikan pada seorang Nashrani yang diperintah agar mengirimkannya ke Balbek, dan agar segera kembali membawa jawaban. Lelaki itu menerima surat, lalu pergi untuk mendekati pintu beteng Balbek, untuk berbicara, “Saya diutus orang-orang Arab untuk menyerahkan surat ini pada kalian.”
Tali dari atas beteng diturunkan, untuk mengangkat lelaki pembawa surat. Lelaki itu mengikat dirinya dengan tali agar diangakat ke atas beteng, oleh sejumlah lelaki di atas. Dia lalu pergi menuju Bathriq Harbis penguasa mereka. Harbis mengumpulkan pejabat militer untuk membacakan surat Abu Ubaidah RA. Setelah surat dibaca, mereka terkejut oleh pertanyaan Harbis, “Berilah saya masukan apa yang seharusnya kita lakukan?.”
Seorang bathriq yang akrab dengan Harbis berbicara, “Saya berpendapat sebaiknya jangan memerangi kaum Arab! Kita takkan mampu melawan mereka! Kalau kita berdamai dengan mereka justru kita akan aman sebagaimana penduduk Arakah, Tadmur, Chauran, Bushro, dan Damaskus! Kalau kita membangkang; mereka akan menyerang, untuk membunuh kaum lelaki dan memperbudak, dan menawan wanita kita. Damai lebih baik daripada perang.”
Mereka terkejut oleh bentakan Harbis, “Semoga Al-Masih tidak memberimu rahmat! Sejak dulu kau adalah lelaki paling penakut! Matilah kau! Bagaimana mungkin kita menyerahan kota ini pada kaum Arab? Padahal kau tahu mereka itu musuh yang memerangi kita? Saya belum melawan mereka karena sedang bersiasat. Sepertinya ini waktunya kita akan mendapat kemenangan. Kalau saya telah mengamuk; mereka pasti akan berlari ketakutan!.”
Artinya: Sungguh telah diwahyukan pada kami bahwa siksaan benar-benat menimpa orang yang mendustakan dan berpaling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar