Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/06/24

KW 85: Singgasananya

(Bagian ke-85 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Sang bathriq berkata pada Harbis, “Ketika itu barisan kiri dan tengah dari pasukan kita takut pada kau, sehingga mereka tetap saja menyerang pasukan Muslimiin. Tapi akhirnya dua barisan itu berselisih pendapat dan berdebat, hingga akhirnya menjadi dua golongan. Ada yang ingin berdamai; ada yang bertahan untuk melawan kaum Muslimiin, kan?.”

Harbis marah dan merobek surat Abu Ubaidah lalu membuangnya, lalu perintah pelayan-pelayannya agar lelaki penghantar surat itu diturunkan dengan tali agar keluar dari beteng.
Setelah sampai keluar beteng, lelaki itu menjumpai Abu Ubaidah RA, untuk melaporkan jawaban Harbis dan tanggapan para pejabat Balbek. Dia menambahkan, “Wahai pemimpin! Kebanyakan mereka ingin melawan pasukan tuan.”
Abu Ubaidah perintah pada pasukan Muslimiin, “Seranglah mereka! Ketahuilah kota ini berada di pertengahan wilayah kalian. Kalau tidak segera ditaklukkan akan membahayakan, karena bisa menghasud kaum-kaum yang telah kita taklukkan; jalur perjalanan kalian jadi tidak aman.”  
Para sahabat Rasulillah bergerak mempersiapkan peralatan perang untuk bertempur. Mereka bergerak mendekati beteng; penghuni beteng menyerang mereka dengan anak panah dan batu-batuan, dari dalam.
Luka-luka Harbis masih dibalut kain. Dia membawa pedang berbaju perang mengeluarkan singgasananya dari balairung ke sebuah taman yang berada di wilayah Namlah. Dia mengenakan mahkota bersalib dari jauhari, dikelilingi sejumlah bathriq berkalung Salib emas dan jauhari, membawa perisai berlapis emas dan busur serta seikat anak panah.
Pengepungan oleh pasukan Muslimiin diperketat; anak panah yang melesat dari dalam beteng banyak sekali bagaikan hujan. Sejumlah pasukan Muslimiin yang tidak membawa perisai, terkena anak panah.
Sejumlah lelaki berjatuhan dari atas beteng. Di antara mereka ada yang didatangi seorang Muslim untuk dibunuh. Orang yang telah ditangkap itu berkata, “Ampun, ampun.”
Tangkapan itu sama terkejut ketika digertak, “Kalian dijamin selamat! Tapi siapa yang menjatuhkan kalian dari atas beteng?.”
Seorang lelaki itu menjawab dengan bahasa Romawi, sehingga yang menangkap tidak memahami. Amir bin Waheb (عامر ابن وهب) membawa lelaki itu ke tenda Abu Ubaidah untuk memohon, “Ya yang mulia, carikan orang yang bisa berbahasa Romawi. Kaum orang ini saling melempar,”
Abu Ubaidah perintah pada para penerjemah, “Cek dan laporkan pada kami tentang orang ini! Kenapa kaumnya saling melempar?.”
Beberapa penerjemah berkata, “Hai orang celaka! Kami telah menjamin kau selamat! Sekarang jujurlah pada kami! Katakan kenapa sebagian kalian melempar pada sebagian?.”
Dia menjawab, “Sebetulnya bukannya saling melempar, tetapi memang kami adalah penduduk Al-Qura. Kami berlari memasuki beteng untuk berlindung ketika mengetahui kalian datang kemari, karena kami tahu di dalam beteng banyak pasukan. Karena beteng telah penuh, sebagian kami bertempat di beberapa jalan; yang lain di bawah beteng. Ketika kalian menyerang kaum yang di dalam beteng, pasukan tempur mereka maju hingga kami terinjak-injak dan tertabrak oleh mereka. Ketika mereka kualahan melawan serangan kalian; mereka menjatuhkan kami dari atas beteng.”
Abu Ubaidah tersenyum dan berkata, “Saya berharap semoga Allah menjadikan mereka sebagai tawanan kita.”   

Perang berkecamuk dengan sengit, suaranya riuh menggemuruh. Pasukan Muslimiin tidak mampu mendekati beteng karena bebatuan dan anak panah melesat bertubi-tubi. Di hari pertama dari serangan itu, kaum Muslimiin yang terluka berjumlah duabelas orang; pasukan Romawi dan penduduk sipil yang tewas di atas beteng sangat banyak. 
Malam itu pasukan Muslimiin pulang menuju tenda-tenda untuk menyalakan api unggun, karena udara sangat dingin. Yang lain berjaga pada beberapa sudut. Ketika fajar menyingsing; adzan dialunkan di udara; kaum Muslimiin berwudhu untuk melakukan shalat subuh.
Seusai salat subuh, muadzin diperintah oleh Abu Ubaidah agar menyerukan, “Sebelum kita menyerbu kesana diharuskan pulang ke tenda untuk memasak dan makan sarapan! Agar tenaga kaian kuat ketika berperang!.”
Pagi itu tidak seperti biasanya, hari telah siang; pasukan Muslimiin belum juga muncul untuk menyerang. Penghuni beteng Balbek lega dan mengira pasukan Muslimiin telah lelah dan ketakutan menghadapi mereka. Harbis berteriak, “Semua pasukan agar digerakkan untuk menyerang! Semoga kalian dibarokahi oleh Al-Masih!.”
Para komandan menggerakkan pasukan agar mereka keluar dari pintu-pintu gerbang, untuk menyerang pasukan Muslimiin. Pintu-pintu gerbang dibuka dan pasukan Balbek berjejal-jejal keluar untuk menyerbu pasukan Muslimiin. Ribuan pasukan lawan mengalir mendekati tenda-tenda Muslimiin; kaum Muslimiin sedang asyik memasak dan sarapan pagi. Teriakan seorang Muslim mengejutkan, “Hai pasukan Allah! Segeralah menaiki kuda kalian untuk berjihad! Mumpung mereka belum menyerang kalian!.”
Seorang Muslim bernama Chamdan bin Usaid sedang membuat roti untuk dimakan, terkejut oleh teriakan, “Ayo segera berangkat!.”
Chamdan memasukkan roti ke mulut lalu bergegas mengendari kuda yang belum berpelana. Chamdan memacu kuda mengikuti pasukan lainnya melawan musuh yang datang melaut dari beteng Balbek. Chamdan mengamuk dengan pedang hingga orang-orang Balbek berguguran; yang lain berlari menjauh ketakutan.
Di sisi lain, Abu Ubaidah mendirikan panjinya yang kemudian dikepung pasukan Muslimiin. Abu Ubaidah berteriak, “Hari ini hari yang keistimewaannya takkan ada yang membandingi! Ayo serbu terus!.”
Sejumlah pasukan Balbek ada yang serangannya sangat ganas. Abu Ubaidah dan pasukanya mengepung mereka dari segala penjuru. Pasukan elit yang mendampingi Abu Ubaidah: Amer bin Ma’dikarib, Abdur Rohman bin Abi Bakr, Rabi’ah bin Amir, Malik bin Asytar, Dhirar bin Al-Azwar, Dzu Kala (ذو الكلاع). Mereka itulah yang serangannya dahsyat sekali, membuat pasukan Balbek berlarian kalang-kabut, memasuki pintu-pintu gerbang. Pasukan Muslimiin mengejar; namun pintu-pintu gerbang telah ditutup rapat.
Pasukan Muslimiin kembali pada tenda-tenda penginapan, untuk menyalakan api unggun, dan mengubur Muslimiin yang sama gugur sebagai syuhada. Sejumlah tokoh Muslimiin menghadap Abu Ubaidah untuk berkata, “Wahai pimpinan, pandangan dan kebijakan yang telah kau putuskan semoga mendatangkan rahmat.”
Abu Ubaidah menjawab, “Pendapat saya selanjutnya mundurlah dari tempat ini sejauh satu Farsakh! Untuk menyusun siasat dan memastikan keamanan tawanan wanita kita! Sebagai upaya mencari pertolongan dari Allah.”  
Abu Ubaidah memanggil Sa’id bin Zaid bin Amer (سعيد بن زيد بن عمرو) untuk diberi panji, dan disuruh memimpin 500 pasukan berkuda, dan 300 pasukan berjalan kaki. Mereka diperintah agar memerangi kaum Balbek melalui jurang, untuk mengecoh musuh.
Lalu Abu Ubaidah memanggil dan menyerahkan panji, dan perintah pada Dhirar bin Al-Azwar, agar memimpin 500 pasukan berkuda dan 100 pasukan berjalan kaki. Mereka diperintah agar menyerang dari pintu gerbang yang ke arah kota Syam. Dia berpesan, “Hai putra Azwar! Tunjukkan keberanianmu pada pada cucu-cucu Ashfar! (Yakni pasukan Balbek).”           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar