Amer berkata, “Nama saya Amer. Kami tergolong kaum Arab yang mulia.”
Filasthin berkata, “Ya Amer, berarti kita masih kerabat, kita tidak baik jika berperang.”
Filasthin berkata, “Ya Amer, berarti kita masih kerabat, kita tidak baik jika berperang.”
Amer menjawab, “Memang kita dari keturunan yang sama,
dan agama kakek kita juga sama. Tapi kami kaum Arab dan kalian kaum Romawi.”
Filasthin berkata, “Ya Amer, kakek kita Adam AS, Nuh
AS, Ibrahim AS, Ishu bin Ischaq. Ischaq saudara Ismail, putra
Ibrahim AS. Perkelahian antar saudara tidaklah baik, sebaiknya kita justru
saling menolong.”
Amer menjawab, “Memang ucapanmu benar, Ishu dan kami
satu keturunan, kakek kami Nabi Isma’il AS. Namun ketika murka pada putranya
bernama Cham (حام), Nabi Nuch AS pernah membagi bumi untuk tiga putranya. Nuch AS juga memberi tahu para putranya bahwa, keturunan Cham nantinya akan berperang hingga suatu
zaman, untuk memperebutkan tanah. Dan tanah yang kalian
tempati ini bukanlah milik kalian, tanah ini dulunya milik kaum Amaliqah (العَمالِقة).
Karena Nuch AS membagi bumi menjadi tiga: untuk Sam, Cham, dan Yafits (يافِثُ):
Namun
menurut Allah ‘Sungguh bumi ini hakikinya milik Allah, akan diwariskan pada
orang yang dikehendaki dari HambaNya. Dan buah kemenangan akan diperuntukkan secara khusus
pada kaum Taqwa’.
[1] Kami datang kemari untuk
menarik milik kami yang kalian kuasai, berupa kota-kota dan sungai-sungai.
Kami telah lama menderita di tanah gersang yang banyak duri dan
bebatuannya.”
Filasthin marah, wajahnya memerah. Dan berkata,
“Pembagian wilayah telah berlangsung pada zaman dahulu. Jika kalian akan
merebut wilayah ini, justru berarti kalian jahat. Kakek kami dulu tidak berniat
mengusir kalian, tetapi kalian terusir karena
peperangan
besar.”
Amer membentak, “Ya raja! Kau sendiri yang berkata
bahwa peperangan besar yang memaksa kami tersingkir karena kemenangan kalian.
Sekarang kami yang hidup menderita dengan makanan sederhana, juga akan
memerangi kalian yang makanannya lezat. Kami takkan berhenti memerangi, hingga kalian lepaskan negeri yang
kalian tempati, untuk kami. Agar kalian menjadi bawahan kami, agar
kami bisa berteduh di bawah pohon tinggi yang bercabang-cabang dan berbuah
lebat. Kalau kalian bersikeras, pasukan kami pasukan yang lebih senang
berperang mengalahkan senangnya kalian ingin hidup dalam kebahagiaan.”
Untaian kalimat itu, di telinga
Filasthin bagaikan petir yang meledak bertubi-tubi. Kemarahannya yang memuncak
membuat tubuhnya bergetar. Pasukan yang menunggu-nunggu jawaban, terperangah, setelah Filasthin memandang mereka dan berkata,
“Sungguh orang Arab ini benar. Demi Gereja-Gereja dan yang dikurbankan. Demi
Al-Masich dan Salib-salib. Kita takkan mampu melawan mereka.”
Filasthin dan pasukannya mengamati Amer berkata, “Ya
bangsa Romawi! Sungguh Allah telah mendekatkan kalian pada yang kalian cari.
Masuklah pada agama Islam! Karena agama Islam Pilihan
Allah.”
Setelah diam, Filasthin berkata, “Ya Amer, kami takkan
memisahi agama kami yang ditetapi oleh kakek-kakek kami.”
Amer menjawab, “Kalau begitu kau dan kaummu agar
menyerahkan pajak pada kami, dengan hina.”
Filasthin berkata, “Saya takkan membayar pajak pada
kalian, karena rakyat saya pasti tidak akan mau. Dulu ayah saya juga pernah
akan menyerahkan pajak pada kaum Arab, tapi justru akan dibunuh oleh
rakyat melalui perwakilan para bathriq.”
Amer berkata, “Yang pasti saya telah melaksanakan
perintah mengajak Islam pada kalian. Jalan yang harus kita tempuh selanjutnya, bertempur.
Allah telah tahu bahwa saya telah mengajak kalian pada Jalan Selamat, namun kalian sendiri yang membandel. Dulu
kakek kalian bernama Ishu juga menentang ibunya, sehingga
keluar dari rahim mendahului kakaknya bernama Nabi Ya’qub AS. Kalian mengatakan
kita satu keturunan, padahal kami lepas dari kalian menuju Allah, karena kalian kufur pada Yang Maha Sayang. Kalian keturunan Ishu bin Ischaq AS, dan kami
keturunan Isma’il bin Ibrahim AS. Allah telah mengangkat nabi kami SAW dari
sebaik-baik nasab, sejak Nabi Adam AS. Allah telah menjadikan keturunan
Isma’il sebaik-baik kaum yang berbahasa Arab. Sedangkan Ischaq AS menggunakan
bahasa ayahnya. Lalu Allah menjadikan kaum Kinanah, Sebaik-baik kaum. Lalu Allah
menjadikan kaum Quraisy sebagai kaum yang terbaik. Dari kaum Quraisy itu, yang paling baik keluarga Hasyim. Keluarga besar Hasyim
yang paling pilihan, keturunan Abdul-Muthallib. Dari keluarga
Muthallib itulah lahir nabi kami, bernama
Muhammad SAW, yang diberi Wahyu sebagai Rasul, oleh Jibril AS. Jibril AS pernah berkata pada nabi
SAW ‘saya telah mengelilingi bumi mulai timur hingga barat. Ternyata tak ada
orang yang lebih utama daripada kau’.”
Aneh sekali; ketika Amer menjelaskan tentang Nabi Muhammad SAW, tubuh mereka melentur dan kelihatan takut, terutama Filasthin. Bahkan Filasthin berkata, “Kau betul, semua nabi pasti diutus dari keluarga yang terbaik dari kaumnya.” Lalu bertanya, “Hai Amer! Apa di antara pasukanmu ada yang berbicaranya mudah dipahami dan tangkas di dalam menjawab pertanyaan?.”
Amer menjawab, “Saya lebih senang membawa pasukan saya
kemari untuk memaksa kau agar tunduk padaku.” Lalu bergerak cepat mendekat
untuk mengendarai kudanya, yang segera membawa lari
meninggalkan tempat.
Ucapan, “Al-Hamdu lillah,” dari pasukan Muslimiin yang menunggu kedatangan Amer menggemuruh. Karena bersyukur atas kedatangan dan keselamatan pimpinan mereka.
Malam itu mereka berkumpul untuk mendengarkan Amer
bercerita tentang Pembicaraannya dengan
Filasthin.
Seusai mengimami shalat subuh, Amer menyiapkan
pasukan untuk bertempur, melawan pasukan Romawi di bawah
pimpinan Raja Filasthin. Tenda-tenda kaum Muslimiin kosong, karena
penghuninya telah berkumpul dan berbaris di atas kuda.
Seri sebelumnya, klik di sini
[1] إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ [الأعراف/128].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar