Arak-arakan Muslimiilan memasuki wilayah subur yang banyak pepohonan dan berair melimpah. Tetapi hutan sebelumnya lebih subur. Dalam perjalanan panjang itu, mereka tak menemukan seorangpun. Wilayah itu ditinggalkan oleh penduduk, karenatakut oleh mereka, yang derap kaki kuda mereka membahana.
Di hari kelima angin-angin bertsabih, Allah berfirman tentang itu:
“Langit tujuh, bumi, dan yang di dalamnya, bertasbih padaNya. Tiada sesutupun kecuali bertasbih dengan PujianNya, tetapi kalian tidak paham tasbih mereka. Sungguh Dia Maha Penyantun Maha Pengampun.” [1]
Nun jauh di sana, tampak sebuah kota yang makin lama makin dekat. Setelah dimasuki, ternyata semua penduduk kota itu pergi. Yang ada hanya suara ayam berlarian berkokok dan berkotek; beberapa kambing mengembik. Setelah diteliti dengan cermat, memang penduduknya pergi, menyelamatkan diri.
Mereka terkejut oleh teriakan Maisarah, “Hati-hati! Penduduknya kabur.”
Harta di dalam kota itu dijarah. Ada
yang mengambil makanan, ada yang mengambil pakaian, ada lagi yang mengambil
selain itu.
Damis mengambil tiga pakaian dan ditanya, “Apa ini?.”
Damis mengambil tiga pakaian dan ditanya, “Apa ini?.”
Dia menjawab, “Agar hangat, dan untuk
kenang-kenangan pernah kesini.”
Kota besar itu, kini ramai oleh pasukan Muslimiin yang menjarah bahan makan, pakan kuda, dan lainnya, yang bermanfaat. Lalu mereka meninggalkan tempat menuju hutan sangat luas bernama Qabail (القبائل).
Di hutan, kuda-kuda mereka berbahagia,
karena banyak rumput hijau. Mereka istirahat di situ, sementara kuda mereka
ditambatkan pada pohon, agar berpesta rerumputan. Maisarah sangat ingin pulang
ke Chalab (Aleppo) karena Abu Ubaidah berpesan, “Jangan pergi terlalu lama! Dan
waspadalah!.”
Maisarah terkejut oleh datangnya seorang berkuda membawa tawanan. Dan bertanya, “Kenapa orang ini kau tangkap?.”
Lelaki berkuda itu menjawab, “Yang
mulia, saya melihat dia terkadang nongol, terkadang bersembunyi, hingga saya
tangkap. Ini saya serahkan pada yang mulia.”
Seorang dzimmi datang untuk bertanya
pada tawanan itu. Hanya pebicarannya berlangsung lama. Kaum Muslimiin mengamati
dan mendengarkan pembicaraan mereka berdua serius. Maisarah membentak, “Ini
berbicara apa?” hingga sama terkejut.
Lelaki dzimmi melaporkan, “Yang
mulia, orang ini mengatakan setelah Raja Hiraqla naik perahu menuju
Qusthanthiniyah (قسطنطينية /Constantinople). Di sana dia mengumpulkan
pasukannya yang berlari, untuk menyerang kita. Namun dia mendengar berita bahwa
Anthakiyah (أنطاكية /Antioch) telah diserahkan pada kaum
Muslimiin. Dia syok ketika mendengar berita pasukan Romawi yang tewas sangat
banyak. Dia menangis dan berkata, “Selamat tinggal negeri Suriyah, sampai
ketemu lagi.”
Maisarah berkata, “Berapa jauh mereka
dari sini?.”
Lelaki dzimmi bertanya pada tawanan,
“Berapa jauh mereka dari sini?.”
Dia menjawab, “Dua farsakh.”
Maisarah menundukkan wajah ke bawah,
tidak menjawab.
Abdullah bin Chudzafah Assahmi bertanya pada Maisarah, “Kenapa yang mulia menundukkan wajah? Padahal di antara kita, ada lelaki yang sanggup melawan 1.000 pasukan?.”
Abdullah bin Chudzafah Assahmi bertanya pada Maisarah, “Kenapa yang mulia menundukkan wajah? Padahal di antara kita, ada lelaki yang sanggup melawan 1.000 pasukan?.”
Abdullah yang sangat kuat menjadi pusat
perhatian mereka. Dia yang berwajah menakutkan itu bersenjata tongkat besi
berat, yang tak seorangpun mampu membawa, kecuali dia.
Maisarah menjawab, “Demi Allah ya
Abdallah, saya bukannya takut menghadapi mereka. Yang saya khawatirkan jika
banyak Muslimiin yang gugur, sehingga dalam pertama kali tugas saya ini, ditegur
oleh Umar RA. Karena semua pemimpin bertanggung jawab pada pengikutnya.”
Mereka menjawab, “Kami ikhlas kalau
memang harus gugur. Tujuan kami memang mengorbankan diri, agar diberi Imbalan Surga,
oleh Allah. Semua yang sadar bahwa hidup di dunia hanya sementara, pasti akan
mencari kehidupan yang abadi. Apapun yang akan terjadi kami tak peduli.”
Maisarah bertanya, “Hai semuanya!
Sebaiknya mereka kita lawan di sini, atau kita yang datang ke sana?.”
Beberapa orang bertanya, “Kalau di
sana lebih luas, sebaiknya kita kesana?” pada kaum dzimmi.
Mereka menjawab, “Di negeri ini, tidak
ada yang lebih luas daripada tempat ini. Kalau kalian keberatan datang kesana,
tunggulah di sini saja. Namun kalau kalian pulang, akan lebih baik. Mumpung
mereka belum datang kemari.”
Si tawanan diajak memasuki agama
Islam, namun menolak. Dalam waktu cepat tawanan itu tewas oleh Siksaan Tuhan,
melalui pedang yang ditebaskan oleh HambaNya.
Di sore yang menegangkan itu arak-arakan pasukan Romawi berdatangan bagaikan kawanan semut. Ketika hari mulai gelap, mereka menyalakan api penerangan. Tanah lapang yang semula sepi, kini menggemuruh bagaikan suara hujan lebat mengguyur bumi.
Di pagi cerah itu, Maisarah mengimami shalat khauf. Seusai shalat, dia berdiri untuk berkata, “Hai semuanya! Hari ini sangat istimewa. Sadarilah bahwa saudara kalian di sana, berdoa untuk kalian. Dan dunia ini hanyalah untuk lewat. Sedangkan kehidupan yang kekal adalah di akhirat. Nabi SAW pernah bersabda ‘surga di bawah kilauan pedang-pedang’. Yang kalian pikir jangan kalian hanya sedikit, semetara mereka berjumlah sangat banyak!. Allah berfirman ‘banyak golongan sangat sedikit telah mengalahkan golongan sangat banyak karena Ijin Allah. Dan Allah menyertai kaum Sabar’.”
Dengan bergetar, pasukan Muslimiin
menjawab, “Bawalah kami ke mana saja terserah kau, agar mendapakan Barakah
Allah. Semoga Allah menolong kita mengalahkan mereka.”
Setelah mendengar pernyataan mereka,
wajah Maisarah cerah. Mereka berbaris membawa obor, di bawah komando Maisarah,
berdiri dan siap sepenuhnya. Pasukan yang di bagian terdepan, dipimpin oleh
Damis.
Yang di sebelah kanan dipimpin oleh
Abdullah bin Chudzafah.
Yang di sebelah kiri dipimpin oleh Saed bin Abi Saed Al-Chanafi.
Yang di sebelah kiri dipimpin oleh Saed bin Abi Saed Al-Chanafi.
Arak-arakan tigapuluh ribu pasukan
berkuda Romawi, mengalir menjadi tiga golongan. Masing-masing golongan, terdiri
dari 10.000 pasukan berkuda. Mereka membawa Salib-Salib gemerlapan.
Seorang lelaki dari mereka muncul dengan berkuda, untuk berkata, “Orang rakus akan celaka! Kalian keterlaluan! Telah merebut wilayah Syam yang sangat luas, masih juga kurang puas! Hingga kalian datang kemari? Bersiaplah untuk tewas oleh serangan pasukan kami berjumlah 30,000 orang berkuda. Kami semua telah bersumpah ‘demi Salib, kami takkan lari meskipun harus mati’. Kalau kalian ingin hidup, menyerahlah pada kami, agar kalian diadili oleh Raja Hiraqla!.”
Seorang lelaki dari mereka muncul dengan berkuda, untuk berkata, “Orang rakus akan celaka! Kalian keterlaluan! Telah merebut wilayah Syam yang sangat luas, masih juga kurang puas! Hingga kalian datang kemari? Bersiaplah untuk tewas oleh serangan pasukan kami berjumlah 30,000 orang berkuda. Kami semua telah bersumpah ‘demi Salib, kami takkan lari meskipun harus mati’. Kalau kalian ingin hidup, menyerahlah pada kami, agar kalian diadili oleh Raja Hiraqla!.”
Damis muncul membawa panji, untuk
berkata, “Ucapanmu orang rakus akan celaka betul. Tetapi kalau 'kami
harus menyerah' pada kalian, daripada mati, 'salah'. Kau belum membuktikan
kekuatan kami. Lawanlah saya yang sendirian! Niscaya kau akan segera tewas
bermandi darah!.”
Damis memacu kuda dan bergerak cepat
sekali, untuk membunuh dia, dan berhasil. Damis membelokkan dan memacu
kuda sambil mengangkat panji dan berteriak, “Allahu akbar! Allah akan menolong
dan kami akan menang!.”
Pasukan Romawi terkejut dan marah,
ketika melihat jagoan mereka yang ahli berperang tewas, oleh tebasan pedang
Damis. Seorang Romawi keluar untuk menantang Damis. Namun jurus-jurus Damis
yang mematikan, berhasil merobohkan. Dia sakarat dan tewas bermandi darah,
ketika pedang Damis menembus hingga punggungnya.
Ketika tidak ada dari mereka yang muncul lagi, Damis memacu kuda menuju barisan pasukan Romawi bagian tengah, untuk membunuh seorang. Lalu memacu kuda secepat-cepatnya untuk bergabung pada pasukan Muslimiin. Dia dikejar oleh gerombolan pasukan, tetapi pasukannya bergerak cepat untuk melindungi dia, dan melawan mereka. Perang berkecamuk dengan sengit.
Maisarah berteriak, “Lindungi Damis
dari serangan mereka!.”
Pasukan Damis menjawab, “Serangan kami bagaikan api yang berkobar untuk membunuh kaum Kufar!.”
Pasukan Damis menjawab, “Serangan kami bagaikan api yang berkobar untuk membunuh kaum Kufar!.”
Peperangan berkecamuk hingga matahari
di atas kepala, menyengat mereka. Kaum Romawi yang tewas banyak sekali,
sehingga kaum Muslimiin yakin pasti akan mengang, dan kaum Romawi yakin pasti
akan kalah.
Dua kubu menarik pasukan mereka
masing-masing.
Pasukan Romawi yang tertawan
berjumlah 900 orang, yang terbunuh sekitar 1.000 orang.
Pasukan Muslimiin terkejut karena
Damis dan sembilan orang lainnya tidak ada. Maisarah perintah, “Siapa yang
sanggup mencari di mana mereka?.”
Mereka terkejut oleh datangnya pasukan
Romawi yang mendadak, menyerang dengan garang. Amukan mereka semakin mengerikan,
dan tiap seorang harus melawan sepuluh atau duapuluh. Bahkan ada yang hingga melawan
limapuluh pasukan. Cukup banyak pasukan Muslimiin yang gugur dan tertawan.
In syaa Allah bersambung
[1] {تُسَبِّحُ
لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ
إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ
كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا} [الإسراء: 44].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar