Kemarahan Hiraqla meledak, "Sungguh kamu tidak sopan! Di Majlis agung ini, kamu telah menghina agama Nashrani! Siapakah kau?!."
Qais
berkata, "Dia sahabat Rasulillah SAW bernama Dhirar bin Al-Azwar.
Anda jangan memarahi dia dengan pedas!."
Hiraqla terkejut dan bertanya, "Apa ini orang yang kalau perang terkadang berjalan kaki, terkadang berkuda, terkadang telanjang dada, terkadang berbusana?."
Qais
menjawab, "Betul!."
Hiraqla terkejut dan diam. Tak disangka ternyata Dhirar yang disebut-sebut sebagai orang hebat
oleh orang-orangnya, di depannya.
Karena tersinggung, kemarahan pimpinan Bathriq memuncak. Senyum yang mengembang, sirna oleh kemarahan besar. Dia mendekat untuk membela Hiraqla rajanya.
Sejumlah
Bathriq bawahannya, dan semua pengawal raja, juga telah marah, karena kemarahan
dia.
Hiraqla justru takut jika dirinya diserang oleh mereka
yang kesetanan. Dengan segera, dia perintah, “Bunuh dia, dengan pedang kalian! Lalu hilangkan
bekas darahnya!.”
Para
batriq dan pengawal raja turun dengan pedang terhunus, untuk membunuh Dhirar yang dua tangannya terikat.
Beberapa
mata terbelalak menyaksikan Dhirar dihajar bertubi-tubi, dengan pedang-pedang
tajam, oleh sejumlah orang kesetanan.
Amukan mereka berakhir ketika tubuh dia telah ditebas
dengan pedang, yang ke 114 kalinya.
Dia bermandi
darah dan lunglai,
namun belum wafat, karena Kebesaran
Allah.
Pimpinan
bathriq itu terheran-heran ‘kenapa dia belum tewas?’.
Dia
ketakutan dan perintah, “Potong lidahnya yang lancang!.”
Dalam hati, Yuqana bersumpah, “Demi Allah saya harus menggagalkan rencana ini! Agar manusia laknat tidak menindak lebih berat, pada sahabat Rasulillah SAW.” Dia maju dan meroboh ke tanah, di Hadirat Hiraqla. Dan berkata, “Yang mulia, perintah jahat orang ini tidak benar. Sebaiknya lelaki ini justru dilepaskan hingga sehat. Lalu dia kita keluarkan ke pintu gerbang kota, untuk disalib dan dibunuh! Agar kaum Romawi menyaksikan dengan perasaan puas. Karena ucapan dia membuat kita marah. Dialah yang telah membunuh ayah-ayah, anak-anak, dan saudara-saudara kita. Terbunuhnya dia juga akan membuat kaum Muslimiin menjadi hina dan jatuh mental.”
Yuqana minta begitu pada Hiraqla, sebagai upaya agar Dhirar selamat dari kematian. Dia berpikir jika telah
malam, kemarahan Hiraqla pasti telah reda, dan memperbolehkan Dhirar dilepas.
Pada Yuqana, Hiraqla perintah, “Masukkan pada tahanan! Untuk dihukum besok pagi!.”
Dhirar yang lunglai diusung, untuk dimasukkan ke rumah Yuqana.
Yuqana mengobati luka-luka dia, memberi makanan dan minuman.
Dia
membuka dua matanya dan melihat Yuqana bersama putranya.
Dia belum tahu bahwa Yuqana mengobati, memberi
makanan dan minuman, sebagai muslihat untuk
mencelakai Hiraqla.
Dengan
lunglai, dia berkata, “Kalau kalian berdua kafir, berarti telah ditundukkan
oleh Allah, untuk mengobati saya. Kalau kalian berdua beriman, maka saya
ucapkan selamat, semoga mendapatkan pertolongan. Barangkali melalui kalian
berdua, Allah akan akan menolong saya, menghibur
para wanita tua di Chijaz yang sama menangis, siang dan malam. Karena
kepergianku. Mereka mencintai saya dan adik perempuan saya bernama Khaulah.
Mereka sedih karena rindu diriku. Kalau kalian bisa, tolong sampaikan salam saya pada adik
perempuan saya. Katakan bahwa saya
di sini, agar dia memberi tahu pada ibu saya.”
Ketika malam telah kelam, Dhirar berkata, “Demi Allah tulislah ucapan saya”
Putra
Yuqana mempersiapkan pena untuk menulis.
Dengan
lemas, Dhirar berkata:
Hai
dua orang! Demi Allah sampaikanlah
Salamku
ke penduduk Chijer dan Makkah
Selama
hidup kalian menikmati ribuan
nikmah
Dan
anugrah melimpah
Jasa
kalian takkan disia-siakan oleh Tuhan
Yang
telah merubah deritaku menjadi nyaman
Jasa
kalian membuat saya bisa istirahat
Dan
bisa merasakan makanan dan minuman lezat
Kematian
akan saya hadapi tanpa bimbang
Yang
saya pikirkan justru nasib wanita tua di tanah gersang
Dia
tak berdaya
Menghadapi
kehidupan fana
Roti
dan sayuran membuat hatinya berbahagia
Tadinya
saya yang menopang hidupnya
Dia saya muliakan
Meski
saya didera kefakiran
Saya
bahagia jika bisa memburukan kelinci untuknya
Dia
tinggal di tanah luas
Dulu
aku pembela dia
Kini
yang saya inginkah hanya Allah Taala
Agar
menemani saya di dalam memerangi kaum Hina
Saya
membuat senang Muhammad sebaik-baik Makhluq Tuhan
Dengan
berharap beruntung di hari Kebangkitan
Barang
siapa khawatir dengan hari Kebangkitan
Pasti
membuat Tuhannya ridha dan
Memerangi
penyembah Salib Banil-Kufar
Demikian
yang kulakukan ketika memerangi kaum Kufar
Kadang
mengobrak-abrik dan menyerang
Kau
berkata, "Kita telah waktunya berpisah"
Saudara!
Saya tak sabar dan gelisah
Hai
saudara! Mungkin kita akan berpisah
Insan
yang pergi jauh ini
Mungkin kembali, mungkin terus pergi
Sampaikan
salam saya saudaranya!
Padanya
Katakan,
"Saudaranya terancam di genggaman-kekufuran
Terluka
dan tercampak setelah berjuang
Untuk
Islam dan yang Maha Penyayang"
Hai
burung! Maukah kau menyampaikan suratku
Pada
laskar Islam dan pimpinanku
Katakan
“Dhirar diikat di sana
Di
negeri jauh Antakia ”
Burung-burung
Najed! Dengarkan!
Ucapan
orang yang ditawan
Jika
kaum yang mencintaiku menanyakan
Katakan, “Airmataku mengalir bagai hujan ”
Burung-burung
Najed! Katakan pada adikku perempuan!
Aku
akan dibunuh dengan pedang mematikan
Burung-burung!
Saksikan saya!
Syair dia dicatat oleh putra Yuqana, lalu disalin oleh Yuqana. Mereka berdua menangis terharu. Surat dikirimkan pada Abu Ubaidah, secara rahasia. Di
dalam surat itu, Yuqana juga
menjelaskan rencanya Akan Bermakar.
Surat diantarkan oleh orang kepercayaan Yuqana.
In syaa Allah bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar