Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/07/30

Perang Yarmuk Cerita Islami Ponpes



Qasim maula Hisyam bin Amer bin Utbah (قاسم مولى هشام بن عمرو ابن عتبة) tergolong veteran perang yang telah mengikuti Perang Pembebasan Kota-Kota Syam semuanya. Dia menjelaskan, “Jumlah seluruh pasukan penyembah Salib yang dikirim oleh Raja Hiraqla menuju Yarmuk, 600.000 pasukan berkuda.”
Teman Qasim bernama Yunus bin Abdil-A’la (يونس بن عبد الأعلى) menjelaskan berbeda, “Jumlah seluruh pasukan selain dari Anthakiyah yang dikirim oleh Raja Hiraqla menuju Yarmuk 700.000 pasukan berkuda.”

Rasyid bin Sa’id Al-Chimyari (راشد بن سعيد الحميري) yang mengikuti perang Yarmuk sejak awal hingga akhir, berkata, “Ketika pasukan Romawi berdatangan dari jauh ke arah kami, saya mendaki gunung tinggi untuk melihat mereka dari puncak. Di antara arak-arakan pasukan berkuda itu ada 20 panji besar yang berkibar-kibar, dan Salib berjumlah banyak.
Yarmuk akan segera dipadati lautan pasukan berkuda. Abu Ubaidah perintah pada Rumas (روماس) penguasa kota Bushro (بصرى), agar memperkirakan jumlah pasukan lawan yang akan berdatangan. Sepertinya Rumas (روماس) takut, karena jumlah pasukan yang akan berdatangan terlalu banyak. Walau begitu dia pergi selama sehari semalam, melaksanakan perintah Abu Ubaidah.

Rumas (روماس) pulang dan dikerumuni pasukan Muslimiin yang telah menunggu-nunggu. Pada Abu Ubaidah, Rumas laporan, “Yang mulia, beberapa orang melaporkan jumlah mereka semua 1.000.000 pasukan berkuda. Saya tidak tahu, apakah berita itu dihembuskan agar kita ketakutan, ataukah memang sekian jumlahnya.”
Abu Ubaidah bertanya, “Hai Rumas, pasukan yang berada di belakang tiap panji, ada berapa?.”
Rumas (روماس) menjawab, “Yang mulia, di belakang tiap panji ada 50.000 pasukan berkuda.” [1]
Abu Ubaidah RA bertakbir, “Allahu akbar! Berbahagialah! Kalian akan mendapat pertolongan besar. Allah berfirman ‘kam min fiatin qaliilatin gholabat fiatan katsiiratan bi idznillahi wallaahu ma’asshaabiriin’.” [2]
Artinya: Banyak golongan sedikit mengalahkan golongan banyak, karena Ijin Allah. Dan Allah menyertai kaum Sabar.

Raja Hiraqla perintah agar Raja Mahan segera mempersiapkan pemberangkatkan pasukan. Arak-arakan pasukan berkuda melaut itu mengalir bersamaan bunyi terompet keras panjang membahana. Hiraqla didampingi para pengawalnya mengantar mereka hingga pintu gerbang bernama Persia (Faris/فارس). Yang ikut di dalam rombongan Raja Hiraqla hanya para pengawalnya, Raja Mahan, Raja Qanathir, Raja Jarjir, Raja Dirjan, dan Raja Qurin.

Kepada Raja Qanathir, Raja Jarjir, Raja Dirjan, dan Raja Qurin, Hiraqla berpesan, “Masing-masing kalian agar menggiring pasukannya, melalui jalan yang berbeda! Cepat segera berangkat! Jika kalian telah bertemu pasukan Arab! Maka pemegang komando, Mahan! Ini tidak boleh ditentang! Peperangan terakhir kita dengan mereka adalah ini! Kalau mereka mengalahkan kalian! Pasti kalian yang masih hidup, dikejar terus ke manapun kalian lari, untuk dibunuh. Setelah itu, harem-harem dan anak-anak kalian, akan mereka perbudak. Oleh karena itu, semangatlah dalam memerangi mereka, untuk membela agama dan syari’at kalian.”

Raja Qanathir menggiring arak-arakan pasukan berkudanya yang panjang sekali, melewati dua jalan Jabalah dan Ladziqiyah (اللاذقية).
Raja Jarjir menggiring arak-arakan pasukan berkuda yang derap kaki mereka membahana, melalui jalan Jadatul-Uzhma (الجادة العظمى) kawasan Iraq.
Pasukan berkuda Raja Qurin mengalir bagai sungai panjang sekali, digiring melalui jalan Chalb (حلب / Aleppo) dan Hama (حماة).
Raja Dirjan menggiring  pasukan berkudanya melaui negeri Awashim (العواصم).

Panglima perang bernama Raja Mahan menggiring pasukannya di barisan paling belakang. Sejumlah pasukan Raja Mahan yang berada di barisan depan membuat kerusakan di kota-kota dan negeri-negeri yang dilalui. Mereka memaksa agar menyerahkan pakan binatang dan melakukan sejumlah penganiayaan atas penduduk. Penduduk yang takut dan teraniaya, mendoakan jelek atas mereka, “Semoga kalian tidak diselamatkan oleh Tuhan.”

Dengan takjub,  penghuni bumi menonton arak-arakan pasukan berkuda melaut mengalir menakutkan. Sesekali Raja Jabalah pemimpin Nashrani Arab Ghasan, Lakhm, dan Judzam, mundur untuk mendekati Raja Mahan sang Panglima Besar.

Sejumlah mata-mata Abu Ubaidah, bergerak mengamati pasukan berkuda Raja Hiraqla. Kaum dzimi (taklukan) yang menjadi mata-mata, bertugas segera melaporakan kekuatan pasukan lawan pada Abu Ubaidah.

Ketika sampai kota Syairaz, mata-mata terkejut karena melihat pasukan Romawi berjumlah banyak sekali, mengalir tak henti-henti. Para mata-mata memacu kuda menuju Chimsh (Homs), untuk menyampaikan laporan pada Abu Ubaidah. Sejumlah orang menjelaskan, “Abu Ubaidah dan pasukannya telah meninggalkan kota. Setelah menaklukkan Chimsh, Abu Ubaidah menunjuk orang, agar menarik hasil bumi dari penduduk. Dia juga perintah pada sejumlah pejabat Chimsh, agar membantu tugas menarik hasil bumi rakyat, untuk umat Islam.”

Para mata-mata memacu kuda menuju kota Jabiyah (الجابية) untuk menyampaikan laporan pada Abu Ubaidah. Mereka melaporkan, “Jumlah pasukan berkuda Romawi banyak sekali bagai lautan.”
Abu Ubaidah mendengarkan laporan lalu membaca, “Laa chaula wa laa quwwata illaa bi Allah Al-Aliyyil-Azhiim.”  [3]
Artinya: Tiada upaya dan kekuatan sama sekali, keculi karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung.

Di malam itu, Abu Ubaidah kelihatan gusar karena mengkhawatirkan keselamatan pasukannya. Ketika suara adzan telah dikumandangkan bersamaan menyingsingnya fajar, Abu Ubaidah mengimami shalat subuh berjamaah. Setelah mengakhiri shalatnya dengan bacaan salam, dia berpesan, “Jamaah jangan pergi dulu! Sebelum mendengar pesan saya!.”
Abu Ubaidah berdiri untuk menyampaikan khutbah. Khutbah dimulai dengan memuji dan menyanjung Allah, lalu menjelaskan kebesaran nabi SAW dan mendoakan rahmat untuk Abu Bakr Asshiddiq RA. Lalu memanjatkan doa agar Muslimiin deberi pertolongan oleh Allah. Inti khutbah, “Hai Muslimiin semuanya! Semoga Allah merahmati kalian. Ketahuilah bahwa Allah akan segera memberi ujian pada kalian dengan ujian yang baik. Selanjutnya Allah akan mengamati, bagaimana kalian menyelesaikan ujian ini nanti. Ujian iman ini diberikan pada kalian, dalam rangka akan menunjukkan kebenaran Janji-Nya. Dialah yang telah menolong kalian di beberapa tempat yang banyak. Ketahuilah bahwa mata-mata saya telah melaporkan ‘sungguh Hiraqla telah minta bala bantuan pada raja-raja Musyrik, untuk memerangi kita. Hiraqla telah memberangkatkan bala bantuan itu, agar segera menyerbu kita. Mereka dilengkapi perbekalan dan persenjataannya. Yuriiduuna liyuthfi’uu Nuura Allaahi bi afwaahihim wa Allaahu Mutimmu Nuuri-Hii walau karihal Kaafiruun. [4] Ketahuilah bahwa pasukan telah berjalan kemari! Melalui beberapa jalan yang berbeda. Hiraqla perintah agar mereka mengepung untuk menghabisi kita yang disertai oleh Allah ini. Ketahuilah bahwa sebanyak apapun, kalau telah dihinakan Allah, berarti hanya sedikit. Sedikit apapun kalau disertai oleh Allah, berarti banyak. Saya bertanya sebaiknya apa yang harus kita lakukan? Semoga Allah menyayang kalian’.”
Abu Ubaidah perintah seorang mata-mata, “Berdirilah! Untuk menyampaikan yang telah kau saksikan, mengenai pasukan yang dikirim oleh Hiraqla, pada mereka ini!.”

Penjelasan mata-mata disimak dengan serius, oleh seluruh Majlis. Penjelasan yang panjang lebar mengenai jumlah pasukan, perbekalan, dan persenjataan lawan, membuat pasukan Muslimiin lemas dan ketakutan. Mereka hanya menoleh pada kawan di samping mereka, karena kesulitan berbicara. Pertanyaan Abu Ubaidah mengejutkan, “Kenapa semuanya diam tidak menjawab? Semoga Allah menyayang kalian! Usullah untuk musyawarah ini. Sungguh Allah telah berfirman pada Nabi-Nya SAW ‘wa syaawirhum fil amri fa idzaa azamta fatawakkal alaa Allah’.” [5]

Di bawah pimpinan Panglima, kaum Muslimiin bermusyawarah dengan perasaan tegang. Seorang penduduk Sabaq menyampaikan pandangan, “Yang mulia, kedudukan tuan sangat agung, sampai-sampai ada Ayat Al-Qur’an yang turun karena tuan. Tuan pula yang pernah dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai Kepercayaan Ini Umat:
‘Semua umat memiliki Orang Kepercayaan. Sedangkan Kepercayaan Ini Umat, Abu Ubaidah Amir bin Jarrach RA’.
Tuanlah yang lebih berhak menentukan kebijakan untuk kebaikan ini umat.”
Abu Ubaidah menjawab, “Sebetulnya saya hanyalah seperti kalian. Kita sama-sama boleh menentukan kebijakan. Sedangkan yang memberi Taufiq (Bimbingan), Allah.”
Seorang lelaki dari Yaman, berdiri dan mendekat untuk berkata, “Yang mulia, saya mengusulkan agar tuan pergi meninggalkan tempat ini, menuju ceruk jurang di Wadil-Qura (وادي القرى), agar mendekati kota Madinah. Agar jika bala bantuan dari Khalifah Umar bin Khatthab RA datang, bisa segera bergabung dengan kita. Kita menyerang jika mereka mengejar kita.”
Orang-orang yang menyetujui usulan itu telah berdiri. Abu Ubaidah menjawab, “Duduk dulu! Semoga Allah menyayang kalian. Kalian telah menyumbangkan pendapat. Kalau saya bergerak ke tempat yang kalian katakan, pasti Umar bin Khatthab RA menegur saya ‘kenapa kota yang telah diberikan oleh Allah melalui perjuangan, justru kalian tinggalkan? Itu berarti kalian telah kalah siasat?.”
Abu Ubaidah RA berkata lagi, “Silahkan yang lain mengajukan usulan, semoga Allah menyayang kalian!.”
Qais bin Hubairah Al-Muradi (قيس بن هبيرة المرادي) berdiri untuk berkata, “Yang mulia, kalau kita meninggalkan Syam untuk mendekati kota Madinah, justru Allah takkan membuat kita selamat. Bagaimana mungkin kita meninggalkan sungai-sungai yang airnya melimpah, persawahan, kebun anggur, tumpukan emas dan perak, dan sutra Dibaj? Lalu berpindah ke kota Chijaz (الحجاز) yang gersang? Di kota Chijaz (الحجاز), makanan kita hanya roti dari gandum, dan busana kita hanya dari bulu. Di sini kehidupan kita sangat nyaman. Kalau dalam peperangan ini kalah, kita justru akan mendapatkan kenikmatan surga yang melebihi kenikmatan dunia.”  
Abu Ubaidah berkata, “Demi Allah, Qais bin Hubairah telah mengucapkan kebenaran.”
Beliau berkata lagi, “Hai Muslimiin semuanya! Masyak kalian justru akan kembali lagi menuju kota Chijaz dan Madinah? Dan akan meninggalkan rumah-rumah mewah, kastil-kastil, taman-taman, sungai-sungai, makanan yang lezat, tumpukan emas dan perak, untuk kaum kafir? Kalau pun kita mati terbunuh, justru akan masuk ke dalam negeri yang abadi yang makanannya jauh lebih lezat. Pendapat Qais bin Hubairah benar, kita tidak akan meninggalkan tempat ini, hingga Allah menentukan antara kita. Dia Sebaik-Baik pengambil keputusan.”
Qais bin Hubairah bangkit dan berkata, “Allah telah membuat ucapan tuan benar, wahai yang mulia. Semoga Dia memperkokoh kekuasaan tuan, jangan meninggalkan tempat ini. Bertawakkallah pada Allah, perangilah Musuh-Musuh Allah. Jika tak berhasil meraih kemenangan duniawi, kita justru akan meraih pahala surgawi.” [6]

Semoga Cerita Islami selanjutnya dijadikan paling bermanfaat, oleh Allah. Bi HamdiH. Aamiiiin.


[1] Penjelasan tiga orang di atas, mengenai jumlah pasukan yang dikirim oleh Raja Hiraqla, yang saya anggap benar, pendapat Rumas dan Abu Ubaidah: 1.000.000 pasukan berkuda, dengan alasan yang loghis, dan Abu Ubaidah adalah Kepercayaan Ini Umat.
[2] {كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ} [البقرة: 249]..  
[3] لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.
[4] {يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ} [الصف:8]. Artinya: Mereka ingin memadamkan Nur Allah, padahal Allah akan menyempurnakan Nur-Nya, walaupun kaum Kafir benci.
[5] {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ} [آل عمران: 159]. Artinya: Dan ajaklah mereka bermusyawarah mengenai perkara, namun jika kau telah mengambil keputusan maka bertawakkallah pada Allah.
[6] Bagi yang memiliki kitab Futuchus-Syam, silahkan disimak. Futuchus-Syam yang di Maktabatus-Syamilah di: فتوح الشام - (1 / 153)
وقاتل أعداء الله فإن فاتنا فتح عاجل فما يفوتنا ثواب آجل.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar