Qasim maula Hisyam bin Amer bin Utbah (قاسم مولى هشام بن عمرو
ابن عتبة) tergolong veteran perang yang telah mengikuti Perang Pembebasan Kota-Kota Syam semuanya. Dia menjelaskan, “Jumlah seluruh pasukan penyembah
Salib yang dikirim oleh Raja Hiraqla menuju Yarmuk, 600.000 pasukan berkuda.”
Teman Qasim bernama Yunus bin Abdil-A’la (يونس بن عبد الأعلى)
menjelaskan berbeda, “Jumlah seluruh pasukan selain dari Anthakiyah yang
dikirim oleh Raja Hiraqla menuju Yarmuk 700.000 pasukan berkuda.”
Rasyid bin Sa’id Al-Chimyari (راشد بن سعيد الحميري)
yang mengikuti perang Yarmuk sejak awal hingga akhir, berkata, “Ketika pasukan
Romawi berdatangan dari jauh ke arah kami, saya mendaki gunung tinggi untuk
melihat mereka dari puncak. Di antara arak-arakan pasukan berkuda itu ada 20
panji besar yang berkibar-kibar, dan Salib berjumlah banyak.
Yarmuk akan segera dipadati lautan pasukan
berkuda. Abu Ubaidah perintah pada Rumas (روماس) penguasa kota Bushro (بصرى),
agar memperkirakan jumlah pasukan lawan yang akan berdatangan. Sepertinya Rumas
(روماس)
takut, karena jumlah pasukan yang akan berdatangan terlalu banyak. Walau
begitu dia pergi selama sehari semalam, melaksanakan perintah Abu Ubaidah.
Rumas (روماس) pulang dan dikerumuni pasukan Muslimiin
yang telah menunggu-nunggu. Pada Abu Ubaidah, Rumas laporan, “Yang mulia,
beberapa orang melaporkan jumlah mereka semua 1.000.000 pasukan berkuda. Saya
tidak tahu, apakah berita itu dihembuskan agar kita ketakutan, ataukah memang
sekian jumlahnya.”
Abu Ubaidah bertanya, “Hai Rumas, pasukan
yang berada di belakang tiap panji, ada berapa?.”
Abu Ubaidah RA bertakbir, “Allahu
akbar! Berbahagialah! Kalian akan mendapat pertolongan besar. Allah
berfirman ‘kam min fiatin qaliilatin gholabat fiatan katsiiratan bi
idznillahi wallaahu ma’asshaabiriin’.” [2]
Artinya: Banyak golongan sedikit mengalahkan
golongan banyak, karena Ijin Allah. Dan Allah menyertai kaum Sabar.
Raja Hiraqla perintah agar Raja Mahan segera
mempersiapkan pemberangkatkan pasukan. Arak-arakan pasukan berkuda melaut itu
mengalir bersamaan bunyi terompet keras panjang membahana. Hiraqla didampingi
para pengawalnya mengantar mereka hingga pintu gerbang bernama Persia (Faris/فارس).
Yang ikut di dalam rombongan Raja Hiraqla hanya para pengawalnya, Raja Mahan,
Raja Qanathir, Raja Jarjir, Raja Dirjan, dan Raja Qurin.
Kepada Raja Qanathir, Raja Jarjir, Raja
Dirjan, dan Raja Qurin, Hiraqla berpesan, “Masing-masing kalian agar menggiring
pasukannya, melalui jalan yang berbeda! Cepat segera berangkat! Jika kalian
telah bertemu pasukan Arab! Maka pemegang komando, Mahan! Ini tidak boleh
ditentang! Peperangan terakhir kita dengan mereka adalah ini! Kalau mereka
mengalahkan kalian! Pasti kalian yang masih hidup, dikejar terus ke manapun
kalian lari, untuk dibunuh. Setelah itu, harem-harem dan anak-anak kalian, akan
mereka perbudak. Oleh karena itu, semangatlah dalam memerangi mereka, untuk
membela agama dan syari’at kalian.”
Raja Qanathir menggiring arak-arakan pasukan
berkudanya yang panjang sekali, melewati dua jalan Jabalah dan Ladziqiyah (اللاذقية).
Raja Jarjir menggiring arak-arakan pasukan
berkuda yang derap kaki mereka membahana, melalui jalan Jadatul-Uzhma (الجادة العظمى)
kawasan Iraq.
Pasukan berkuda Raja Qurin mengalir bagai
sungai panjang sekali, digiring melalui jalan Chalb (حلب / Aleppo) dan Hama (حماة).
Raja Dirjan menggiring pasukan
berkudanya melaui negeri Awashim (العواصم).
Panglima perang bernama Raja Mahan menggiring
pasukannya di barisan paling belakang. Sejumlah pasukan Raja Mahan yang berada
di barisan depan membuat kerusakan di kota-kota dan negeri-negeri yang dilalui.
Mereka memaksa agar menyerahkan pakan binatang dan melakukan sejumlah penganiayaan
atas penduduk. Penduduk yang takut dan teraniaya, mendoakan jelek atas mereka,
“Semoga kalian tidak diselamatkan oleh Tuhan.”
Dengan takjub, penghuni bumi
menonton arak-arakan pasukan berkuda melaut mengalir menakutkan. Sesekali Raja
Jabalah pemimpin Nashrani Arab Ghasan, Lakhm, dan Judzam, mundur untuk
mendekati Raja Mahan sang Panglima Besar.
Sejumlah mata-mata Abu Ubaidah, bergerak
mengamati pasukan berkuda Raja Hiraqla. Kaum dzimi (taklukan)
yang menjadi mata-mata, bertugas segera melaporakan kekuatan pasukan lawan pada
Abu Ubaidah.
Ketika sampai kota Syairaz, mata-mata
terkejut karena melihat pasukan Romawi berjumlah banyak sekali, mengalir tak
henti-henti. Para mata-mata memacu kuda menuju Chimsh (Homs), untuk
menyampaikan laporan pada Abu Ubaidah. Sejumlah orang menjelaskan, “Abu Ubaidah
dan pasukannya telah meninggalkan kota. Setelah menaklukkan Chimsh, Abu
Ubaidah menunjuk orang, agar menarik hasil bumi dari penduduk. Dia juga
perintah pada sejumlah pejabat Chimsh, agar membantu tugas menarik hasil
bumi rakyat, untuk umat Islam.”
Para mata-mata memacu kuda menuju kota
Jabiyah (الجابية) untuk menyampaikan laporan pada Abu
Ubaidah. Mereka melaporkan, “Jumlah pasukan berkuda Romawi banyak sekali bagai
lautan.”
Abu Ubaidah mendengarkan laporan lalu
membaca, “Laa chaula wa laa quwwata illaa bi Allah Al-Aliyyil-Azhiim.”
[3]
Artinya: Tiada upaya dan kekuatan sama
sekali, keculi karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung.
Di malam itu, Abu Ubaidah kelihatan gusar
karena mengkhawatirkan keselamatan pasukannya. Ketika suara adzan telah
dikumandangkan bersamaan menyingsingnya fajar, Abu Ubaidah mengimami shalat
subuh berjamaah. Setelah mengakhiri shalatnya dengan bacaan salam, dia berpesan,
“Jamaah jangan pergi dulu! Sebelum mendengar pesan saya!.”
Abu Ubaidah berdiri untuk menyampaikan
khutbah. Khutbah dimulai dengan memuji dan menyanjung Allah, lalu menjelaskan
kebesaran nabi SAW dan mendoakan rahmat untuk Abu Bakr Asshiddiq RA. Lalu
memanjatkan doa agar Muslimiin deberi pertolongan oleh Allah. Inti khutbah,
“Hai Muslimiin semuanya! Semoga Allah merahmati kalian. Ketahuilah bahwa Allah
akan segera memberi ujian pada kalian dengan ujian yang baik. Selanjutnya Allah
akan mengamati, bagaimana kalian menyelesaikan ujian ini nanti. Ujian iman ini
diberikan pada kalian, dalam rangka akan menunjukkan kebenaran Janji-Nya. Dialah
yang telah menolong kalian di beberapa tempat yang banyak. Ketahuilah bahwa
mata-mata saya telah melaporkan ‘sungguh Hiraqla telah minta bala bantuan
pada raja-raja Musyrik, untuk memerangi kita. Hiraqla telah memberangkatkan
bala bantuan itu, agar segera menyerbu kita. Mereka dilengkapi perbekalan dan
persenjataannya. Yuriiduuna liyuthfi’uu Nuura Allaahi bi afwaahihim wa
Allaahu Mutimmu Nuuri-Hii walau karihal Kaafiruun. [4]
Ketahuilah bahwa pasukan telah berjalan kemari! Melalui beberapa jalan yang
berbeda. Hiraqla perintah agar mereka mengepung untuk menghabisi kita yang
disertai oleh Allah ini. Ketahuilah bahwa sebanyak apapun, kalau telah
dihinakan Allah, berarti hanya sedikit. Sedikit apapun kalau disertai oleh
Allah, berarti banyak. Saya bertanya sebaiknya apa yang harus kita lakukan?
Semoga Allah menyayang kalian’.”
Abu Ubaidah perintah seorang mata-mata, “Berdirilah!
Untuk menyampaikan yang telah kau saksikan, mengenai pasukan yang dikirim oleh
Hiraqla, pada mereka ini!.”
Penjelasan mata-mata disimak dengan serius,
oleh seluruh Majlis. Penjelasan yang panjang lebar mengenai jumlah pasukan,
perbekalan, dan persenjataan lawan, membuat pasukan Muslimiin lemas dan
ketakutan. Mereka hanya menoleh pada kawan di samping mereka, karena kesulitan
berbicara. Pertanyaan Abu Ubaidah mengejutkan, “Kenapa semuanya diam tidak
menjawab? Semoga Allah menyayang kalian! Usullah untuk musyawarah ini. Sungguh
Allah telah berfirman pada Nabi-Nya SAW ‘wa syaawirhum fil amri fa idzaa
azamta fatawakkal alaa Allah’.” [5]
Di bawah pimpinan Panglima, kaum Muslimiin
bermusyawarah dengan perasaan tegang. Seorang penduduk Sabaq menyampaikan
pandangan, “Yang mulia, kedudukan tuan sangat agung, sampai-sampai ada Ayat
Al-Qur’an yang turun karena tuan. Tuan pula yang pernah dinyatakan oleh
Rasulullah SAW sebagai Kepercayaan Ini Umat:
‘Semua umat memiliki Orang Kepercayaan. Sedangkan
Kepercayaan Ini Umat, Abu Ubaidah Amir bin Jarrach RA’.
Tuanlah yang lebih berhak menentukan
kebijakan untuk kebaikan ini umat.”
Abu Ubaidah menjawab, “Sebetulnya saya
hanyalah seperti kalian. Kita sama-sama boleh menentukan kebijakan. Sedangkan
yang memberi Taufiq (Bimbingan), Allah.”
Seorang lelaki dari Yaman, berdiri dan
mendekat untuk berkata, “Yang mulia, saya mengusulkan agar tuan pergi
meninggalkan tempat ini, menuju ceruk jurang di Wadil-Qura (وادي القرى),
agar mendekati kota Madinah. Agar jika bala bantuan dari Khalifah Umar bin
Khatthab RA datang, bisa segera bergabung dengan kita. Kita menyerang jika
mereka mengejar kita.”
Orang-orang yang menyetujui usulan itu telah
berdiri. Abu Ubaidah menjawab, “Duduk dulu! Semoga Allah menyayang kalian.
Kalian telah menyumbangkan pendapat. Kalau saya bergerak ke tempat yang kalian
katakan, pasti Umar bin Khatthab RA menegur saya ‘kenapa kota yang telah
diberikan oleh Allah melalui perjuangan, justru kalian tinggalkan? Itu berarti
kalian telah kalah siasat?.”
Abu Ubaidah RA berkata lagi, “Silahkan yang
lain mengajukan usulan, semoga Allah menyayang kalian!.”
Qais bin Hubairah Al-Muradi (قيس بن هبيرة المرادي)
berdiri untuk berkata, “Yang mulia, kalau kita meninggalkan Syam untuk
mendekati kota Madinah, justru Allah takkan membuat kita selamat. Bagaimana
mungkin kita meninggalkan sungai-sungai yang airnya melimpah, persawahan, kebun
anggur, tumpukan emas dan perak, dan sutra Dibaj? Lalu berpindah ke kota Chijaz
(الحجاز)
yang gersang? Di kota Chijaz (الحجاز), makanan kita hanya roti dari gandum, dan
busana kita hanya dari bulu. Di sini kehidupan kita sangat nyaman. Kalau dalam
peperangan ini kalah, kita justru akan mendapatkan kenikmatan surga yang
melebihi kenikmatan dunia.”
Abu Ubaidah berkata, “Demi Allah, Qais bin
Hubairah telah mengucapkan kebenaran.”
Beliau berkata lagi, “Hai Muslimiin semuanya!
Masyak kalian justru akan kembali lagi menuju kota Chijaz dan Madinah? Dan akan
meninggalkan rumah-rumah mewah, kastil-kastil, taman-taman, sungai-sungai,
makanan yang lezat, tumpukan emas dan perak, untuk kaum kafir? Kalau pun kita
mati terbunuh, justru akan masuk ke dalam negeri yang abadi yang makanannya
jauh lebih lezat. Pendapat Qais bin Hubairah benar, kita tidak akan
meninggalkan tempat ini, hingga Allah menentukan antara kita. Dia Sebaik-Baik pengambil
keputusan.”
Qais bin Hubairah bangkit dan berkata, “Allah
telah membuat ucapan tuan benar, wahai yang mulia. Semoga Dia memperkokoh
kekuasaan tuan, jangan meninggalkan tempat ini. Bertawakkallah pada Allah,
perangilah Musuh-Musuh Allah. Jika tak berhasil meraih kemenangan duniawi, kita
justru akan meraih pahala surgawi.” [6]
Semoga Cerita Islami
selanjutnya dijadikan paling bermanfaat, oleh Allah. Bi HamdiH. Aamiiiin.
[1] Penjelasan tiga orang di atas, mengenai jumlah pasukan yang dikirim oleh Raja Hiraqla, yang
saya anggap benar, pendapat Rumas dan Abu Ubaidah: 1.000.000 pasukan berkuda,
dengan alasan yang loghis, dan Abu Ubaidah adalah Kepercayaan Ini Umat.
[2] {كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ
اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ} [البقرة: 249]..
[4] {يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ
مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ} [الصف:8]. Artinya: Mereka ingin memadamkan Nur Allah, padahal Allah
akan menyempurnakan Nur-Nya, walaupun kaum Kafir benci.
[5] {وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ} [آل عمران: 159]. Artinya: Dan ajaklah mereka bermusyawarah mengenai perkara,
namun jika kau telah mengambil keputusan maka bertawakkallah pada Allah.
[6] Bagi yang memiliki kitab Futuchus-Syam,
silahkan disimak. Futuchus-Syam yang di Maktabatus-Syamilah di: فتوح الشام - (1 / 153)
وقاتل أعداء الله فإن فاتنا فتح عاجل فما يفوتنا ثواب آجل.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar