Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/06/13

PS 134: Pembebasan Syam





Abu Ubaidah melipat dan mengecap surat, lalu menyerahkan pada Chudzaifah bin Al-Yaman (حذيفة بن اليمان). 
Sepuluh orang dari Muhajirin dan Anshar diperintah oleh Abu Ubaidah, agar menemani Chudzaifah ‘mengantar surat’ pada Umar, di Madinah. “Antarkanlah berita Kemenangan ini, pada Amirul Mukminiin! Yang akan memberi upah kalian, Allah!,” perintahnya.

Chudzaifah menerima surat itu, lalu bersama teman-temannya pergi, mengantarkan surat.

Ketika pasukan Romawi kalah di dalam Perang Yarmuk, hati Umar di Madinah justru sedang masgul. Malam itu Umar tidur dan bermimpi melihat Rasulallah SAW bersama Abu Bakr di Roudhah (الروضة). Umar mengucapkan salam pada mereka berdua, dan berkata, “Ya Rasulallah! Sungguh hati saya sedang masgul, memikirkan pasukan Muslimiin dan Perlakuan Allah pada mereka di Yarmuk. Berita terakhir yang sampai pada saya, jumlah pasukan berkuda Romawi 1.060.000 orang.”
Nabi SAW bersabda, “Ya Umar! Berbahagialah! Sungguh Allah telah menolong pasukan Muslimiin! Dan membuat musuh porak poranda! Yang terbunuh sekian sekian.”
Lalu Rasulullah membacakan dalil yang artinya, “Itu kampung akhirat, akan Kami pastikan ‘untuk kaum yang tidak menghendaki kesombongan’ maupun kerusakan.”  [1]

Di pagi yang indah, Umar mengimami shalat subuh, lalu memberitakan mimpinya pada Jamaah.
Mereka berbahagia karena tahu bahwa mimpi itu jelas ‘bukan dari Syaitan’. Syaitan takkan mampu menjelma Rasulallah SAW. Mereka mengingat-ingat malam Umar mimpi itu malam apa? Tanggal berapa?.
Ternyata betul sabda nabi SAW yang disampaikan pada Umar melalui mimpi itu. Begitu Chudzaifah dan rombonganya datang membawa ‘Berita Kemenangan’, Umar bersujud syukur.

Umar membuka surat untuk dibacakan pada Jamaah. Seusai surat dibaca, mereka memekikkan tahlil dan takbir, dan membaca sholawat untuk nabi SAW. Karena terlalu berbahagia. Dunia pun berubah menjadi indah sekali, dan Janji Allah yang sebelumnya dirasakan terlalu Agung, menjadi kenyataan.  

Dengan berbahagia, Umar bertanya, “Ya Chudzaifah? Apakah Abu Ubaidah telah membagi rampasan perang?.”
Chudzaifah menjawab, “Ya Amiral Mukminiin! Dia sedang menunggu surat jawaban dan perintah anda.”

Umar minta tinta dan lembaran, untuk menulis surat jawaban, untuk Abu Ubaidah:

بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Hamba Allah, Umar bin Al-Khatthab, untuk pegawainya di Syam
سلام عليك
Amma ba’du: Sungguh saya memuji Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Saya juga berdoa semoga Sholawat melimpah pada Nabi-Nya bernama Muhammad SAW. Saya sungguh berbahagia atas Anugrah Allah untuk kaum Muslimiin, berupa Kemampuan Menaklukkan Lawan. Jika surat saya telah sampai padamu, segera bagilah rampasan perang untuk pasukan! Utamakan mereka yang duluan masuk Islam! Semua yang berhak, supaya mendapatkan haknya! Lindungilah dan syukurilah kesabaran pasukan Muslimiin! Jangan meninggalkan tempat! Sehingga surat perintahku datang padamu!.
والسلام عليك وعلى جميع المسلمين ورحمة الله وبركاته

Surat dilipat lalu diberikan pada Chudzaifah, agar segera diantar pada Abu Ubaidah, di Damaskus (Dimasyqa/دمشق).



Chudzaifah bersama sepuluh temannya datang, dan mengucapkan salam pada Abu Ubaidah dan Muslimiin. Lalu menyerahkan surat Umar.
Abu Ubaidah membacakan surat pada mereka. Lalu membagi rampasan perang menjadi lima bagian. Tiap pasukan berkuda mendapatkan 24.000 mitsqal emas dan 24.000 mitsqal perak.
Tiap pasukan berjalan kaki mendapat 8.000 mitsqal emas dan 8.000 mitsqal perak. Pembagian harta sebanyak itu, menghabiskan waktu cukup lama.
Kuda yang dikendarai untuk perang, juga mendapat bagian rampasan. Kuda yang bagus diberi dua bagian, yang jelek diberi satu bagian.
Orang-orang yang berkendaraan himar sama protes, karena merasa bagiannya kurang.

Abu Ubaidah berkata, “Saya sudah membagi rampasan perang ini, seperi nabi membagi pada para sahabatnya SAW.”
Namun mereka tidak menerima keputusannya. Pada Umar, Abu Ubaidah melaporkan mereka yang tidak mau menerima kebijakannya.


Melalui surat, Umar menjawab, “Sungguh kau telah mengamalkan Sunnah Rasulullah SAW. Kau tidak melanggar hukumnya. Kuda yang baik berilah dua bagian, yang jelek berilah satu bagian. Ketauilah bahwa sungguh Rasulullah SAW mengutamakan yang orang Arab di atas lainnya di zaman Perang Khaibar.”

Abu Ubaidah membacakan surat Umar pada mereka, lalu menjelaskan, “Abu Ubaidah tidak meremehkan sebagian kalian, tetapi mengikuti Sunnah Rasulillah SAW.”
Pembagian rampasan perang telah hampir selesai. 
Pada Abu Ubaidah, Khalid berkata, “Ada lelaki yang minta tolong saya, agar bagiannya ditambahi lagi.”
Namun Abu Ubaidah tidak mengabulkan.

Zubair berkata, “Kenapa kau tidak memperlakukan saya seperti Rasulallah, di Perang Khaibar? Saat itu saya membawa dua kuda dan diberi lima bagian. Yang empat bagian untuk kuda saya, yang sebagian untuk saya?.”
Abu Ubaidah belum menjawab. Karena mendengar ucapan, “Saya dan kau di zaman Perang Badar dulu, membawa dua kuda. Rasulullah memberi dua bagian, pada kuda” dari Miqdad.
Abu Ubaidah menjawab, “Kau betul. Saya juga akan mengikuti Rasulallah SAW.”
Lalu memberi dua bagian pada Zubair.

Jabir bin Abdillah Al-Anshari menyampaikan persaksian bahwa dulu Rasulullah memberi lima bagian pada Zubair. Ketika Abu Ubaidah memberikan lima bagian pada Zubair; beberapa orang berdatangan membawa empat kuda, ada yang membawa lima kuda. Mereka berkata, “Kami juga minta diperlakukan seperti Zubair.”
Abu Ubaidah tidak mau memperlakukan mereka seperti pada Zubair. Walau begitu Abu Ubaidah minta idzin melalui surat, pada Umar untuk ‘mengabulkan’ permintaan mereka.

Umar menjawab melalui surat, “Bedakan Zubair dengan mereka! Jangan kau perlakukan mereka seperti Zubair!.”

Di hari itu, Zubair menemukan budaknya dari rampasan Perang Oman, yang telah kabur. Budak itu ditangkap, mumpungung belum dibagi.
Al-Muwakkil (الموكل) menegur, “Jangan mengambil budak duluan!.”
Perdebatan Zubair dan Al-Muwakkil berhenti setelah Abu Ubaidah datang dan bertanya, “Ada apa ini?.”
Zubair menjawab, “Pemuda ini tadinya budak saya dari rampasan Perang Oman yang berlari, kini saya tangkap lagi.”
Abu Ubaidah mendamaikan, “Putra bibi Rasulillah SAW ini telah benar. Dia memang budak Zubair, pemberian dari saya dari tawanan Perang Oman.”
Zubair mengambil lagi pada budak itu.

Pada Abu Ubaidah, Zaid Al-Muradi melaporkan, mengenai budak perempuannya ‘yang kabur’, ditemukan lagi di dalam tawanan.
Sebelum mengembalikan budak itu, Abu Ubaidah bertanya pada Umar, melalui surat.
Umar menjawab melalui surat, “Kalau budak itu ikut melawan, harus diperlakukan seperti tawanan lainya. Kalau nggak ikut melawan, harus dikembalikan pada Zaid.”
Banyak orang yang gaduh, memohon agar budak itu dikembalikan pada Zaid yang mereka cintai. Mereka diam ketika Abu Ubaidah bersumpah, “Demi Allah satu-satnya Tuhan yang harus disembah! Ini keputusan Umar di dalam suratnya!.”


Hiraqla sangat sedih, karena 1.060.000 pasukan berkudanya yang dikirim ke Yarmuk, telah dikalahkan oleh pasukan Muslimiin, yang jumlahnya hanya 41.000 orang. Apa lagi panglimanya bernama Mahan juga gugur. Jarjir dan raja lainnya juga gugur.
Dengan lunglai dia berkata, “Sebelumnya saya sudah yakin bahwa akhirnya nasib kita pasti akan begini.”

Hatinya berdebar-debar, karena khawatir pasukan Muslimiin akan melakukan tindakan yang lebih mengerikan. [2] Bagi dia dan seluruh rakyatnya; hari itu seakan-akan gelap-gulita.




In syaa Allah bersambung.



[1] تِلْكَ الدَّارُ الْآَخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ [القصص/83].
[2] Hiraqla pernah membaca kitab, “Nabi terakhir bernama Muhammad. Jika telah wafat, kepemimpinannya akan berpindah pada asmar, artinya orang yang agak hitam, bernama Abu Bakr. Di masa itu ada sahabat nabi bernama Khalid yang akan merebut sejumlah wilayah Hiraqla. Jika Abu Bakr telah wafat, akan diganti oleh shachibul futuch, artinya pemborong kemenangan, yakni Umar. Saat itu wilayah kekuasaannya yang luas sekali akan direbut oleh pasukan Muslimiin.”   

Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar