Raja Mahan tidak segera menyuruh agar pasukan menyerang 30.000
pasukan Muslimiin, karena utusan Raja Hiraqla datang, membawa pesan
‘serangan jangan dimulai! Sebelum kita mengutus seorang pada mereka! Untuk
menawarkan imbalan berupa harta berjumlah banyak, dan hadiyah khusus untuk
pimpinan tertinggi mereka bernama Umar bin Khatthab, dan tokoh-tokoh lain!’.
Selain itu tanah Jabiyah hingga Chijaz (الحجاز) ‘akan diberikan’ pada
mereka, untuk berdamai.
Pada utusan, Raja Mahan berkata, “Mereka tidak mungkin menerima
tawaran itu hingga kapanpun.”
Bawahan Mahan bernama Raja Jarjir berkata, “Kesulitan apa yang
sedang menimpa Raja Hiraqla?.”
Mahan menjawab, “Pergilah pada pasukan Arab! Untuk mengundang
seorang dari mereka yang pandai! Ajaklah berbicara secara baik-baik! Mengenai
penawaran Raja Hiraqla yang barusan kau dengarkan! Pastikan penawaran ini
diterima oleh mereka!.”
Jarjir bergerak cepat, mengenakan busana berbahan sutra Dibaj, dan
mengenakan mahkota dari Jauhar (الجوهر). Lalu menaki kuda
putih tinggi besar, berpelana dihias emas, ditabur mutiara dan Jauhar (الجوهر).
Jarjir keluar didampingi oleh 1.000 arak-arakan pasukan berkuda,
berbusana sutra Dibaj semuanya. Arak-arakan pasukan panjang sekali, berjalan
sejauh 9 mil menuju pasukan Muslimiin.
Di depan pasukan Muslimiin, Jarjir membaris pasukannya, lalu maju
untuk berteriak,”Hai kaum Arab! Saya utusan Raja Mahan! Panglima kalian agar
keluar kemari! Untuk membicarakan yang penting! Sebagai upaya perdamaian, dan
menghentikan pertumpahan darah!.”
Pasukan Muslimiin memberi tahu Abu Ubaidah ‘Raja Jarjir ingin
bertemu’. Abu Ubaidah keluar dengan berkuda tanpa dikawal. Berbusana dari bahan
sederhana ‘Karabis (كرابيس)’ dari Iraq, bersurban
hitam, memanggul pedang.
Ketika kepala kuda Abu Ubidah telah mendekati kepala kuda Raja
Jarjir, dua kuda itu berdiri, mengangkat kaki depan. Pemandangan itu menarik
perhatian semua pasukan yang ada. Abu Ubaidah berkata, “Hai saudara kafir!
Katakan dengan terus terang ‘apa maumu!?’.”
Jarjir berkata, “Hai orang-orang Arab! Jangan sekali-kali
mengatakan ‘kami telah mengalahkan kaum Romawi di beberapa kota! Dan telah
merebut kebanyakan wilayah mereka!’ Sekarang saksikan! Bala bantuan yang akan
memerangi kalian dari berbagai negeri! Yang jumlahnya melaut! Seluruh pasukan
Romawi telah bersumpah dalam peperangan ini ‘takkan lari meskipun harus mati
semuanya!’ Kini kalian takkan mampu melawan kami! Pulanglah ke negeri kalian!
Kalian harus bersukur karena telah berhasil merebut wilayah kerajaan Hiraqla
sejumlah itu! Selain itu Raja Hirqla telah berbaik hati ‘dengan menyerahkan’
beberapa wilayah! Peralatan perang! Emas dan perak! Yang telah kalian rampas
selama tiga tahun ini! Kalian harus ingat bahwa ‘kalian dulu’ kaum yang hina!.”
Abu Ubaidah menjawab, “Mengenai banyaknya pasukan Romawi yang kau
katakan ‘takkan lari!’ Karena mereka belum melihat tajamnya senjata kami! Kalau
telah melihat tajamnya senjata kami! Lari tunggang-langgang! Mengenai
penjelasan ‘jumlah pasukan kalian’ banyak, dan pasukan kami yang sedikit! Kami
justru paling bahagia jika bisa bertempur melawan kalian untuk menentukan
siapa diantara kita yang lebih hebat di dalam bertempur!.”
Raja Jarjir menoleh dan memanggil pengawalnya bernama Bahil (بَهِيلٌ), “Hai Bahil! Sepertinya Raja Hiraqla justru lebih tahu mengenai kaum Arab yang keras kepala dari pada kita.”
Jarjir membelokkan lalu memacu kudanya untuk kembali menghadap
Raja Mahan.
Jarjir menghadap dan ditanya oleh Raja Mahan, “Kau berhasil merayu
mereka?.”
Jarjir menjawab, “Tidak berhasil. Demi kebenaran Al-Masih saya
takkan mampu mempengaruhi mereka. Saya akan menyuruh sebagian kaum Arab
Nashrani, agar mempengaruhi mereka, karena sesama kaum Arab pasti ada
kecocokan.”
Raja Mahan memanggil Raja Jabalah, “Hai Jabalah! Datangi dan
takut-takutilah mereka! Dengan banyaknya pasukan kita! Bersiasatlah untuk
menaklukkan mereka!.”
Raja Jabalah keluar diikuti oleh arak-arakan 60.000 pasukan, mendatangi
pasukan Muslimiin berjarak 9 mil.
Setelah dekat, Jabalah berteriak, “Hai kaum Arab! Yang merasa
keturunan Amer bin Amir (عمرو بن عامر) agar keluar kemari! Untuk berbicara penting mengenai amanat
yang dipercayakan padaku!.”
Abu Ubaidah RA berkata, “Ini membahayakan! Karena kaum ini satu
keturunan dengan kalian! Dia akan bersiasat mengadu-domba dan memutuskan
kekerabatan! Perintahlah keturunan Amer bin Amir (عمرو
بن عامر) yang
dari Anshar! Agar menghadapi!.”
Ubadah bin Shamit Al-Khazraji (عبادة بن الصامت الخزرجي) muncul dan berkta,
“Yang mulia! Saya yang akan datang untuk menghadap dan menjawab dia.”
Jabalah terkejut takut, saat melihat Ubadah tinggi besar
berkulit agak hitam, seperti orang Syanuah (شَنُوءَةٌ). Perawakan Ubadah
yang besar membuat Jabalah grogi. Ubadah mantan peramal mempergunakan
garis-garis.
Jabalah bertanya, “Hai anak muda! Siapakah kau?.”
Ubadah menjawab, “Saya keturunan Amer bin Amir.”
Jabalah bertanya, “Namamu?.”
Dia berkata, “Saya Ubadah bin Shamit sahabat Rasulillah SAW!
Bertanyalah!.”
Jabalah berkata, “Hai anak paman! Sesungguhnya saya datang kemari
karena mengingat ‘kebanyakan kalian’ satu keturunan dan kerabat kami! Tujuan
saya baik, mengajak berembuk! Sadarilah bahwa kaum Romawi yang datang kemari
jumlahnya sangat banyak! Kalian tak mungkin mampu melawan mereka! Mereka
memiliki beteng-beteng dan kastil-kastil serta harta-kekayaan melimpah! Kalian
jangan berkata ‘kami telah mengalahkan pasukan Romawi!’ Kemenangan bisa berubah
menjadi kekalahan! Kalau kalian ditaklukkan oleh pasukan kami yang melaut ini!
Takkan menjumpai tempat berlindung! Artinya pasti tewas! Lain dengan kami! Jika
kalah bisa berlari pulang untuk berlindung di balik beteng, dan
bersenang-senang dengan kekayaan yang kami miliki! Ambillah semua yang telah
kalian rampas! Dan pulanglah dalam keadaan selamat.”
Jawaban Ubadah, “Hai Jabalah! Tak ingatkah kau
mengenai Perang Ajnadin dan lainnya? Bagaimana Allah menolong kami mengalahkan
pasukan kalian? Sehingga tokoh-tokoh besar kalian berlarian? Kami menyadari
sepenuhnya bahwa kalian masih memiliki bala tentara berjumlah banyak, yang
harus kami hadapi! Kami takkan takut berapa pun jumlah pasukan kalian! Kami
telah berkali-kali menumpahkan darah pasukan kalian! Ternyata darah kaum Romawi
justru darah yang sangat lezat, membuat ketagiahan! Saya justru mengajak kau ‘agar
masuk Islam!’ Hai Jabalah! Ajaklah kaummu masuk agama kami! Agar mendapatkan
kejayaan dunia dan akhirat! Jangan justru mengikuti raja kafir dari Romawi!
Karena kau akan terjebak dalam kehancuran! Kau sebagai tokoh Arab yang
berpengaruh ‘mestinya bersyukur!’ Agama kami akan berjaya sebagaimana agama
Islam zaman kuno! Ikutilah jalan orang yang kembali pada kebenaran. Katakan ‘laa
Ilaaha illaa Allah Muhammad Rasulullah!’ Allaahumma sholli alaihi wa alaa
allihi wa shachbihi wa sallim” membuat Jabalah terperangah. [1]
Dengan marah, Jabalah membentak, “Saya takkan mungkin
keluar dari agama saya!” pada Ubadah yang lalu menjawab, “Jika kau bersikeras mempertahankan kekafiran!
Jangan merayu saya! Yang akan menjadi pemenang peperangan dahsyat ini ‘kami!’
Jika kalian telah merasakan tajamnya pedang kami! Kalian akan tewas! Lautan pasukan yang kau
pamerkan bagi kami ‘remeh!’ Jika kau membandel! Akan bernasib seperti
tokoh-tokoh Romawi lainnya.”
Jabalah marah, “Kenapa kalian menakut-nakuti saya dengan pedang
kalian? Kita sama-sama kaum Arab?.”
Ubadah menjawab, “Kami tahu pasti bahwa tujuanmu datang kemari
untuk merayu kami! Padahal kami tidak seperti kalian! Hai keparat! Walau jumlah
pasukan kami sedikit! Namun kami bertauhid pada Tuhan kami! Dan mengikuti Sunnah
Muhammad Nabi kami SAW! Bala bantuan yang akan menolong kami, pasukan yang
memenuhi bumi dan memenuhi jagad!.”
Jabalah berkata, “Saya tidak melihat bala bantuan di belakang
kalian yang akan menolong kalian.”
Ubadah menjawab, “Kamu yang bodoh! Demi Allah hai putra Aiham!
Di belakang kami ada pasukan yang sangat kuat yang menganggap kematian sebagai anugrah, dan
hidup sebagai tanggungan! Tiap seorang mereka mampu melawan pasukan dalam
jumlah banyak sekali! Apa kamu lupa siapakah Ali RA yang dahsyat serangannya?!
Dan Umar RA yang sangat mengerikan?! Dan Utsman RA yang sangat agung?! Abbas RA
dan kepintarannya?! Zubair RA? Belum lagi pahlawan berkuda yang dari Makkah!
Thaif! Yaman dan lain-lain?!.”
Jabalah merasa tubuhnya menjadi lunglai, dan berkata, “Hai anak
paman! Saya datang kemari bertujuan ‘damai!’ Jika kau tak mengabulkan permintaanku!
Tawarkanlah pada kaummu! Siapa tahu mereka mau berdamai dengan kami!.”
Ubadah menggertak, “Tidak ada perdamaian dengan kalian! Kecuali
jika kalian mau membayar pajak atau masuk Islam! Atau melawan serangan kami!
Itulah yang harus kita lakukan! Demi Allah, kalau kami tak takut namanya
tercoreng! Kau telah saya tebas dengan pedangku!.”
Beberapa bentakan pasukan Muslimiin yang ricuh atas Jabalah,
menimbulkan keributan menakutkan. Gertakan Ubadah dan sejumlah kawannya yang
keras sekali, membuat Jabalah ketakutan. Dengan bergetar dia membelokkan dan
memacu agar kudanya lari cepat, menuju Raja Mahan. Gertakan Ubadah menggema di
ruangan hatinya hingga wajahnya pucat pasi.
Mahan beranya, “Kenapa kau lari kencang?.”
Jabalah berkata, “Yang mulia! Sungguh saya telah mengancam,
menakut-nakuti, dan merayu! Namun semua itu ditanggapi dengan jelek oleh
mereka! Mereka berkata ‘yang harus kita lakukan adalah berperang!’.”
Dengan heran, Mahan bertanya, “Kenapa kau kelihatan pucat dan
ketakutan? Padahal kau dan mereka sama-sama Arab? Padahal jumlah mereka menurut
laporan yang masuk, hanya 30.000 pasukan? Semenetara pasukanmu 60.000
pasukan? Berarti jumlah kalian dua kali lipat kan? Hai Jabalah! Kau dan
pasukanmu kuperintah agar memerangi mereka! Saya di belakang kalian! Jika kau
menang! Kau akan kugabungkan di dalam kerajaanku! Artinya kaulah orang yang
kedudukannya paling dekat denganku! Wilayah-wilayah Syam yang telah direbut
oleh mereka, akan diberikan padamu.”
Karena Raja Mahan merayu terus, maka Jabalah menggerakkan pasukannya
untuk memerangi pasukan Muslimiin. Pada pasukannya, Jabalah berteriak, “Bersiaplah menyerang mereka!.”
Jabalah menggiring 60.000 pasukan Arab Nashrani, berbaju perang
dan berhelm perang yang dilengkapi pelindung leher. Jabalah lah yang paling
gagah, baju perangnya berlapis emas, pedangnya buatan kaum Tababiah (التبابعة). Panji yang dibawa,
panji kebanggaan, karena yang menyerahkan padanya, Raja Hiraqla.
Jabalah dan arak-arakan 60.000 pasukan Arab Nashrani yang panjang
sekali telah mengalir, dengan kendaraan kuda, menyusuri jalan sepanjang 9 mil.
Derap kuda mereka membahana. Debu-debu berterbangan. Masyarakat yang menonton
di sepanjang jalan sama takjub. [2]
In syaa Allah bersambung.
[1] Dalam naskah aslinya tertulis: لا إله إلا الله محمد
رسول الله اللهم صل عليه وعلى إله وصحبه وسلم.
Artinya: Tiada Tuhan kecuali Allah, Muhammad Utusan Allah. Ya Allah berilah Sholawat dan Salam padanya, keluarganya, dan para
sahabatnya.
وجعل ماهان يرغب
جبلة في العطاء ويلينه ويحرضه على القتال في المسلميي حتى أجابه إلى ذلك وأخبر قومه
وبني عمه من بني غسان ولخم وجذام وغيرهم من العرب المتنصرة وأمرهم بأخذ الأهبة للحرب
والقتال ففعل القوم ذلك وركبوا في سابغ الحديد والزرد النضيد وهم ستون ألف فارس ما
يخالطهم من غير العرب أحد يقدمهم جبلة بن الأيهم وعليه درع من الذهب الأحمر متقلد بسيف
من عمل التبابعة وعلى رأسه الراية التي عقدها له الملك هرقل فسار جبلة نحو الصحابة.
Mulungan Mulya Abadi Ponpes Kutubussittah Melati Sleman Yogyakarta Indonesia
Mulungan Mulya Abadi Ponpes Kutubussittah Melati Sleman Yogyakarta Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar