Serangan pasukan Muslimiin yang tampak mengerikan dari Bani Makhzum, di bawah pimpinan Ikrimah bin Abi Jahl. Ikrimah sendiri serangannya
sangat dahsyat hingga ada orang mengingatkan, “Takutlah pada Allah! Jangan
terlalu brutal.”
Ikrimah menjawab, “Di zaman masih kafir, saya mau membela
berhala ‘mati-matian!’ Apa lagi sekarang ‘dalam rangka mentaati’ Raja dunia.
Lagian di sini, saya menyaksikan sejumlah bidadari yang kecantikannya tiada tara,
memandangi saya dengan mata menggiurkan. Kalau seorang mereka muncul untuk
penduduk bumi, niscaya tak dibutuhkan lagi sinar matahari dan bulan. Janji
Rasulullah SAW pada kita benar.”
Ikrimah maju mengayun-ayunkan pedang, membelah barisan lawan.
Bagi yang bersikeras melawan, tewas oleh tebasan pedangnya yang ganas menggila.
Setiap kali dikerubut musuh, dia justru semakin mengamuk dan
menerjang dengan garang, hingga sejumlah lawan ketakutan dan mundur teratur.
Bathriq Harbis bergerak cepat mengayunkan tombak bertaring
gemerlapan ke arah Ikrimah. [1] Secepat kilat tombak
menembus jantung Ikrimah yang sedang mengayun-ayunkan pedang. Allah mempercepat
ruh Ikrimah ke surga. Dadanya menyemburkan darah merah.
Bathriq Harbis dan pasukannya kabur.
Bathriq Harbis dan pasukannya kabur.
Khalid bergerak cepat mendekati Ikrimah yang rebah bersimbah
darah.
Wajah Khalid menjadi merah dan air matanya berderai membasahi pipi. Dan berkata, “Oh, seandainya menyaksikan anak pamanku dibunuh, pasti Umar RA murka.”
Wajah Khalid menjadi merah dan air matanya berderai membasahi pipi. Dan berkata, “Oh, seandainya menyaksikan anak pamanku dibunuh, pasti Umar RA murka.”
Khalid benar-benar sedih dan syok, menyaksikan Ikrimah gugur,
dengan dada lobang, bermandi darah.
Peperangan berkecamuk terus hingga sore semakin gelap. Khalid
marah dan sedih karena Ikrimah gugur.
Pasukan Chimsh sama pulang dan menutup seluruh pintu gerbang
kota. Sejumlah penjaga bertengger di atas beteng di tempat pengintaian,
mengamati gerak-gerik kaum Muslimiin.
Pasukan Muslimiin telah ditarik, agar istirahat di barak
pengungsian. Beberapa pasukan sama berjaga.
Di pagi yang cerah itu, Abu Ubaidah berkata, “Hai Muslimiin
semuanya!? Kenapa serangan kalian dipatahkan oleh mereka? Kenapa kalian mundur
menghadapi serangan?! Padahal Allah menyelimutkan Ampunan dan Keselamatan yang
luas? Bahkan sejumlah bathriq juga telah kalian kalahkan? Beteng-beteng yang
kokoh juga telah kalian rebut? Kenapa semangat kalian hanya sampai di sini?
Padahal Allah melihat kalian?.”
Khalid berkata, “Pasukan Romawi yang telah terlatih dan teruji
di sini lebih dahsyat, daripada lainnya! Demi membela anak-cucu dan istri
mereka.”
Kepada Khalid, Abu Ubaidah bertanya, “Sebaiknya bagaimana, hai
Aba Sulaiman? Semoga Allah menyayang kau.”
Khalid menjawab, “Wahai pimpinan! Jika boleh, saya akan bermakar
dengan cara mengumpankan binatang ternak dan unta-unta kita. Lalu kita
berpura-pura kalah dan lari. Jika telah berhasil menjauhkan mereka dari
kota, kita berbalik cepat untuk menyerang mereka sekuat tenaga. Saat itulah
mereka kita robek dengan tombak dan kita patahkan punggung mereka dengan
pedang.”
Abu Ubaidah berkata, “Silahkan hai Aba Sulaiman. Usulanmu baik
sekali.”
Pasukan Muslimiin telah menyepakati usulan Khalid ‘akan
berpura-pura kalah dan lari’ meninggalkan binatang ternak dan unta-unta.
Di pagi yang semakin cerah itu, seluruh pintu gerbang kota
Chimsh dibuka lebar, untuk keluar para pasukan yang berarak-arak panjang
sekali. Derap kaki kuda mereka menggemuruh.
Peperangan berlangsung dengan sengit. Sejumlah pasukan Muslimiin
minta ‘agar lawan menghentikan serangan’. Pasukan Muslimiin sengaja mundur dan
hanya bertahan, lalu sama lari kabur menjauh.
Sinar matahari telah menerangi bumi; alam indah berseri; pasukan
Muslimiin telah meninggalkan gelanggang perang, ketika pasukan Chimsh mengamuk
bagai orang-orang kesurupan. Bathriq Harbis dikawal oleh 5.000 pasukan elit,
berkuda kelabu. Merekalah pasukan terhebat di kota Chimsh.
Pasukan Muslimiin kabur menghindari kejaran para bathriq menuju
daerah persawahan dan jalan raya Jausiyah. Sejumlah pasukan Chimsh berlari untuk menjarah berbekalan dan bahan makan pasukan Muslimiin.
Ada seorang alim (qisis) Nashrani yang agung
dari penduduk Chimsh, telah sangat tua. Dia tokoh Nashrani yang telah
berpengalaman mengikuti Perang Suci. Dia rajin membaca Taurat, Injil, Zabur,
kitab Nabi Syits, dan kitab Nabi Ibrahim AS. Pandai main musik, dan pernah
bertemu hawari Nabi Isa AS. [2] Dengan terperangah, dia
mengamati pasukan Chimsh mengejar pasukan Muslimiin. Ketika tahu bahwa pasukan
Chimsh telah merampas harta milik pasukan Muslimiin, dia berteriak, “Demi
kebenaran Al-Masih! Ini makar dari pasukan Arab! Mereka tak mungkin membiarkan
anak-anak dan unta-unta mereka, meskipun harus mati sekalipun!.”
Teriakannya tak digubris karena mereka lebih senang menjarah
harta milik pasukan Muslimiin. Amukan Bathriq Harbis dan 5.000 pasukan elitnya
yang membabi-buta ‘menambah semangat’ berperang, pasukan Chimsh lainnya.
Ketika pasukan Chimsh telah meninggalkan jauh dari kota mereka,
Abu Ubaidah RA berteriak keras sekali, “Berbaliklah untuk menyerbu mereka
sekuat tenaga!.”
Pasukan Chimsh terkejut oleh serangan mendadak dari pasukan yang
tadinya dikejar. Tiba-tiba tombak-tombak dan pedang-pedang telah menembus dan
menebas tubuh mereka. Mereka terlambat menghindar atau menangkis. Tahu-tahu
merasa kesakitan dan tepelanting atau terlempar dari kuda mereka, sakarat dan
tewas. Mereka berserakan bermandi darah.
Bathriq Harbis dan 5.000 pasukan elitnya dikeroyok oleh pasukan
Muslimiin yang berjumlah jauh lebih banyak. Semakin lama pengeroyok yang
memerangi mereka semakin banyak, hingga yang tewas oleh amukan Muslimiin banyak
sekali. Walau begitu pasukan elit yang telah terlatih, bertahan melawan pasukan
Muslimiin.
Yang paling mendebarkan, Khalid dengan kuda coklatnya, bergerak
cepat menembus pasukan lawan. Dadanya dilindungi baju perang berlapis emas
hadiyah dari raja Balabak (بعلبك/Balbek), ketika dia merebut kota itu. [3] Surban merah yang pernah
dikenakan ketika Perang Balabak dikenakan lagi. Dia menghunus pedang dari
sarungnya lalu memutar-mutar hingga pedang itu tampak berkilauan, sambil
berteriak, “Semoga Allah Ta’ala merahmati orang yang menghunus pedang dan
memperteguh tekat perjuangan, untuk memberantas Musuh-Musuh-Nya.”
Pasukan Muslimiin menghunus pedang untuk menyerang dengan
garang. Dalam waktu cepat serangan mereka mengacaukan pertahanan lawan.
Abu Ubaidah berteriak, “Hai anak kaum Arab! Perperanglah untuk
melindungi para wanita! Agama! Dan harta kalian! Sungguh Allah memandang dan
menolong kalian, mengalahkan musuh kalian!.”
Mu’adz bin Jabal dan 500 pasukan berkuda menyerbu kawanan lawan
yang menjarah harta. Di saat bersukaria, punggung kaum penjarah ditusuk dengan
tombak, hingga tewas.
Ada yang berteriak keras, “Hai para pemuda Arab! Hadanglah
mereka di pintu gerbang! Agar tidak ada yang masuk kota!.”
Mayat-mayat yang bergelimpangan di mana-mana, membuat kaum
Chimsh yang masih hidup ‘sedih dan ketakutan’. Baik teman, maupun keluarga
mereka.
[2] Arti dari naskah
aslinya memang begitu: وقد قرأ التوراة والإنجيل والزبور والمزأمير
وصحف شيث وابراهيم وأدرك حواري عيسى ابن مريم عليه السلام. Tapi penulis yakin bahwa yang dimaksud ‘pernah bertemu’
keturunan harawi-nya Nabi Isa AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar