Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/04/07

PS 100: Pembebasan Syam





Seorang penguasa Romawi mengutus sejumlah mata-mata agar ‘mengamati’sepak-terjang pasukan Arab. Sejumlah mata-mata menyaksikan pintu gerbang kota Chimsh dibuka lebar, dan penduduknya mengadakan jual-beli dengan kaum Arab. Dia menyangka penduduk Chimsh telah takluk pada kaum Arab. Dia dan teman-temannya yang salah sangka dan ketakutan, membuntuti arak-arakan pasukan Muslimiin yang berjalan ke Anthakiyah (انطاكية).
Setiap singgah pada suatu kota, para mata-mata memberitakan, “Penduduk Chimsh telah tunduk pada kaum Arab, dengan damai.”
Berita itu membuat sedih dan ketakutan, pada kaum Romawi yang mendengar. Rombongan mata-mata berjumlah 40 orang itu, yang 3 orang memasuki kota Syaizar (شَيْزَرَ), memberitakan, “Penduduk Chimsh telah takluk pada kaum Arab.”

Abu Ubaidah RA dan pasukannya telah sampai kota Rostan. Kota yang berpenduduk padat itu, dikelilingi oleh dinding tebal nan tinggi, berair melimpah.
Abu Ubaidah perintah melalui seorang, agar penduduk Rostan tunduk pada perintahnya. Namun mereka menjawab, “Tidak bisa! Kecuali jika kalian telah mampu menaklukkan Raja Hiraqla, in syaa Allah.”
Abu Ubaidah mengirim pesan, “Kami memang akan memerangi Raja Hiraqla. Sementara di sini, kami menitipkan barang-barang yang memberatkan kami.”
Penduduk Rostan menghubungi Bathriq Naqithas (نقيطاس), raja mereka. Bawahan Hiraqla itu menjawab, “Hai kaumku! Sudah menjadi kebiasaan, raja menitipkan barang pada raja yang lain! Biarlah.”
Utusan raja Rostan menghadap Abu Ubaidah untuk menjawab, “Kalau kau mau menitip barang, silahkan! Kami takkan mengganggu! Hanya jangan mengganggu orang-orang di sini! Kalau kau telah berhasil menaklukkan raja atasan kami! Kita berhitung.”
Abu Ubaidah menjawab, “Akan kami laksanakan, in syaa Allah.” Lalu mengundang para sahabat nabi SAW, untuk diajak bermusyawarah.
Dia berkata, “Beteng ini sangat kuat. Agar kita bisa masuk, harus bersiasat. Saya ingin memasukkan 20 orang di dalam 20 peti untuk dimasukkan ke dalam beteng ini.
Kaum Rostan dipersilahkan mengunci pintu gerbang setelah 20 titipan peti nanti, ‘dimasukkan’. Jika kaum Rostan telah meninggalkan peti, untuk urusan mereka. Di dalam, 20 orang itu agar segera keluar, dengan menyebut Nama Allah. Adapun tugas selanjutnya agar kalian dapat menaklukkan kota ini ‘caranya terserah kalian’.”
Khalid berkata, “Kalau begitu kunci peti-peti itu harus ditampakkan. Sebetulnya di dalam peti ada lelaki bebusana wanita yang bisa keluar dari bawah. Jika 20 orang itu telah berhasil membuka pintu gerbang kota, segeralah bertakbir yang serempak. Karena di balik takbir adalah ‘kemenangan’.”
Abu Ubaidah menyetujui usulan Khalid.

Duapuluh peti telah diisi bahan makan baik, yang disenangi oleh kaum Romawi, lalu dikunci. Di bawah peti-peti itu ada ruangan untuk lelaki berbusana wanita yang telah dipersiapkan. Mereka yang memasuki ruang sempit dari peti-peti itu:
2.     Al-Musayyab ibnu Najibah (المسيب أبن نجيبة).
3.     Dzul-Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري).
4.     Amer bin Madikarib Az-Zubaidi  (عمرو بن معد يكرب الزبيدي).
5.     Al-Marqal (المرقال).
6.     Hasyim bin Najah (هاشم بن نجعة).
7.     Qais bin Hubairah (قيس بن هبيرة).
8.     Abdur Rohman bin Abi Bakr As-Shiddiq (عبد الرحمن بن أبي بكر الصديق).
9.     Malik bin Al-Asytar (مالك بن الاشتر).
10. Auf bin Salim (عوف بن سالم).
11. Shobir bin Kulkul (صابر بن كلكل).
12. Mazin bin Amir (مازن بن عامر).
13. Al-Ashyad bin Salamah (الأصيد بن سلمة).
14. Rabiah bin Amir (ربيعة بن عامر).
15. Ikrimah bin Abi Jahl (عكرمة بن أبي جهل).
16. Utbah bin Al-Ash (عتبة بن العاص).
17. Darim bin Fayadh Al-Absi (دارم ابن فياض العبسي).
18. Salamah bin Chabib (سلمة بن حبيب).
19. Al-Fazi bin Charmalah (الفازع بن حرملة).
20. Naufal bin Jaral (نوفل بن جرعل). [1]
Duapuluh dua peti diusung, dimasukkan melaui pintu gerbang. Dan dititipkan pada Naqithas pengusa kota itu, dan diletakkan di suatu ruang. 

Arak-arakan panjang Abu Ubaidah dan pasukannya, meninggalkan kota Rostan. Mereka singgah di sebuah desa bernama Sudiyah. Yang masih tinggal diluar beteng kota Rostan, Khalid bin Al-Walid dan pasukan elitnya, bernama Jaisy Az-Zahf (جيش الزحف).
Di malam yang kelam itu Khaid perintah agar pasukan ‘mengamati para sahabat’ yang berada di dalam beteng. Ketika pasukan Khalid telah mengantuk, dikejutkan oleh suara takbir dan tahlil para sahabat, dari dalam beteng.  

Setelah meletakkan peti-peti titipan Abu Ubaidah, di suatu ruang, Naqithas pergi ke Gereja untuk melakukan shalat sebagai rasa syukur. Karena arak-arakan Abu Ubaidah dan pasukannya telah pergi meninggalkan kotanya. Di dalam Gereja besar itu, sejumlah orang membaca kitab Injil bersaut-sautan, dengan suara keras.
Saat itulah duapuluh orang lebih, keluar dari bawah peti, lalu menghunus pedang. Yang menjadi incaran mereka, istri dan harem-harem Naqithas. “Berikan kunci-kunci gerbang itu pada kami!” Ancam mereka dengan todongan pedang.
Begitu kunci diberikan, mereka bertakbir, bertahlil, membaca shalawat dan salam, untuk nabi SAW.
Sejumlah penjaga pintu gerbang yang melawan ‘dilumpuhkan’, karena kurang persiapan.
Abdullah bin Ja’far membagi kunci-kunci pada:
1.     Rabiah bin Amir.
2.     Al-Ashyad bin Salamah.
3.     Ikrimah bin Abi Jahl.
4.     Utbah bin Al-Ash.
5.     Dan Al-Farigh bin Charmalah.
Agar mereka membuka pintu-pintu gerbang kota itu. “Bukalah pintu-pintu gerbang! Dan bertahlillah yang keras! Saudara kita berada di luar dinding sana, jumlahnya banyak!,” perintahnya.
Lima orang berlari cepat membawa kunci, untuk membuka pintu gerbang Qubla, yang lurus jauh kota Chimsh. Mereka bertahlil dan bertakbir dengan keras, lalu kembali masuk lagi.
Khalid bin Al-Walid dan pasukannya bergerak cepat, memasuki beteng, sambil bertahlil dan bertakbir ‘keras’, bersaut-sautan.
Saat mendengar pekikan tahlil dan takbir dari para sahabat Rasulillah SAW, penduduk kota takut. Dengan hati berdebar-debar, mereka sadar bahwa ‘mereka telah dikuasai’ oleh pasukan Muslimiin.
Hampir semua penduduk kota menyerah dan berkumpul untuk berkata, “Kami takkan melawan kalian! Silahkan kami ditawan. Kalian lebih kami senangi dari pada penguasa kami sendiri. Tetapi berbuatlah yang adil terhadap kami.”
Khalid merayu agar mereka masuk Islam. Kebanyakan mereka mau masuk Islam. Hanya sedikit yang menolak, namun sanggup membayar upeti.
Naqithas (نقيطاس) raja mereka berkata, “Agamaku takkan saya rubah.”
Khalid perintah, “Jika begitu, keluarlah dari kota ini, membawa keluargamu! Katakan pada orang-orang! Bahwa kami telah berbuat adil!.”
Naqithas (نقيطاس) dan keluarganya berkemas-kemas akan meninggalkan tempat, menuju kota Chimsh.

Dalam perjalanan yang memakan waktu lama itu, Naqithas (نقيطاس) dan keluarganya sampai tujuan.
Di kota Chimsh, Naqithas bercerita bahwa kotanya telah direbut oleh kaum Muslimiin. Berita itu membuat nafas kaum Chimsh menjadi sesak dan mata mereka terbelalak, karena terkejut dan takut. Mereka makin yakin, cepat atau lambat, kota mereka pasti akan direbut oleh pasukan Muslimiin.

Di kota Sudiyah, Abu Ubaidah bersujud sebagai tanda syukur, karena menerima berita bahwa Abdullah bin Ja’far didukung oleh Khalid danpasukan elitnya‘ telah merebut kota Rostan’.
Abu Ubaidah mengirimikan 1.000 lelaki, agar menjaga keamanan kota taklukan itu, di bawah pimpinan Hilal bin Murrah Al-Yasykuri (هلال بن مرة اليشكري).
Setelah Hilal bin Murrah dan pasukannya sampai ke kota Rostam, Abdullah bin Ja’far dan Khalid bin Al-Walid bersama pasukan mereka berdua, meninggalkan kota menuju kota Hamah (حماة) yang penduduknya telah berdamai dengan kaum Muslimiin, sebagaimana penduduk Syairaz. Hanya tiba-tiba penguasa kota Syairaz wafat, setelah permohonan damainya dikabulkan oleh Abu Ubaidah penguasa kaum Muslimiin di Syam.
Raja Hiraqla mengganti penguasa baru yang keras kepala, bernama Bathriq Nakas (نكس). [2] Nakas lah yang membatalkan permohonan damai penguasa sebelumnya. Penguasa jahat ini membuat rakyat menderita karena memeras kekayaan.  

Ketika Nakas membatalkan permohonan damai, Abu Ubaidah mengutus sejumlah pasukan berkuda, agar menyerang kota Syairaz. Perang berkecamuk seru, menimbulkan keributan dan kericuhan. Nakas turun dari kastilnya yang tinggi, untuk turun tangan.







[1] Dua orang yang memasuki peti selain mereka: Jundab bin Saif (جندب بن سيف). Abdullah bin Ja’far At-Thayyar (عبد الله بن جعفر الطيار) lah yang memimpin mereka semua.
[2] Bathriq dalam bahasa English ‘patriarch’.  


Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar