Dhirar menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan
sebaik-baiknya.”
Tiap rombongan telah berangkat menuju lokasi yang ditentukan.
Di pagi yang dingin itu, kaum Balbek membuka semua pintu beteng,
untuk keluar. Beribu-ribu pasukan mengalir keluar, dipimpin oleh Bathriq Harbis
raja mereka, yang di bawah kendali Raja Hiraqla. Mereka mendengarkan Harbis
berkata, “Ketahuilah hai orang-orang Nashrani! Bahwa saudara-saudara kita yang
berada di selain wilayah kita, tidak mampu melawan kaum Arab.”
Mereka menjawab, “Yang mulia berbahagialah, dan nasehatilah
kami. Sebelumnya kami takut pada kaum Arab. Namun ternyata mereka bukan kaum
pemberani dan bukan kaum yang gigih ‘dalam beperang’. Banyak di antara mereka
yang berpakaian jelek. Padahal kita berbaju dan berhelm perang yang diberi
pilindung leher. Kita telah diberi kewibawaan oleh Al-Masih.”
Abu Ubaidah berteriak, “Hai kaum Muslimiin! Jangan takut mereka!
Agar kewibawaan kalian tidak hilang! Tabahlah! Sungguh Allah menyertai kaum
yang tabah!.”
Banyak juga pasukan Balbek yang takut. Karena teringat serangan
pasukan Muslimiin sehari sebelumnya, dahsyat sekali. Hal itu membuat serangan
mereka ‘sangat ganas’ berbahaya.
Seorang Muslim bernama Sahl bin Shabach Al-Absi (سهل بن صباح العبسي) menjelaskan, “Saat
terjadi peperangan di hari yang kedua, ‘serangan
kaum Balbek ganas sekali’. Saat
itu lengan kanan saya tidak bisa dipergunakan membawa pedang, karena luka
serius. Saya berperang berjalan kaki bersama teman-teman. Dan berpikir kalau
terjadi peperangan saya tidak bisa berbuat banyak. Saya mendaki gunung tinggi
yang dingin untuk melihat peperangan, dari belakang batu besar.
Kaum Balbek melancarkan serangan bertubi-tubi, dilawan oleh kaum
Muslimiin dengan garang. Beberapa pedang berdenting mengeluarkan bunga api,
saat membentur helm perang atau pedang.”
Beberapa Muslimiin berharap Sa’id bin Zaid (سعيد بن زيد) dan Dhirar bin Al-Azwar (ضرار بن الأزور) mengamuk. Untuk meringankan
beban perjuangan. Panglima perang bernama Abu Ubaidah juga berperang sibuk
sekali.
Perang makin berkobar-kobar dan korban berjatuhan. Sahl bin
Shabach yang sedang luka, menyaksikan peperangan dari puncak gunung. Di atas
itu, dia mematahkan pepohonan untuk ditumpuk dan dibakar. Dia menggoreskan zinad (korek), untuk menyalakan tumpukan
kayu. Setelah menyala, ditambahi lagi kayu-kayu kering dan basah, hingga
asapnya membanyak dan membumbung tinggi.
Sebelum itu sudah ada kesepakatan di antara kaum Muslimiin tanda untuk mengumpulkan mereka ‘api
dan asap’. Api dan asap
semakin membesar dan meninggi.
Dari bawah, Sa’id bin Zaid dan pasukannya, melihat asap tebal di
puncak gunung. Dhirar bin Al-Azwar dan pasukannya juga melihat. Dua komandan
itu perintah agar seorang melaporkan pada panglima ‘mengenai adanya tanda’
harus berkumpul.
Dua golongan bergerak, saling mendekat untuk bersatu. Saat itu
peperangan sedang sangat gawat, karena dua kubu saling menyerang dengan garang.
Sehingga kaum Muslimiin kesulitan dan susah sekali.
Mereka dikejutkan oleh teriakan, “Hai penganut Al-Qur’an!
Pertolongan dari Rohman telah datang pada kalian! Kalian ditolong untuk
menaklukkan penyembah Sulban (الصُّلْبَانُ)!.” [1]
Di saat mereka bergerak menjauhi pintu gerbang beteng, pasukan
Balbek melancarkan serangan bertubi-tubi, meninggalakan ruangan kosong depan
pintu gerbang. Untuk menyerbu dan menyerbu.
Sa’id bin Zaid dan Dhirar mengamuk untuk membunuh kawanan lawan,
dan memberi jalan ‘pasukan mereka berdua’, agar memasuki ruangan kosong itu.
Pasukan Balbek yang tadinya yakin akan segera menaklukkan kaum
Muslimiiin terkejut, saat melihat kenyataan di luar dugaan.
Pasukan Balbek bergerak mendekat untuk merebut lagi posisi di
dekat pintu gerbang, namun tebasan pedang dan tusukan tombak pasukan Muslimiin,
menewaskan mereka dengan tragis. Dan amukan pasukan Muslimiin yang menggila,
menewaskan. Mereka berserakan mirip dedaunan yang gugur oleh amukan badai.
Pada sisa-sisa pasukan yang masih hidup itu, Harbis panglima
perang mereka berteriak, “Jangan lari menuju pintu gerbang! Karena telah
terhalang oleh mereka! Siasat kaum Arab kali ini berhasil!.”
Sisa-sisa pasukan Balbek berkumpul mengelilingi panglima mereka.
Berjalan menjauh ke depan, lalu berbelok ke kiri, dan naik mendaki gunung.
Sa’id bin Zaid dan Dhirar menggerakkan pasukan untuk menyerang
sisa-sisa pasukan Balbek yang ketinggalan, di kiri dan kanan beteng. Hingga
mereka tewas berserakan. Yang lain berlari untuk bergabung pada pasukan induk,
di bawah komando panglima perang mereka, di atas gunung.
Pasukan Balbek bersembunyi di ceruk-ceruk gunung.
Dengan berkendaraan kuda, Sa’id bin Zaid dan 500 pasukannya
mengejar mereka.
Ketika menyaksikan kaum Balbek berlari ke gunung ‘mengikuti Harbis’, Abu Ubaidah berkata, “Hai! jangan ada seorangpun yang mengejar mereka!
Agar pasukan kita tidak berpecah! Saya khawatir ini hanya siasat untuk menjebak!
Ketika kalian telah bercerai! Mereka menyerang dengan spontan!.”
Sa’id tidak mendengat larangan itu. Kalau mendengar pasti tidak
mengejar mereka. Sa’id mengejar cepat dan berkata, “Kepunglah kaum yang akan
dirusak oleh Allah itu! Jangan sampai mereka berani melawan! Sambil kita
menunggu pasukan yang di belakang! Kita menindak mereka, setelah pimpinan kita
memerintahkan!.”
Sa’id menunjuk seorang wakil agar memimpin pasukannya. Sementara
dia ditemani sekitar 20 pasukan berkuda, pergi menuju Abu Ubaidah di
pertengahan pasukannya.
Ketika Sa’id telah menghadap, Abu Ubaidah bertanya, “Mana
pasukanmu dan bagaimana keadaan mereka?.”
Sa’id menjawab, “Berbahagialah wahai pimpinan! Pasukan saya
dalam keadaan baik-baik dan selamat! Mereka sedang mengepung Musuh-Musuh Allah
di ceruk-ceruk gunung.”
Lalu melaporkan kesemuanya.
Abu Ubaidah RA berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah
membuat mereka bercerai-berai, meninggalkan tempat.”
Abu Ubaidah mendekati Sa’id dan Dhirar bin Al-Azwar, untuk
bertanya, “Kenapa kalian berdua tidak mentaati perintah?! Semoga Allah
menyayang kalian. Bukankah saya telah perintah agar kalian berada di
pintu-pintu gerbang kota, untuk mengecoh mereka? Apa yang mendorong kalian
datang kemari? Saya dan orang-orang yang menyertai saya tadi, khawatir kalau
telah terjadi sesuatu, atau pasukan Balbek telah melancarkan serangan pada
kalian dari belakang. Sehingga kami mengurungkan rencana mengejar Harbis dan
pasukannya ke gunung.”
Sa’id berkata, “Wahai pimpinan! Demi Allah saya tidak berniat
menentang perintah sama sekali. Saya telah melaksanakan perintah, namun
tiba-tiba saya melihat asap membumbung tinggi, sehingga saya berpikir ini pasti
ada sesuatu yang serius. Kami pun segera datang kemari untuk bertanya ‘ada
apa’.”
Abu Ubaidah berteriak, “Siapa yang telah menyalakan api di atas
gunung?! Agar segera kemari! Untuk memberi keterangan!.”
Sahl bin Shabach bergegas menghadap Abu Ubaidah yang segera
bertanya, “Apa yang telah mendorong kau melakukan demikian?.”
Setelah mendengarkan laporan, Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah membimbing kau ke surga. Namun setelah ini, jangan sekali-kali melakukan yang
membahayakan, sebelum minta ijin pada pimpinan.”
Pasukan Muslimiin memperhatikan Abu Ubaidah berbicara serius
pada Sahl yang di depanya.
Dari atas gunung, seorang lelaki datang bergegas untuk berterik,
“Ayo bergegas hai umat Muhammad! Susullah saudara kalian yang sedang
kesulitan karena dikepung kaum Balbek!.”
Harbis penguasa Balbek telah menggerakkan pasukan untuk
menyerang pasukan Muslimiin. Dia berkata, “Hai penyembah Al-Masih! Seranglah
golongan yang hanya sedikit lagi hina, yang menghalang-halangi kalian memasuki
kota! Kalau kalian berhasil membunuh mereka! Pasti lainnya akan lari ketakutan
meninggalkan kita!.”
Sa’id menggerakkan pasukan berjumlah kurang dari 500 orang,
untuk mengepung Harbis dan pasukannya. Dia dan pasukannya terkejut oleh
munculnya pasukan Balbek, dari tempat persembunyian, hampir serempak. Pasukan
Muslimiin berteriak, “Semangat! Semangat!” Sebagai sandi antar mereka, agar
waspada terhadap serangan.
Peperangan berkecamuk dengan sengit dan ribut. Dari jauh, ada
teriakan keras sekali, “Adakah lelaki yang sanggup mengorbankan diri untuk Allah? Dan menolong pasukan Muslimiin?! Ini musuh telah dekat sekali!.”
Mush’ab bin Adi melarikan kuda untuk mendatangi suara. Dua
pasukan Balbek yang menghalangi, ditebas hingga satunya tewas. Mush’ab memacu
kudanya cepat sekali menuju teriakan. Kuda yang kecepatan larinya luar biasa,
segera sampai pada arah teriakan yang ternyata ‘pasukan Muslimiin’.
Abu Ubaidah segera tahu bahwa ada bahaya menimpa sebagian
pasukannya. Dia berteriak agar pasukan berkudanya membantu yang sedang kesulitan.
Jago panah berjumlah limaratus, berkumpul untuk mendatangi panggilan dan
melaksanakan perintah, di bawah komando Sa’id bin Zaid.
Kepada Sa’id bin Zaid, Abu Ubaidah perintah, “Cepat bantu
saudara kita di sana! Sebelum mereka diserbu! Semoga Allah menyayang kau.”
Sa’id bin Zaid menggiring cepat pada 500 pasukannya,
berkendaraan kuda.
Pada Dhirar dan pasukannya, Abu Ubaidah memanggil untuk
perintah, “Bantulah pasukan Sa’id bin Zaid!.”
[1] Sulban bahasa
Arab, bentuk jamak dari Salib.
Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar