Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/02/24

PS 75: Pembebasan Syam





Sejak dulu saya cinta Ja’far dan Abdullah, putranya. Ketika Abu Bakr As-Shiddiq ayah tiri Abdullah RA, wafat; Abdullah telah tumbuh dewasa; Ibu Abdullah berduka-cita.  
Pasukan Muslimiin dari Madinah telah diberangkatkan ke Damaskus, sebelum Abu Bakr wafat.
Abdullah minta agar Umar memberi ‘idzin bergabung’ menuju Damaskus.
Kepadaku, Abdullah berkata, “Hai putra Unais! Saya ingin ditemani oleh 20 pasukan berkuda, untuk berjihad di Syam. Mau ikut?.”  
Saya menjawab, “Tentu.”
Abdullah telah mendapat teman 20 pasukan berkuda. Dia berpamitan pada Ali dan Umar RA, untuk segera berangkat.
Sebelum ke Damaskus, dia pergi ke Tabuk. Dia bertanya, “Hai putra Unais, bukankah kau tahu letak makam ayahku?.”
Saya menjawab, “Tentu.”
Dia berkata, “Saya ingin sekali ziarah ke sana.”
Saya menghantar dia bersama rombongan, menuju makam Ja’far. Sebelumnya, saya juga menunjukkan tempat  berperang dan gugurnya Ja’far.
Di sisi makam yang diberi tanda batu-batuan itulah, Abdullah menangis dan berdoa, agar ayahnya mendapat rahmat. Kami berada di sana selama dua pagi.
Ketika kami meninggalkan tempat; Abdullah menangis dan wajahnya merah bagai parfum Za’faron.
Saya bertanya, “Ada apa?.”
Dia menjawab, “Semalam saya bermimpi bertemu ayah. Dia berbusana dua hullah hijau, bermahkota, dan bersayap. Membawa pedang terhunus berwarna hijau, untuk diserahkan padaku. [2] Dia berpesan ‘hai anakku! Perangilah musuh-musuhmu dengan pedang ini! Kau takkan sampai kesini, kecuali dengan berjihad’.
Dalam mimpi itu, seakan-akan saya berperang, hingga pedang yang saya gunakan, tumpul.

Rombongan kami sampai Damaskus, dan bergabung pada pasukan Abu Ubaidah RA. Di sana Abdullah diutus oleh Abu Ubaidah, agar memimpin Perang Abul-Quds.
Ketika Abdullah tidak tampak, karena dikepung musuh berjumlah banyak; saya memacu kuda secepat-cepatnya, menuju Abu Ubaidah, di Damaskus.

Abu Ubaidah bertanya, “Khabar gembira kan?.”
Saya berkata, “Tolonglah Abdullah bin Ja’far dan pasukannya” Lalu melaporkan kejadian yang ada.
Pada dirinya sendiri, Abu Ubaidan berkata, “Innaa lillaahi wa innaa ilaiHi raaji’uun. [3] Masyak rombongan Abdullah bin Ja’far mendapat musibah besar, di awal pemerintahanmu?.”
Pada Khalid, dia menoleh dan berkata, “Hai ayah Sulaiman! Saya minta demi Allah! Susullah Abdullah bin Ja’far! Kau bertugas membereskan urusan ini.”
Khalid berkata, “In syaa Allah saya, yang akan membereskan urusan ini. Sebetulnya saya telah menunggu perintah.”
Abu Ubaidah berkata, “Saya sungkan kau.”
Khalid menjawab, “Demi Allah! Meskipun hanya anak kecil, kalau pimpinan, pasti saya taati. Apa lagi pada kau yang iman dan Islamnya lebih dulu daripada saya. Bahkan kau diberi nama kehormatan (Al-Amiinالأمين//Orang Terpercaya), oleh Rasulullah SAW. Sampai kapanpun saya takkan membandingi kau. Saya persaksikan padamu bahwa ‘diriku’ saya tempatkan di Jalan Allah, dan ‘takkan menentang’ kau, dan ‘takkan merasa pandai’ di depanmu, selama-lamanya.




Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia 


[1] Tulisan ini dan sebelumnya, sebagai jawaban ‘fitnah’ bahwa “Umar dendam” Pada Khalid.   
[2] Hullah seperti pakaian ihrom.
[3] Artinya: sungguh kita milik Allah, dan sungguh kita akan kembali pada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar