Setelah pulang dari Perang Marjud Dibaj (Hutan Sutera), Khalid mengirimkan surat pada Abu Bakr RA. Isinya tentang ‘Penaklukan Damaskus,
Pertolongan Allah, Kemenangan di Marjud Dibaj, dan Menawan Putri
Hiraqla’.
Surat diserahkan agar dihantar oleh Abdullah bin Qurth, kepada Abu Bakr, di Madinah.
Umar terkejut ketika membaca surat berjudul: Dari Khalid bin Al-Walid untuk Abu Bakr As-Shiddiq RA. Wajahnya memerah, bibirnya melafalkan,
“Hai putra Qurth! Masyak orang-orang di sana tidak tahu bahwa ‘Abu Bakr telah
wafat? Dan saya telah mengangkat Abu Ubaidah bin Al-Jarrach’ sebagai pemimpin?.”
Abdullah bin Qurth terkejut dan menjawab, “Tidak tahu.”
Sontak Umar marah. Lalu mengumpulkan Jamaah.
Di Masjid Nabawi itulah, Umar naik mimbar, untuk berkhotbah,“Hai Jamaah semuanya! Sungguh saya telah mengangkat ‘Abu Ubaidah’ yang sangat
terpercaya, sebagai pemimpin. Saya yakin dia orang yang tepat mengemban amanat.
Jabatan Khalid sebagai Panglima ‘telah saya lepas’.”
Sejumlah jamaah terkejut pada pernyataan Umar, terutama seorang
pemuda dari keluarga besar Makhzum. Dengan keras, dia berkata, “Kenapa kau
justru melepas jabatan lelaki, yang melalui tangannya, Allah menghunus Pedang Tajam?! Melalui dia pula, Allah menolong Agama-Nya!? Sungguh Allah takkan
mengampuni kecerobohan kau dan yang mendukung kebijakan kau! ‘Pedang terhunus
itu’ justru kau sarungkan lagi, jika kau mengangkat pimpinan selain dia. Dengan
ini kau juga telah memutus hubungan kerabat.”
Banyak orang yang merasa lega, karena keinginannya terwakili,
oleh lelaki itu.
Umar mengecek dengan cermat, status pemuda yang barusan
berbicara. Ternyata pemuda itu usianya belum matang. Umar berkata, “Pantesan!
Masih sangat muda. Dia membela anak pamannya.”
Umar turun dari mimbar untuk mengambil surat yang telah ditulis.
Dengan cermat, dia mempertimbangkan lagi keputusannya, mengenai ‘pelepasan jabatan Khalid’.
Di pagi itu, Umar mengimami sholat subuh. Lalu berdiri dan naik
mimbar untuk berkhotbah. Khotbah dimulai dengan pujian dan sanjungan pada
Allah. Lalu menjelaskan tentang ‘Rasulallah dan sholawat’ untuknya SAW. Lalu
mendoakan rahmat untuk Abu Bakr As-Shiddiq RA.
Inti khutbah, “Hai Jamaah semuanya! Saya telah menanggung amanat
besar! Saya penggembala! Semua penggembala akan ditanya tentang ‘gembalaan
mereka !’ Saya datang kemari untuk berbuat ‘kedamaian, dan memikirkan’
kehidupan kalian! Selain itu, saya juga berupaya agar kalian semuanya, di negeri
ini, ‘dekat pada Tuhan’. Saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda, ‘Barangsiapa bersabar pada kesulitan di Madinah, di hari kiamat nanti, saya akan
memberi syafaat dia’.Tanah kalian ini, tidak bisa ditanami gandum, juga
tidak cocok untuk beternak, karena tidak berair. Sehingga unta pun sulit gemuk.
Yang mendasari pikiran saya dalam kebijakan adalah: ‘Allah telah menjanjikan
rampasan perang’ yang banyak, untuk kenyamanan kita. Oleh karena itu, kekayaan
itu akan saya peruntukkan pada kaum khusus, dan semua orang pada umumnya. Dengan
tujuan menegakkan amanat, dan agar kaum Muslimiin hidup berkecukupan. Jadi
tujuan saya melepas jabatan Khalid, bukan karena saya dengki atau benci pada
Khalid. Saya sangat menyayangkan pada tindakan dia yang boros, dalam
kehidupannya. Yang dipentingkan, para penyair yang menyanjung kehebatannya, dan
pasukan elitnya. Mereka diberi hadiah besar-besaran, hingga melampaui batas.
Kaum faqir miskin yang kehidupannya serba sulit justru terabaikan. Terus terang
‘saya melepas’ jabatannya, dan ‘mengangkat Abu Ubaidah’ sebagai penggantinya.
Allah lah yang tahu bahwa saya mengangkat Abu Ubaidah demi amanat. Oleh karena
itu, jangan sampai ada yang berkata ‘orang yang sangat perkasa, justru
diganti dengan orang terpercaya, namun lentur terhadap kaum Muslimiin’. Allah
lah yang akan memperkuat dan menolong ‘Abu Ubaidah’.”
Banyak yang menangis terharu, setelah mendengar pernyataan Umar
yang agung.
Umar RA turun dari mimbar, untuk mengambil kulit merah, yang
akan ditulisi, untuk dikirimkan pada Abu Ubaidah:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Hamba Allah, Umar bin Al-Khatthab Amirul mukminiin, untuk
Abu Ubaidah
سلام عليك
Sungguh saya memuji pada Allah satu-satunya Tuhan yang harus
disembah. Saya mendoakan sholawat untuk Nabi-Nya, Muhammad SAW. Selanjutnya,
saya memutuskan ‘Kau Saya Angkat Sebagai Penggembala Muslimiin’. Jangan malu
atau sungkan dalam mengambil kebijakan, karena Allah tidak malu pada kebenaran.
Pesan saya padamu,“Bertaqwalah pada Allah yang Kekal; selain Allah akan
rusak semuanya. Allah lah yang telah mengeluarkan kau dari kekafiran dan
kesesatan, menuju hidayah. Pasukan yang dipimpin oleh Khalid adalah bawahanmu
yang kau perintah. Lepaslah jabatan Khalid! Agar kaum Muslimiin tidak
hanya mengharapkan kemenangan dan rampasan perang! Jangan berkata ‘bagaimana
mungkin saya akan menang!?’ Karena kemenangan selalu menyertai ‘keyakinan
dan tawakkal’ pada Allah. Jangan biarkan kaum Muslimiin terjerumus pada
kerusakan! Pejamkan matamu dari indahnya duniawi, agar tidak rusak seperti
orang yang telah rusak sebelummu! Saya yakin musuh akan segera berguguran
tewas. Batas antara dunia dan akhirat sangat tipis. Ikutilah jalan tokoh yang
telah mendahului kau. Saat ini kau telah mendekati akhirat yang gemerlapan
indah. Ajaklan orang-orangmu menuju ke sana dengan berbekal taqwa! Aturlah kaum
Muslimiin dengan sebaik-baiknya. Adapun mengeni hasil sawah yang kau
perselisihkan dengan Khalid, yang benar ‘hak kaum Muslimiin’. Mengenai yang
harus kau setorkan ke sini, hanya rampasan berupa emas dan perak atau perkakas,
saja. Mengenai kebijakan dalam hal damai atau berperang, yang kau perselisihkan
dengan Khalid, kau lah yang berhak memutuskan, karena
perdamaianmu adalah perdamaian yang sesungguhnya. Sawah yang kau perselisihkan
dengan Khalid, ‘hak kaum Romawi’. Maka serahkanlah pada mereka!.”
والسلام ورحمة الله وبركاته عليك وعلى
جميع المسلمين
NB: Putri Hiraqla yang kau kembalikan adalah ‘salah’, karena
mestinya harus ditebus, untuk kesejahteraan kaum Muslimiin. والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته.
Surat dilipat dan diberikan pada Amir bin Abi Waqqash, dengan
pesan, “Datanglah ke Damaskus untuk mengantar surat saya pada Abu Ubaidah!
Mintalah agar Abu Ubaidah mengumpulkan Jamaah, agar mendengarkan kau membaca
suratku ini! Katakan pada mereka ‘Abu Bakr telah wafat’.”
Pada Syaddad bin Aus, Umar perintah, “Dampingilah Amir ini ke
Syam! Jika pembacaan surat telah selesai, perintahlah Jamaah di sana, agar
berbai’at padamu. Untuk mewakili bai’at pada saya!.”
Dua orang itu segera meninggalkan Madinah, menuju Damaskus.
Di Damaskus, kaum Muslimiin menunggu-nunggu berita jawaban Abu
Bakr, dengan penuh rindu. Orang teragung setelah Rasulullah SAW itu, menjadi
pengayom yang sangat dicintai.
Di Damaskus, ketika dua orang itu muncul, kaum Muslimiin yang
sebelumnya duduk membungkuk, ‘tegak dan tersenyum, atau tertawa’, karna
bahagia.
Dua utusan masuk ke rumah kediaman Khalid.
Mereka mendengarkan Amir berkata, “Umar di sana dalam keadaan
baik. Dalam surat ini, beliau perintah, agar saya membacakan pada semua Jamaah
di sini.”
Khalid curiga ‘ada apa ini?’.
Setelah semua kaum Muslimiin berkumpul, Amir bin Abi Waqqash
berdiri, untuk membacakan surat Umar. Berita ‘Abu Bakr Wafat’ dibaca. Sontak
tangisan seluruh kaum Muslimiin meledak. Khalid juga menangis sedih.
Di pertengahan tangisan kaum, Khalid berkata, “Kalau Abu Bakr telah wafat, dan Umar telah menjadi Khalifah, perintahnya saya dengar dan saya
taati.”
Pembacaan surat berlangsung, hingga memasuki penjelasan, agar
Jamaah berbai’at pada Syaddad bin Aus, yang mewakili bai’at untuk Umar.
Bai’at Umat Islam untuk Umar, di Damaskus, diwakili oleh Syaddad, pada
tanggal 3 Sya’ban tahun 13 Hijriah.
Al-Waqidi sejarawan Islam terkenal, menulis:
“Meskipun dilepas dari jabatannya, namun ‘semangat juang Khalid’
tidak turun, bahkan lebih berkobar-kobar.” [1]
In syaa Allah bersambung.
[1] Dalam naskah aslinya
ditulis: قد بلغني إنه كان على العدو بعد عزله اشد
فظاعة وأصعب جهادا لا سيما في حصن أبي القدس.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar