Dengan ketakutan, Dawud kembali lagi
menghadap Khalid, untuk berkata,
“Wahai pemimpin. Sebetulnya ada rahasia yang belum saya buka.
Karena negeri ini akan segera tuan kuasai, maka saya akan berterus terang.
Sungguh Wardan telah
merencanakan tipu-muslihat.”
Khalid bertanya, “Bagaimana maksudmu?!.”
Dengan gemetar, dia menjawab, “Dalam pertemuan tuan dan dia
nanti, waspadalah! Jangan lengah! Dia telah merencanakan muslihat untuk
membunuh tuan.”
Lalu menceritakan yang dia ketahui dengan sejelas-jelasnya. Dan
menambahkan, “Terus terang saya mohon, agar saya dan keluarga saya ‘dijamin
aman’.”
Khalid
menjawab, “Kau, keluargamu, dan anak-anakmu, saya jamin aman, dengan syarat
merahasiakan pembicaraan kita ini, pada mereka.”
Dawud menjawab, “Kalau saya ingin berkhianat, pasti tidak
mungkin membocorkan rahasia mereka ini, pada tuan.”
Khalid
bertanya, “Di mana mereka akan
bersembunyi?.”
Dia menjawab, “Di sisi gunung pasir, kanan ‘pasukan Romawi’.”
Dawud bergegas pulang untuk menemui Wardan. Untuk melaporkan
‘Pertemuan dan Pembicaraan’ dia dengan Khalid. “Semua sudah saya katakan
padanya” kata Dawud.
Dengan berbahagia, Wardan berkata, “Sekarang saya yakin, bahwa
sang Salib benar-benar akan menolong saya.”
Wardan mengundang, untuk memberitahukan rencananya, pada sepuluh
pasukan elit. Lalu perintah, “Pergilah ke sana dengan berjalan kaki, secara
diam-diam!.”
Khalid masuk ke barak, ditemui oleh Abu
Ubaidah yang sangat
berwibawa, karena Sabda Nabi SAW, “Abu
Ubaidah ‘Kepercayaan’ ini umat.”
Khalid tersenyum dan disapa
oleh Abu Ubaidah, “Hai Aba
Sulaiman, semoga Allah membuatmu tertawa. Ada berita apa?.”
Dua tokoh besar itu berbicara serius mengenai ‘Rencana
Tipu-Muslihat Wardan’ yang harus imbangi.
Abu Ubaidah bertanya, “Lalu apa rencana kau?.”
Khalid menjawab, “Saya akan menghadapi dia sendirian.”
Abu Ubaidah mengingatkan, “Demi umurmu! Kau sendiri bisa
mengatasi! Tapi Allah melarang bunuh diri! Bahkan berfirman ‘persiapkan
kekuatan dan ikatan kuda semampu kalian! Untuk menghadapi mereka! Dengan
itulah, kalian membuat Musuh Allah dan musuh kalian takut’. Allah akan memberi kau sepuluh pasukan pengawal.
Ditambah Allah sendiri yang kesebelasnya. Saya khawatir jika orang
terkutuk itu menyerang kau tiba-tiba.
Pastikan! Kau membawa sepuluh pasukan ‘sama seperti mereka’. Perintahlah agar
pasukanmu bersembunyi di dekat mereka. Jika Wardan memanggil pasukannya!
Panggillah pasukanmu agar datang. Kami di sini akan bersiap-siap, jika kau
telah merampungkan urusanmu, kami akan menyerang kaum Romawi semuanya. Saya
yakin saat itulah, Allah menolong kita mengalahkan mereka.”
Khalid memanggil sepuluh pasukan elit:
1.
Rafi’
bin Umairah.
2.
Mu’adz
bin Jabal.
3.
Dhirar
bin Al-Azwar.
4.
Sa’id
bin Zaid.
5.
Qois
bin Hubairoh.
6.
Maisaroh
bin Masruq.
7.
Adi
bin Chatim (عدي بن حاتم).
8.
Dan
lainnya.
Mereka diberi tahu bahwa ‘Wardan dan sepuluh pasukan elitnya’
merencanakan tipu-muslihat. Dan Khalid akan mengimbangi mereka.
Khalid perintah, “Berangkatlah berjalan kaki secara diam-diam!
Menuju gunung pasir, sebelah kanan mereka! Carilah tempat persembunyian di
sana! Jika saya berteriak! Segeralah datang untuk menyerang mereka! Tiap
seorang bertugas menyerang seorang! Yang menghadapi Wardan Musuh Allah, saya
sendiri. In syaa Allah saya bisa mengatasi dia.”
Dhirar berkata, “Wahai pimpinan! Saya khawatir jika yang akan
menyerang kau ternyata banyak. Terus terang saya mengkhawatirkan kau. Saya
justru merencanakan untuk ini:
‘Sekarang juga kami bersepuluh, akan mendatangi tempat
persembunyian mereka. Kalau mereka tidur, kami bunuh. Sebelum subuh, kami
usahakan pekerjaan ini selesai. Selanjutnya tempat itu, akan kami gunakan
bersembunyi. Di waktu kau mengadakan pertemuan khusus dengan Musuh Allah itu,
kami bisa muncul sewaktu-waktu’.”
Khalid perintah, “Laksanakan rencanamu jika kau mampu! Ajaklah
pasukan elit yang telah kutunjuk tadi untuk kau pimpin! Saya yakin Allah akan membuat kau berhasil melaksanakan!.”
Di malam kelam itulah, Dhirar dan sembilan temannya berangkat,
menuju gunung pasir (Al-Katsib الكثيب), dengan membawa senjata. Saat itu, sepertiga malam telah
berlalu. Ketika hampir sampai di tempat, Dhirar perintah, “Berhenti! Akan saya
cek dulu keadaannya.”
Ketika Dhirar semakin mendekat, untuk melihat keadaan, sepuluh pasukan elit Romawi itu, telah tidur mendengkur. Setelah didekati, ternyata di sisi mereka, ada wadah minuman keras. Mereka tidur nyenyak karena terlalu capek, sehingga bisa didekati dengan aman.
Dhirar berkata dalam hati, “Jika saya meneriaki teman-teman,
mereka ini bisa bangun.”
Dhirar bergegas menuju teman-temannya untuk mengatakan,
“Berbahagialah, Allah akan segera mewujudkan rencana kalian, dan telah
menghilangkan yang kalian khawatirkan. Hunuslah pedang kalian! Dan datangi
mereka yang sedang tidur pulas itu! Bunuhlah terserah bagaimana caranya!.”
Sepuluh pasukan elit tidur pulas, menyanding pedang di atas
kepala. Tak lama kemudian hidup mereka berakhir, oleh tebasan pedang sepuluh
Muslimiin.
Pedang, perbekalan, dan harta mereka, diambil. Dhirar berkata,
“Berbahagialah! Ini awal pertolongan in syaa Allah.”
Dhirar dan teman-temannya melakukan sholat dan berdoa, agar
Allah menolong memberi kemenangan besar. Semua mengamalkan sholat dengan khusu’, hingga fajar menyingsing, dari ufuk
timur.
Setelah selesai sholat subuh, teman-teman Dhirar mengenakan
pakaian mayat-mayat yang berserakan. Mayat-mayat disembunyikan, agar jika
utusan Wardan datang mengecek, tidak ditemukan.
Di subuh yang indah itu, langit dan bumi bertasbih pada Allah.
Ribuan malaikat turun ke bumi. Khalid mengimami mereka, sholat subuh.
Khalid menata barisan laskar, untuk persiapan perang akbar.
Tiba-tiba seorang berkuda datang mendekat untuk berkata, “Hendaklah pimpinan
kalian keluar menemui tuan Wardan pimpinan kami! Untuk melaksanakan
perundingan! Agar pertumpahan darah segera berakhir!.”
Khalid bergegas menaiki kuda.
Lelaki Romawi itu berpesan, “Tuan nanti jangan marah dulu,
sehingga memahami maksud tuan saya!.”
Khalid menjawab, “Saya mendengar dan akan melaksanakan! Sekarang
pulanglah! Dan beri tahu dia, bahwa saya akan segera mendatangi tempat yang
telah ditentukan!.”
Wardan keluar dari barak, mengenakan kalung dari Jauhar yang
indah, dan mahkota gemerlapan.
Ketika melihat mahkota dan kalung
Wardan, Khalid bergumam, “Ini akan menjadi milik Muslimiin in
syaa Allah.”
Ketika melihat Khalid, Wardan turun dari kudanya.
Khalid juga turun dari kudanya, untuk duduk bersanding dengan Wardan, yang duduk sambil memangku pedang.
Khalid juga turun dari kudanya, untuk duduk bersanding dengan Wardan, yang duduk sambil memangku pedang.
Khalid berkata, “Katakan apa maumu dan jujurlah! Laluilah jalan
yang benar! Kau duduk di sisi lelaki Arab yang tak mengenal siasat perang.
Katakan apa maumu!.”
Dengan bahasa Arab, Wardan berkata, “Hai Khalid! Sebetulnya apa?
Yang sangat kau inginkan selama ini? Katakan apa permintaanmu! Kami pasti akan
mengabulkan.”
Wardan terlalu sombong, sehingga ucapannya tak terkontrol: “Kami
semua tahu bahwa, negeri kalian kering, kekurangan makanan. Bangsa kalian
banyak yang mati kelaparan, sehingga pemberian kami sedikit saja, pasti akan
banyak menurut kalian. Setelah kami beri, segera pergilah!.”
Wardan terkejut, saat mendengar Khalid berkata, “Hai anjing
Romawi! Sungguh Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung telah memberi kami
kecukupan, hingga tak lagi membutuhkan harta maupun belas kasihan kalian! Allah
akan menjadikan harta, perempuan, dan anak kalian, sebagai rampasan kami.
Kecuali jika:
1.
Kalian
berkata ‘laa Ilaah illaa Allah, Muhammad Rasul Allah!'
2.
Jika
tak mau mengucapkan, berarti kita harus berperang.
3.
Atau
kau membayar pajak pada kami dengan hina.
Demi Allah, saya bersumpah ‘sesungguhnya saya lebih senang
berperang’ daripada berdamai dengan kalian! Hai Musuh Allah! Mengenai
penilaianmu ‘kami umat yang lemah’. Kami pun juga menganggap kalian ini
sederajat anjing-anjing. Ketahuilah bahwa karena Pertolongan Allah, seorang
dari kami sanggup melawan serubu orang
kalian. Dan ucapanmu yang tidak senonoh, tidak pantas diutarakan untuk
mengupayakan perdamaian. Kalau kau ingin kita bertemu berduaan! Ayo lakukanlah
apa maumu!.”
Kemarahan Wardan meluap-luap, hingga tak mampu lagi mengendalikan
diri. Dia bergerak cepat, meninggalkan pedangnya, untuk menangkap Khalid.
Mereka berdua bergulat dan saling memukul. Wardan memeluk erat agar Khalid tak
bisa berlari. Khalid memeluk erat agar Wardan tak mengambil pedangnya. Wardan
berteriak kesakitan oleh pelukan Khalid yang terlalu erat: “Kemarikan Salibku
karena saya disekap oleh pimpinan Arab!.”
Wardan akan berteriak lagi. Tapi pasukan elit Muslimiin telah
bergerak dengan gagah, mengenakan pakaian pasukan elit kaum Wardan. Kecuali
Dhirar, dia telanjang dada bercelana panjang. Mereka meninggalkan busur, dan
membawa pedang terhunus.
Dhirar datang, mendahului teman-temannya, dan menggeram bagai singa jantan. Yang lain datang setelah itu.
Dhirar datang, mendahului teman-temannya, dan menggeram bagai singa jantan. Yang lain datang setelah itu.
Sebelumnya, Wardan yakin ‘yang berdatangan’ pasukan elitnya.
Setelah terkejut oleh geraman Dhirar, dan datangnya pasukan Muslimiin, Wardan
memohon dengan suara serak, “Saya minta demi benarnya Tuhan yang kau sembah,
kau saja yang membunuhku! Jangan syaitan ini” Pada Khalid.
Khalid menjawab, “Justru dia yang akan membunuh kau.”
Khalid mempererat pelukannya, agar Wardan tidak bisa kabur.
Dhirar mengayunkan pedang sambil berkata, “Hai Musuh Allah! Tipuanmu pada para
sahabat Rasulillah tidak berhasil.”
Khalid melarang, “Hai Dhirar bersabarlah! Jangan kau bunuh
sebelum saya perintah!.”
Para sahabat Rasulillah mengerumuni, sambil menodongkan pedang
ke wajah Wardan. Wardan merebah ke tanah dan menyerah, sambil mengangkat tangan
kedepan. Dengan bergetar, dia memohon agar diselamatkan. Namun Khalid berkata,
“Hai Musuh Allah! Yang kami beri jaminan selamat, hanya yang pantas diberi
jaminan selamat. Sedangkan kau telah bermakar atas kami secara nyata. Namun
Allah lah sebaik-baik yang sama melancarkan tipu-muslihat.”
Secepat kilat, Dhirar menusukkan pedang pada pundak Wardan.
Setelah menembus pundak, ujung pedang tampak berkilau. Wardan rebah bersimbah
darah.
Dhirar melepas mahkota dari kepala Wardan, sambil berkata, “Yang
duluan menguasai lah yang berhak mengambil.”
Dengan marah, sembilan sahabat Dhirar menebas dan
memotong-motong anggota tubuh Wardan. Karena penjahat perang ini telah menyusun rencana membunuh dan memotong-motong Khalid.
Lalu mereka bergegas mengambil pedangnya.
Lalu mereka bergegas mengambil pedangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar