Cerbung (Cerita Bersambung)
Sore itu, dua kubu telah menarik pasukan masing-masing, untuk diistirahatkan. Tapi tidak demikian dengan Khaulah. Dia bertanya pada hampir semua orang Islam, “Apa kau tahu di mana sudara laki-lakiku (Dhirar) berada?.”
Sayang, tak seorang pun tahu. Ia sendiri tidak tahu,
apakah Dhirar masih hidup atau sudah gugur. Tangisan yang sudah lama ditahan akhirnya meledak.
“Hai putra Ibu! Di pegunungan manakah mereka menaruh kau? Kalau pun mereka
telah membunuh kau! Saya ingin tahu dengan senjata apakah? Apa betul mereka telah membunuh kau dengan hasam (pedang sangat tajam)? Saudaraku! Kalau
kau mau!
Saya sanggup menggantikan kematianmu! Jika saya tahu di mana kau ditawan! Pasti
telah saya selamatkan dengan segala usaha! Betulkah kau takkan melihat pohon
Arok lagi untuk selamanya? Kau ditawan, membuat hatiku panas
bagai dibakar
dengan bara api yang takkan pernah padam! Apakah kau telah
menyusul Ayah yang kini berada di hadirat nabi SAW di Surga? Jika betul begitu. Sampaikan
salamku pada Baginda SAW!”
Untaian kalimat yang diucapkah oleh Khaulah dengan menangis, membuat pasukan Islam terharu. Hati mereka bergetar. Sedikit demi sedikit, mereka ikut menangis, sampai akhirnya semuanya ikut menangis, termasuk Khalid. Rasa cinta mereka pada Dhirar, dendam kepada musuh, kasihan pada Khaulah, berkecamuk di dalam hati mereka.
Untaian kalimat yang diucapkah oleh Khaulah dengan menangis, membuat pasukan Islam terharu. Hati mereka bergetar. Sedikit demi sedikit, mereka ikut menangis, sampai akhirnya semuanya ikut menangis, termasuk Khalid. Rasa cinta mereka pada Dhirar, dendam kepada musuh, kasihan pada Khaulah, berkecamuk di dalam hati mereka.
Rasa
lelah yang tadinya menyiksa seakan-akan sirna, terhapus oleh rasa kasihan dan
iba pada Khaulah yang menangisi Dhirar dengan, pilu. Dhirar
termasuk pimpinan yang mereka kagumi dan mereka cintai. Emosi dan dendam mereka
benar-benar telah memuncak. Mereka ingin langsung melancarkan serangan
terganas.
Namun tiba-tiba tampak dari kejauhan, sekelompok pasukan Romawi berkendaraan kuda. Berarak-arak panjang sekali. Mereka muncul dari daerah Al-Uqban (العقبان).
Namun tiba-tiba tampak dari kejauhan, sekelompok pasukan Romawi berkendaraan kuda. Berarak-arak panjang sekali. Mereka muncul dari daerah Al-Uqban (العقبان).
Khalid telah didekati oleh sejumlah tokoh, sebagai
tanda serangan dahsyat akan dilancarkan. Kaum muslimiin bergerak cepat
mengendarai kuda ke arah mereka.
Mereka mencampakkan tombak dan pedang, sebagai tanda
menyerah. Bahkan akhirnya mereka turun dari kuda lalu berjalan kaki,
untuk menyatakan menyerah pada Khalid.
Khalid perintah, “Amankan mereka! Bawa kemari!.”
Mereka segera dibawa ke depan Khalid.
“Siapa kalian!,” tanya Khalid.
“Kami pasukan Tuan Wardan Gubernur Homs. Kami yakin
tuan Wardan takkan mampu melawan Tuan. Oleh karena itu, kami menyerah dan
memohon ‘agar
dijamin aman’.
Kami akan menyerahkan pajak pada kalian, setiap tahun. Terserah
berapa jumlah yang kalian inginkan. Penduduk Homs (Chimsh) telah menyepakati
yang barusan kami ucapkan,” jawab mereka.
Khalid menjawab, “Jika saya telah sampai ke kota kalian,
damai dengan kalian in syaa Allah baru bisa diputuskan. Itu
jika kalian serius minta damai. Di sini kami belum bisa memutuskan damai. Ikutlah
pada kami.”
Mereka panik dengan jawaban Khalid.
Khalid bertanya, “Apa kalian tahu sahabat kami yang telah membunuh putra panglima perang kalian?”
“Apakah orangnya telanjang dada dan telah
membunuh kawan-kawan kami melalui serangannya yang dahsyat? Kalau betul,
berarti dia yang telah membuat panglima perang kami sangat bersedih karena
kehilangan putranya,” jawab mereka.
“Betul, itu yang kami tanyakan,” jawab Khalid.
“Dia telah ditawan oleh Tuan Wardan lalu dibawa ke
Homs. Dia diarak oleh 100 orang berkuda. Selanjutnya akan dihadapkan Raja
Hiraqla, untuk dimintai laporan mengenai yang telah dilakukan,” jawab mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar