Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2015/01/30

PS 25: Pembebasan Syam






Sore itu, dua kubu telah menarik pasukan masing-masing, untuk diistirahatkan. Tapi tidak demikian dengan Khaulah. Dia bertanya pada hampir semua orang Islam, “Apa kau tahu di mana sudara laki-lakiku (Dhirar) berada?.” 
Sayang, tak seorang pun tahu. Ia sendiri tidak tahu, apakah Dhirar masih hidup atau sudah gugur. Tangisan yang sudah lama ditahan akhirnya meledak. “Hai putra Ibu! Di pegunungan manakah mereka menaruh kau? Kalau pun mereka telah membunuh kau! Saya ingin tahu dengan senjata apakah? Apa betul mereka telah membunuh kau dengan hasam (pedang sangat tajam)? Saudaraku! Kalau kau mau! Saya sanggup menggantikan kematianmu! Jika saya tahu di mana kau ditawan! Pasti telah saya selamatkan dengan segala usaha! Betulkah kau takkan melihat pohon Arok lagi untuk selamanya? Kau ditawan, membuat hatiku panas bagai dibakar dengan bara api yang takkan pernah padam! Apakah kau telah menyusul Ayah yang kini berada di hadirat nabi SAW di Surga? Jika betul begitu. Sampaikan salamku pada Baginda SAW!”

Untaian kalimat yang diucapkah oleh Khaulah dengan menangis
, membuat pasukan Islam terharu. Hati mereka bergetar. Sedikit demi sedikit, mereka ikut menangis, sampai akhirnya semuanya ikut menangis, termasuk Khalid. Rasa cinta mereka pada Dhirar, dendam kepada musuh, kasihan pada Khaulah, berkecamuk di dalam hati mereka.
Rasa lelah yang tadinya menyiksa seakan-akan sirna, terhapus oleh rasa kasihan dan iba pada Khaulah yang menangisi Dhirar dengan, pilu. Dhirar termasuk pimpinan yang mereka kagumi dan mereka cintai. Emosi dan dendam mereka benar-benar telah memuncak. Mereka ingin langsung melancarkan serangan terganas.
Namun tiba-tiba tampak dari kejauhan
, sekelompok pasukan Romawi berkendaraan kuda. Berarak-arak panjang sekali. Mereka muncul dari daerah Al-Uqban (العقبان). 
Khalid telah didekati oleh sejumlah tokoh, sebagai tanda serangan dahsyat akan dilancarkan. Kaum muslimiin bergerak cepat mengendarai kuda ke arah mereka. 

Mereka mencampakkan tombak dan pedang, sebagai tanda menyerah. Bahkan akhirnya mereka turun dari kuda lalu berjalan kaki, untuk menyatakan menyerah pada Khalid
    
Khalid perintah, “Amankan mereka! Bawa kemari!.” 
Mereka segera dibawa ke depan Khalid.
“Siapa kalian!,” tanya Khalid.
“Kami pasukan Tuan Wardan Gubernur Homs. Kami yakin tuan Wardan takkan mampu melawan Tuan. Oleh karena itu, kami menyerah dan memohon agar dijamin aman. Kami akan menyerahkan pajak pada kalian, setiap tahun. Terserah berapa jumlah yang kalian inginkan. Penduduk Homs (Chimsh) telah menyepakati yang barusan kami ucapkan,” jawab mereka.
Khalid menjawab, “Jika saya telah sampai ke kota kalian, damai dengan kalian in syaa Allah baru bisa diputuskan. Itu jika kalian serius minta damai. Di sini kami belum bisa memutuskan damai. Ikutlah pada kami.”
Mereka panik dengan jawaban Khalid.
Khalid bertanya, “Apa kalian tahu sahabat kami yang telah membunuh putra panglima perang kalian?”
“Apakah orangnya telanjang dada dan telah membunuh kawan-kawan kami melalui serangannya yang dahsyat? Kalau betul, berarti dia yang telah membuat panglima perang kami sangat bersedih karena kehilangan putranya,” jawab mereka.  
“Betul, itu yang kami tanyakan,” jawab Khalid.
“Dia telah ditawan oleh Tuan Wardan lalu dibawa ke Homs. Dia diarak oleh 100 orang berkuda. Selanjutnya akan dihadapkan Raja Hiraqla, untuk dimintai laporan mengenai yang telah dilakukan,” jawab mereka.
Pasukan Islam sedikit lega, karena mendapat kabar bahwa Dhirar masih hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar