Di
tahun itu (49 H), Hasan wafat, karena diracun oleh istrinya, Jadah bintul Asyats bin Qais Al-Kindi. Sebelum wafat, Hasan berpesan, “Agar dimakamkan di
sisi nabi SAW. Jika dikhawatirkan timbul fitnah, maka agar dimakamkan
di pemakaman Muslimiin.”
Permintaan ijin Husain tentang itu, dikabulkan oleh Aisyah RA. Said bin Ash sebagai
penguasa Madinah, juga tidak melarang rencana tersebut. Penghalang rencana itu, mantan penguasa Madinah, Marwan bin Hakam, keluarga besar Umayah,
dan pendukung mereka.
Husain bersikeras akan memakamkan saudaranya di sisi Nabi SAW.
Husain bersikeras akan memakamkan saudaranya di sisi Nabi SAW.
Ada yang
berkata pada Husain, “Sungguh saudara tuan almarhum, perpesan ‘jika kalian
khawatir adanya fitnah, maka makamkan di pemakaman Muslimiin!’. Ini jelas fitnah!.”
Husain mengurungkan rencananya. Dan membiarkan Said bin Ash menyalati jenazah
saudaranya. Lalu berkata, “Kalau ini bukan Sunnah, niscaya saya tidak
membiarkan kau menyalati dia.” [1]
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
ذِكْرُ
وَفَاةِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، عَلَيْهِ السَّلَامُ
فِي هَذِهِ
السَّنَةِ تُوُفِّيَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ، سَمَّتْهُ زَوْجَتُهُ جَعْدَةُ
بِنْتُ الْأَشْعَثِ بْنِ قَيْسٍ الْكِنْدِيِّ، وَوَصَّى أَنْ يُدْفَنَ عِنْدَ
النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إِلَّا أَنْ تُخَافَ فِتْنَةٌ
فَيُنْقَلُ إِلَى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ، فَاسْتَأْذَنَ الْحُسَيْنُ عَائِشَةَ
فَأَذِنَتْ لَهُ، فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَرَادُوا دَفْنَهُ عِنْدَ النَّبِيِّ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَلَمْ يَعْرِضْ إِلَيْهِمْ سَعِيدُ بْنُ
الْعَاصِ، وَهُوَ الْأَمِيرُ، فَقَامَ مَرْوَانُ بْنُ الْحَكَمِ وَجَمَعَ بَنِي
أُمَيَّةَ وَشِيعَتَهُمْ وَمَنَعَ عَنْ ذَلِكَ، فَأَرَادَ الْحُسَيْنُ
الِامْتِنَاعَ فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ أَخَاكَ قَالَ: إِذَا خِفْتُمُ الْفِتْنَةَ فَفِي
مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ، وَهَذِهِ فِتْنَةٌ. فَسَكَتَ، وَصَلَّى عَلَيْهِ
سَعِيدُ بْنُ الْعَاصِ، فَقَالَ لَهُ الْحُسَيْنُ: لَوْلَا أَنَّهُ سُنَّةٌ لَمَا
تَرَكْتُكَ تُصَلِّي عَلَيْهِ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar