Kajian
Bersambung
{فَإِذَا
قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ
ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي
الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ () وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ () أُولَئِكَ لَهُمْ
نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ () } [البقرة: 200 - 202]
Artinya:
Ketika kalian telah menyelesaikan manasik, maka
sebutlah Allah! Seperti kalian menyebut ayah-ayah kalian! Atau lebih sangat!
Sebagian kaum ada yang berdoa, “Tuhan kami! Berilah kami di dunia” Namun di
akhirat, dia tidak memiliki bagian sedikitipun. [200].
(Melalui ayat ini) Allah perintah, setelah melakukan dan
menyelesaikan manasik, agar menyebut Allah, dan agar
memperbanyak menyebut Allah. Makna Firman Allah, “Seperti menyebutnya
kalian pada ayah-ayah kalian” diperselisihkan:
1.
Ibnu Juraij menjelaskan ajaran dari
‘Atha’, “Itu seperti ucapan anak kecil ‘ayah! Mamah!’. Yakni seperti anak kecil
berceloteh, menyebut ayah dan ibunya. Seperti itulah kalian berbuat! Setelah
merampungkan manasik, sebutlah nama Allah.” Addhachak dan Arrabi’
bin Anas, juga menjelaskan demikian. Ibnu Jarir juga menjelaskan yang sama,
dari jalur Al-Aufi dari Ibnu Abbas RA.
2.
Said bin Jubair menjelaskan ajaran Ibnu
Abbas RA, “Dulu kaum Jahiliyah, wuquf di musim haji. Seorang
mereka berkata ‘dulu ayah saya suka shadaqah makanan, dan membantu meringankan
denda’. Yang dibicarakan oleh mereka hanya kebaikan ayah-ayah mereka. Maka
Allah menurunkan Firman pada Nabi Muhammad SAW, “{فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ
آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا} ; Maka sebutlah Allah! Seperti kalian menyebut ayah-ayah
kalian! Atau lebih sangat, menyebutnya.” Dalam sebuah pernyataannya, Ibnu Abi
Hatim berkata, “Riwayat sepadan itu juga disampaikan oleh Anas bin Malik, Abu
Wail, Atha bin Abi Rabach. Bahkan di dalam riwayatnya, Ikrimah juga
mufakat dengan pengertian tersebut. Begitu pula Mujahid, Assuddi, Atha
Al-Khurasani, Rabi bin Anas, Chasan, Qatadah, Muhammad bin Kaeb, dan Muqatil
bin Chayan. ‘Ibnu Jarir juga menyampaikan pelajaran ‘demikian’ dari Jamaah.
Allah yang lebih tahu.”
Yang dimaksud dari Firman di atas, anjuran memperbanyak dzikir pada
Allah azza wajalla. Oleh karena itu lafal Firman, “Au asyadda
dzikran ({أَوْ
أَشَدَّ ذِكْرًا}) ra-nya
difathah, karena sebagai tamziz (penjelasan). Perkiraan
maksudnya, “Seperti kalian menyebut pada ayah-ayah kalian, atau lebih sangat
menyebutnya, daripada itu.”
Au (أَوْ) di sini,
untuk men-tachqiq gambaran dalam berita ini. Seperti FirmanNya:
1.
‘{فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ
قَسْوَةً} [الْبَقَرَةِ: 74]’.
Sebagian mereka ada yang berdoa, “Tuhan kami! Beri kami
kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat. Dan selamatkan kami dari siksa
neraka!.” [201].
Mereka mendapatkan bagian, karena usaha mereka. Dan Allah
Maha Cepat menghitung. [202].
Banyak hikmah yang terkandung dalam dua ayat ini. Di
antaranya, doa dengan lafal, “Rabbanaa atau Rabbi, artinya ‘Tuhan
kami atau Tuhanku’, mustajabah. Karena sesungguhnya arti ‘Rabb’ adalah:
1.
Tuhan.
2.
Pemilik.
3.
Penguasa.
4.
Pelindung.
5.
Penyempurna.
6.
Penopang.
7.
Dan semua sifat baik yang bermanfaat
pada HambaNya.
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA: Rasulullah SAW
bersabda, “Hai kaum! Sunguh Allah Maha Baik. Tidak akan menerima kecuali yang
baik. Dan sungguh Allah telah perintah pada kaum Mukminiin, sebagaimana
perintah pada para Rasul;
1.
‘Hai para Rasul! Makanlah bagian yang
baik-baik! Dan beramal solihlah! Sungguh Aku Maha Alim pada yang kalian amalkan
({يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ
كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ
عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51])’.
2.
‘Hai kaum yang telah beriman! Makanlah
bagian yang baik-baik dari yang telah Kami rizqikan pada kalian ({يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 172])!’.
Lalu nabi SAW menuturkan lelaki yang suka pergi jauh.
Berambut kumal, dan memanjangkan tangannya ke langit, untuk berdoa ‘ya
Rabbi, ya Rabbi’. Padahal makanannya haram; minumannya haram;
busananya haram; diberi rangsuman haram. Bagaimana mungkin doa dia
dikabulkan, karena dosa yang demikian?.”[2]
يأمرُ
تَعَالَى بِذِكْرِهِ وَالْإِكْثَارِ مِنْهُ بَعْدَ قَضَاء الْمَنَاسِكِ
وَفَرَاغِهَا.
وَقَوْلُهُ:
{كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ} اخْتَلَفُوا فِي مَعْنَاهُ، فَقَالَ ابْنُ جُرَيج، عَنْ
عَطَاءٍ: هُوَ كَقَوْلِ الصَّبِيِّ: "أبَهْ أمَّهْ"، يَعْنِي: كَمَا
يَلْهَج الصَّبِيُّ بِذِكْرِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ، فَكَذَلِكَ أَنْتُمْ، فَالْهَجُوا
بِذِكْرِ اللَّهِ بَعْدَ قَضَاءِ النُّسُكِ. وَكَذَا قَالَ الضَّحَّاكُ
وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ. وَرَوَى ابنُ جَرِيرٍ مِنْ طَرِيقِ الْعَوْفِيِّ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ –نَحْوَهُ وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
[قال]: كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَقِفُونَ فِي الْمَوْسِمِ فَيَقُولُ الرَّجُلُ مِنْهُمْ: كَانَ أَبِي
يُطْعِمُ وَيَحْمِلُ الحَمَالات [وَيَحْمِلُ الدِّيَاتِ] . لَيْسَ لَهُمْ ذِكْرٌ
غَيْرُ فِعَالِ آبَائِهِمْ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ
ذِكْرًا قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ورُوي عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، وَأَبِي
وَائِلٍ، وَعَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ فِي أَحَدِ قَوْلَيْهِ، وَسَعِيدِ بْنِ
جُبَير، وَعِكْرِمَةَ فِي إِحْدَى رِوَايَاتِهِ، وَمُجَاهِدٍ، وَالسُّدِّيِّ،
وَعَطَاءٍ الْخُرَاسَانِيِّ، وَالرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، وَالْحَسَنِ، وَقَتَادَةَ،
وَمُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ، وَمُقَاتِلِ بْنِ حَيَّانَ، نَحْوَ ذَلِكَ. وَهَكَذَا حَكَاهُ
ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا عَنْ جَمَاعَةٍ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَالْمَقْصُودُ مِنْهُ
الْحَثُّ عَلَى كَثْرَةِ الذِّكْرِ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ؛ وَلِهَذَا كَانَ
انْتِصَابُ قَوْلِهِ: {أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا} عَلَى التَّمْيِيزِ، تَقْدِيرُهُ
كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ مِنْهُ ذِكْرًا. وَ"أَوْ"
هَاهُنَا لِتَحْقِيقِ الْمُمَاثِلَةِ فِي الْخَبَرِ، كَقَوْلِهِ: {فَهِيَ
كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً} [الْبَقَرَةِ: 74] ، وَقَوْلِهِ:
{يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً} [النساء: 77].
65 - (1015) وحَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ
بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ مَرْزُوقٍ،
حَدَّثَنِي عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ
اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ
بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ
وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51] وَقَالَ:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة:
172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ
إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ،
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟ "
__________
[شرح محمد فؤاد عبد الباقي]
[ش (إن
الله طيب) قال القاضي الطيب في صفة الله تعالى بمعنى المنزه عن النقائص وهو بمعنى القدوس
وأصل الطيب الزكاة والطهارة والسلامة من الخبث (ثم ذكر الرجل) هذه الجملة من كلام الراوي
والضمير فيه للنبي صلى الله عليه وسلم والرجل بالرفع مبتدأ مذكور على وجه الحكاية من
لفظ رسول الله صلى الله عليه وسلم ويجوز أن ينصب على أنه مفعول ذكر (وغذي) بضم الغين
وتخفيف الذال].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar