Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2012/12/24

BC 2: Buah Cinta


Makalah bersambung
Mereka Menangis


Hadits mulia di atas mengandung banyak hikmah pelajaran. Termasuk di antaranya ‘karena bertaqwa’ maka Nabi Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ  bisa mengendalikan diri dengan sangat sempurna, sampai-sampai Rasulullah صَلّى عَلَيْهِ اللّهُ وَسَلّمَ takjub atau terheran-heran pada kesabaran dan tata-keramanya. Istilah tata-kerama yang di sini berasal dari sabda, “Karamihi (كَرَمِهِ),” meliputi akal atau wawasan jauh kedepan. Karena dalam sabda yang pertama, “Karamihi (كَرَمِهِ),” lalu dilanjutkan dengan penjelasan mengenai Fatwa Nabi Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ, sehubungan dengan ‘mimpi raja yang sulit diartikan’. Sementara di dalam sabda yang kedua, “Karamihi (كَرَمِهِ),” dilanjutkan dengan keterangan bahwa Nabi Yusuf عَلَيْهِ السّلَامُ tidak mau keluar, namun justru menjelaskan alasan tidak mau keluar.

Meletkkan cinta atau marah, tepat pada tempatnya, bisa membuat suasana menjadi indah. Di saat Rasulullahصَلّى عَلَيْهِ اللّهُ وَسَلّمَ   menaklukkan kaum Tha’if atau Hunain, terjadi keributan sangat serius. Para pemuda Anshar marah karena tidak mendapatkan rampasan perang; tokoh-tokoh Qurisy yang baru saja masuk Islam, justru mendapatkan rampasan perang banyak sekali.
Bukhari meriwayatkan: 
Pada hari (kelanjutan dari) Fathu Makkah (yang disebut Perang Hunain); nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ memberi rampasan perang pada kaum Quraisy. Kaum Anshar berkata, “Demi Allah ini sungguh sangat keterlaluan. Sungguh pedang-pedang kami masih meneteskan darah-darah kaum Quraisy; namun rampasan-rampasan perang jatah kami, justru diberikan pada mereka?.”
Tak lama kemudian, ucapan mereka sampai pada nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ.  Nabi memanggil untuk bertanya kaum Anshar, “Apa yang telah sampai padaku mengenai kalian?.”
Konon mereka tidak pernah berbohong. Mereka berkata, “Laporan yang telah sampai pada tuan itulah.” 
Nabi bertanya, “Masyak kalian tidak ridha jika mereka kembali membawa rampasan-rampasan perang? Sedang kalian kembali membawa Rasulillah صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ ? Kalau kaum Anshar melewati jurang atau persimpangan jalan, niscaya saya melewati jurang yang dilewati, atau persimpangan jalan yang mereka lewati.” [1]
Dalam Zadul-Ma’ad  dijelaskan, “Akhirnya mereka menangis, hingga jenggot-jenggot mereka basah,” maksudnya terharu. 
Meskipun dalam Hadits tersebut, tidak ada penjelasan ‘nabi SAW marah’, namun sebetulnya beliau telah marah, karena dicela, berdasarkan riwayat lain, “فَتَمَعَّرَ وَجْهُهُ - Sontak wajahnya berubah.”
Sabda di atas, sebagai pernyataan cinta nabi pada mereka. [2] Melalui sabda tersebut, beliau menyampaikan pesan, “Sebagai bukti saya cinta kaum Anshar: kalau mereka melewati jurang atau persimpangan jalan, niscaya saya melewati jurang yang dilewati oleh mereka, atau persimpangan jalan yang mereka lewati.”
Karena pernyataan tersebut disabdakan dengan jujur, oleh orang yang sangat agung, maka mereka terharu. Hingga air-mata mereka mengalir, membasahi jenggot-jenggot. Ini merupakan buah dari cinta yang indah. Kalau bukan karena cinta Rasulullah pada mereka yang besar, bisa jadi mereka telah dimarahi besar-besaran, sehingga akhirnya justru berujung pada dendam atau dengki, yang akhirnya menjadi perpecahan. Itulah ajaran praktis Rasulillah SAW mengenai kepemimpinan. Yaitu harus mengetengahkan rasa cinta pada ra’iyah atau jamaah. Selain itu harus bisa mengendalikan diri, di saat marah atau senang. Harus bisa memilih kalimat di saat berbicara, agar mereka menyadari bahwa tokoh mereka benar-benar cinta mereka, sehingga sadar bahwa mereka tidak tersingkir atau terabaikan. Karena termasuk inti pelajaran yang sangat berharga dari Allah dan Rasul-Nya adalah, ‘bersatunya umat dalam kondisi saling mencintai’. Dan ini merupakan impian yang pernah terwujud pada zaman Rasulillah dan para sahabah. 
Bukhari meriwayatkan 'Kehebatan Umar RA' dalam hal mengalah terhadap ra’iyah, demi ummah, dengan riwayat yang panjang, dari Ibnu Abbas:
“Saya dulu sering kali belajar membaca Al-Qur’an di hadapan sejumlah pria (guru) dari kaum Muhajirin. Abdur-Rahman bin Auf termasuk di antara mereka. Suatu hari saya berada di tenda Abdur-Rahman, di Mina. Saat saya di tendanya; beliau sedang berada di sisi Umar bin Al-Khatthab RA. Kejadian ini di waktu akhir dari hajinya Umar, (tahun 23 Hijriyyah).
Tiba-tiba Abdur-Rahman pulang untuk berkata ‘kalau hari ini tadi, kau menyaksian lelaki menghadap Amiral-Mu’miniin’ untuk berkata ya Amiral-Mu’miniin, bukankah tuan masih mau berbuat baik pada pria yang berkata ‘kalau Umar telah wafat, pasti saya berbai’at pada fulan, (yakni Thalchah bin Ubaidillah)?’.”
Abdur-Rahman dan lainnya menganggap, berkata demikian di dalam wilayah kekuasaan Umar, merupakan 'kesalahan' yang sangat besar dan ceroboh. Karena jika penguasa dunia saat itu bukan Umar, mungkin orang tersebut segera tamat riwayatnya, atau paling tidak dikucilkan. Ini menunjukkan bahwa kearifan dan kesabaran Umar luar biasa. Kelanjutan laporan tersebut;
“Karena demi Allah, Abu Bakr di-bai’at pun, tiada lain, kecuali mendadak; namun nyatanya telah sempurna.”
Sontak Umar marah, lalu berkata, “Sungguh in syaa Allah, sore nanti saya akan berdiri di pertengahan manusia, untuk menyuruh mereka waspada, yakni agar arif terhadap yang akan merampas perkara-perkara (kekuasaan) mereka.” 
Bisa dipastikan kemarahan Umar RA ‘membuat suasana menjadi mencekam’, karena dia sangat berwibawa. Abdur-Rahman bin Auf termasuk sahabat nabi yang paling berwibawa lagi pandai; saat itu berkata:
“Saya berkata ‘ya Amiral-Mu’miniin, jangan tuan lakukan! Karena musim haji ini mengumpulkan kaum dan ghougha’ mereka. Maksudnya ‘kaum awam’ mereka. Karena di saat tuan berdiri nanti, justru mereka yang akan menempati tempat dekat tuan. Saya khawatir jika tuan berdiri menyampaikan makalah:
1.     Mereka yang tidak mampu memahami inti yang dimaksud, justru ‘akan menaburkan makalah tersebut, tidak pada tempatnya’.
2.     Mereka tidak mampu memahaminya dengan tepat.
3.     Mereka tidak akan menerapkan sesuai fungsinnya.
Maka dari itu, tunggulah hingga tuan pulang ke Madinah, karena di sana Kampung Hijrah dan Sunnah. Dengan itulah tuan nantinya bisa mengkhususkan penyampaian pada ahlal-fiqhi, yakni kaum yang memahami betul, mengenai agama, dan mulia-mulianya mereka. Di sana nanti tuan bisa menyampaikan makalah tuan dengan tepat sasaran:
1.     Para ahli ilmu akan merekam makalah tuan.
2.     Mereka juga akan menerapkan makalah, tepat pada tempatnya.
Tak lama kemudian Umar berkata ‘Ingat! Demi Allah! In syaa Allah saya pasti akan berdiri sungguh! Untuk menyampaikan makalah itu! Di awal saya berdiri khotbah di Madinah.” [3] [4] 


[1] صحيح البخاري (5/ 30)
3778 - حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَتِ الأَنْصَارُ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ، وَأَعْطَى [ص:31] قُرَيْشًا: وَاللَّهِ إِنَّ هَذَا لَهُوَ العَجَبُ، إِنَّ سُيُوفَنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَاءِ قُرَيْشٍ، وَغَنَائِمُنَا تُرَدُّ عَلَيْهِمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَعَا الأَنْصَارَ، قَالَ: فَقَالَ: «مَا الَّذِي بَلَغَنِي عَنْكُمْ» ، وَكَانُوا لاَ يَكْذِبُونَ، فَقَالُوا: هُوَ الَّذِي بَلَغَكَ، قَالَ: «أَوَلاَ تَرْضَوْنَ أَنْ يَرْجِعَ النَّاسُ بِالْغَنَائِمِ إِلَى بُيُوتِهِمْ، وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى بُيُوتِكُمْ؟ لَوْ سَلَكَتِ الأَنْصَارُ وَادِيًا، أَوْ شِعْبًا لَسَلَكْتُ وَادِيَ الأَنْصَارِ أَوْ شِعْبَهُمْ»
__________

[تعليق مصطفى البغا]
3567 (3/1377) -[ش (شعبا) هو الطريق في الجبل]
[ر 2977].


[2] Ada sahabat nabi bernama أَبُو سُفْيَانَ بْنُ الْحَارِثِ (Abu Sufyan bin Al-Charits) yang setelah masuk Islam, tidak pernah berani memandang wajah Rasulillah SAW karena malu dengan perbuatannya sendiri, terhadap baginda.

[3] Dalam Maktabatus-Syamilah juz 22 halaman 374 ditulis tentang itu: عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ أُقْرِئُ رِجَالاً مِنَ الْمُهَاجِرِينَ مِنْهُمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ ، فَبَيْنَمَا أَنَا فِى مَنْزِلِهِ بِمِنًى ، وَهْوَ عِنْدَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِى آخِرِ حَجَّةٍ حَجَّهَا ، إِذْ رَجَعَ إِلَىَّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَقَالَ لَوْ رَأَيْتَ رَجُلاً أَتَى أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ الْيَوْمَ فَقَالَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ هَلْ لَكَ فِى فُلاَنٍ يَقُولُ لَوْ قَدْ مَاتَ عُمَرُ لَقَدْ بَايَعْتُ فُلاَنًا ، فَوَاللَّهِ مَا كَانَتْ بَيْعَةُ أَبِى بَكْرٍ إِلاَّ فَلْتَةً ، فَتَمَّتْ . فَغَضِبَ عُمَرُ ثُمَّ قَالَ إِنِّى إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَقَائِمٌ الْعَشِيَّةَ فِى النَّاسِ ، فَمُحَذِّرُهُمْ هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَغْصِبُوهُمْ أُمُورَهُمْ . قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لاَ تَفْعَلْ فَإِنَّ الْمَوْسِمَ يَجْمَعُ رَعَاعَ النَّاسِ وَغَوْغَاءَهُمْ ، فَإِنَّهُمْ هُمُ الَّذِينَ يَغْلِبُونَ عَلَى قُرْبِكَ حِينَ تَقُومُ فِى النَّاسِ ، وَأَنَا أَخْشَى أَنْ تَقُومَ فَتَقُولَ مَقَالَةً يُطَيِّرُهَا عَنْكَ كُلُّ مُطَيِّرٍ ، وَأَنْ لاَ يَعُوهَا ، وَأَنْ لاَ يَضَعُوهَا عَلَى مَوَاضِعِهَا ، فَأَمْهِلْ حَتَّى تَقْدَمَ الْمَدِينَةَ فَإِنَّهَا دَارُ الْهِجْرَةِ وَالسُّنَّةِ ، فَتَخْلُصَ بِأَهْلِ الْفِقْهِ وَأَشْرَافِ النَّاسِ ، فَتَقُولَ مَا قُلْتَ مُتَمَكِّنًا ، فَيَعِى أَهْلُ الْعِلْمِ مَقَالَتَكَ ، وَيَضَعُونَهَا عَلَى مَوَاضِعِهَا . فَقَالَ عُمَرُ أَمَا وَاللَّهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لأَقُومَنَّ بِذَلِكَ أَوَّلَ مَقَامٍ أَقُومُهُ بِالْمَدِينَةِ . قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فِى عَقِبِ ذِى الْحَجَّةِ ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ عَجَّلْنَا الرَّوَاحَ حِينَ زَاغَتِ الشَّمْسُ ، حَتَّى أَجِدَ سَعِيدَ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ جَالِسًا إِلَى رُكْنِ الْمِنْبَرِ ، فَجَلَسْتُ حَوْلَهُ تَمَسُّ رُكْبَتِى رُكْبَتَهُ ، فَلَمْ أَنْشَبْ أَنْ خَرَجَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُ مُقْبِلاً قُلْتُ لِسَعِيدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ ، لَيَقُولَنَّ الْعَشِيَّةَ مَقَالَةً لَمْ يَقُلْهَا مُنْذُ اسْتُخْلِفَ ، فَأَنْكَرَ عَلَىَّ وَقَالَ مَا عَسَيْتَ أَنْ يَقُولَ مَا لَمْ يَقُلْ . قَبْلَهُ فَجَلَسَ عُمَرُ عَلَى الْمِنْبَرِ ، فَلَمَّا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُونَ قَامَ فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّى قَائِلٌ لَكُمْ مَقَالَةً قَدْ قُدِّرَ لِى أَنْ أَقُولَهَا ، لاَ أَدْرِى لَعَلَّهَا بَيْنَ يَدَىْ أَجَلِى ، فَمَنْ عَقَلَهَا وَوَعَاهَا فَلْيُحَدِّثْ بِهَا حَيْثُ انْتَهَتْ بِهِ رَاحِلَتُهُ ، وَمَنْ خَشِىَ أَنْ لاَ يَعْقِلَهَا فَلاَ أُحِلُّ لأَحَدٍ أَنْ يَكْذِبَ عَلَىَّ ، إِنَّ اللَّهَ بَعَثَ مُحَمَّدًا - صلى الله عليه وسلم - بِالْحَقِّ وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ الْكِتَابَ فَكَانَ مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ آيَةُ الرَّجْمِ ، فَقَرَأْنَاهَا وَعَقَلْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا ، رَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ ، فَأَخْشَى إِنْ طَالَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أَنْ يَقُولَ قَائِلٌ وَاللَّهِ مَا نَجِدُ آيَةَ الرَّجْمِ فِى كِتَابِ اللَّهِ ، فَيَضِلُّوا بِتَرْكِ فَرِيضَةٍ أَنْزَلَهَا اللَّهُ ، وَالرَّجْمُ فِى كِتَابِ اللَّهِ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى إِذَا أُحْصِنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ ، إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ أَوْ كَانَ الْحَبَلُ أَوْ الاِعْتِرَافُ ، ثُمَّ إِنَّا كُنَّا نَقْرَأُ فِيمَا نَقْرَأُ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ أَنْ لاَ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ ، فَإِنَّهُ كُفْرٌ بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ ، أَوْ إِنَّ كُفْرًا بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ ، أَلاَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لاَ تُطْرُونِى كَمَا أُطْرِىَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ » . ثُمَّ إِنَّهُ بَلَغَنِى أَنَّ قَائِلاً مِنْكُمْ يَقُولُ وَاللَّهِ لَوْ مَاتَ عُمَرُ بَايَعْتُ فُلاَنًا . فَلاَ يَغْتَرَّنَّ امْرُؤٌ أَنْ يَقُولَ إِنَّمَا كَانَتْ بَيْعَةُ أَبِى بَكْرٍ فَلْتَةً وَتَمَّتْ أَلاَ وَإِنَّهَا قَدْ كَانَتْ كَذَلِكَ وَلَكِنَّ اللَّهَ وَقَى شَرَّهَا ، وَلَيْسَ مِنْكُمْ مَنْ تُقْطَعُ الأَعْنَاقُ إِلَيْهِ مِثْلُ أَبِى بَكْرٍ ، مَنْ بَايَعَ رَجُلاً عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ فَلاَ يُبَايَعُ هُوَ وَلاَ الَّذِى بَايَعَهُ تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ ، وَإِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ خَبَرِنَا حِينَ تَوَفَّى اللَّهُ نَبِيَّهُ - صلى الله عليه وسلم - إِلاَّ أَنَّ الأَنْصَارَ خَالَفُونَا وَاجْتَمَعُوا بِأَسْرِهِمْ فِى سَقِيفَةِ بَنِى سَاعِدَةَ ، وَخَالَفَ عَنَّا عَلِىٌّ وَالزُّبَيْرُ وَمَنْ مَعَهُمَا ، وَاجْتَمَعَ الْمُهَاجِرُونَ إِلَى أَبِى بَكْرٍ فَقُلْتُ لأَبِى بَكْرٍ يَا أَبَا بَكْرٍ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى إِخْوَانِنَا هَؤُلاَءِ مِنَ الأَنْصَارِ . فَانْطَلَقْنَا نُرِيدُهُمْ فَلَمَّا دَنَوْنَا مِنْهُمْ لَقِيَنَا مِنْهُمْ رَجُلاَنِ صَالِحَانِ ، فَذَكَرَا مَا تَمَالَى عَلَيْهِ الْقَوْمُ فَقَالاَ أَيْنَ تُرِيدُونَ يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ فَقُلْنَا نُرِيدُ إِخْوَانَنَا هَؤُلاَءِ مِنَ الأَنْصَارِ . فَقَالاَ لاَ عَلَيْكُمْ أَنْ لاَ تَقْرَبُوهُمُ اقْضُوا أَمْرَكُمْ . فَقُلْتُ وَاللَّهِ لَنَأْتِيَنَّهُمْ . فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَاهُمْ فِى سَقِيفَةِ بَنِى سَاعِدَةَ ، فَإِذَا رَجُلٌ مُزَمَّلٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالُوا هَذَا سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ . فَقُلْتُ مَا لَهُ قَالُوا يُوعَكُ . فَلَمَّا جَلَسْنَا قَلِيلاً تَشَهَّدَ خَطِيبُهُمْ ، فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَنَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ وَكَتِيبَةُ الإِسْلاَمِ ، وَأَنْتُمْ مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ رَهْطٌ ، وَقَدْ دَفَّتْ دَافَّةٌ مِنْ قَوْمِكُمْ ، فَإِذَا هُمْ يُرِيدُونَ أَنْ يَخْتَزِلُونَا مِنْ أَصْلِنَا وَأَنْ يَحْضُنُونَا مِنَ الأَمْرِ . فَلَمَّا سَكَتَ أَرَدْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ وَكُنْتُ زَوَّرْتُ مَقَالَةً أَعْجَبَتْنِى أُرِيدُ أَنْ أُقَدِّمَهَا بَيْنَ يَدَىْ أَبِى بَكْرٍ ، وَكُنْتُ أُدَارِى مِنْهُ بَعْضَ الْحَدِّ ، فَلَمَّا أَرَدْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ عَلَى رِسْلِكَ . فَكَرِهْتُ أَنْ أُغْضِبَهُ ، فَتَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ فَكَانَ هُوَ أَحْلَمَ مِنِّى وَأَوْقَرَ ، وَاللَّهِ مَا تَرَكَ مِنْ كَلِمَةٍ أَعْجَبَتْنِى فِى تَزْوِيرِى إِلاَّ قَالَ فِى بَدِيهَتِهِ مِثْلَهَا أَوْ أَفْضَلَ مِنْهَا حَتَّى سَكَتَ فَقَالَ مَا ذَكَرْتُمْ فِيكُمْ مِنْ خَيْرٍ فَأَنْتُمْ لَهُ أَهْلٌ ، وَلَنْ يُعْرَفَ هَذَا الأَمْرُ إِلاَّ لِهَذَا الْحَىِّ مِنْ قُرَيْشٍ ، هُمْ أَوْسَطُ الْعَرَبِ نَسَبًا وَدَارًا ، وَقَدْ رَضِيتُ لَكُمْ أَحَدَ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ ، فَبَايِعُوا أَيَّهُمَا شِئْتُمْ . فَأَخَذَ بِيَدِى وَبِيَدِ أَبِى عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَّاحِ وَهْوَ جَالِسٌ بَيْنَنَا ، فَلَمْ أَكْرَهْ مِمَّا قَالَ غَيْرَهَا ، كَانَ وَاللَّهِ أَنْ أُقَدَّمَ فَتُضْرَبَ عُنُقِى لاَ يُقَرِّبُنِى ذَلِكَ مِنْ إِثْمٍ ، أَحَبَّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ أَتَأَمَّرَ عَلَى قَوْمٍ فِيهِمْ أَبُو بَكْرٍ ، اللَّهُمَّ إِلاَّ أَنْ تُسَوِّلَ إِلَىَّ نَفْسِى عِنْدَ الْمَوْتِ شَيْئًا لاَ أَجِدُهُ الآنَ . فَقَالَ قَائِلٌ مِنَ الأَنْصَارِ أَنَا جُذَيْلُهَا الْمُحَكَّكُ ، وَعُذَيْقُهَا الْمُرَجَّبُ ، مِنَّا أَمِيرٌ ، وَمِنْكُمْ أَمِيرٌ ، يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ . فَكَثُرَ اللَّغَطُ ، وَارْتَفَعَتِ الأَصْوَاتُ حَتَّى فَرِقْتُ مِنَ الاِخْتِلاَفِ . فَقُلْتُ ابْسُطْ يَدَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ . فَبَسَطَ يَدَهُ فَبَايَعْتُهُ ، وَبَايَعَهُ الْمُهَاجِرُونَ ، ثُمَّ بَايَعَتْهُ الأَنْصَارُ ، وَنَزَوْنَا عَلَى سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ قَتَلْتُمْ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ . فَقُلْتُ قَتَلَ اللَّهُ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ . قَالَ عُمَرُ وَإِنَّا وَاللَّهِ مَا وَجَدْنَا فِيمَا حَضَرْنَا مِنْ أَمْرٍ أَقْوَى مِنْ مُبَايَعَةِ أَبِى بَكْرٍ خَشِينَا إِنْ فَارَقْنَا الْقَوْمَ وَلَمْ تَكُنْ بَيْعَةٌ أَنْ يُبَايِعُوا رَجُلاً مِنْهُمْ بَعْدَنَا ، فَإِمَّا بَايَعْنَاهُمْ عَلَى مَا لاَ نَرْضَى ، وَإِمَّا نُخَالِفُهُمْ فَيَكُونُ فَسَادٌ ، فَمَنْ بَايَعَ رَجُلاً عَلَى غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ فَلاَ يُتَابَعُ هُوَ وَلاَ الَّذِى بَايَعَهُ تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ


[4] Umar dibai’at sebagi Khalifah tanggal 23 Agustus 634 M, wafat tanggal 7 November 644 M.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar