Penulis tidak tahu judul yang lebih pas: Membumikan Bahasa Arab? Atau Galakkan Bahasa Arab. Maksud dari tulisan ini sederhana; Islam berjaya bertepatan ketika bahasa Arab membumbung; dan roboh dari kejayaan ketika bahasa Arab diabaikan.
K Iskandar dan KH Mudzakkir pernah
berkata, “Dengan bahasa Arab, maka kita akan lebih mudah memahami Al-Qur’an dan
Assunnah.”
Bahkan pada Ustadz Abdul-Mannan Murisan, KH Nurhasan pernah berkata, “Mencari ikan dengan alat, lebih mudah daripada tanpa alat. Mengaji bagi yang menguasai bahasa Arab juga akan lebih mudah paham, daripada yang tidak tahu bahasa Arab.”
Bahkan pada Ustadz Abdul-Mannan Murisan, KH Nurhasan pernah berkata, “Mencari ikan dengan alat, lebih mudah daripada tanpa alat. Mengaji bagi yang menguasai bahasa Arab juga akan lebih mudah paham, daripada yang tidak tahu bahasa Arab.”
Ketika merobohkan Kekholifahan Islam yang terakhir di Turki, kaum Salibis memaksa bangsa Turki agar
adzan dengan bahasa Turki. Agar bangsa Turki meninggalkan hingga
akhirnya bodoh dari bahasa Arab.
Setidaknya tulisan ini akan
mengilhami pada kaum Muslimiin bahwa bahasa Arab pemersatu umat Islam ini
barokahnya luar biasa. Di dalam kamus bahasa Arab bernama Lisanul-Arab,
dijelaskan: لسان العرب - (ج 1 / ص 154)
وكَتَب عمرُ بنُ الخطاب إِلى أَبي موسى
خُذِ الناسَ بالعَرَبيَّةِ فإِنه يَزيدُ في العَقْل ويُثْبِتُ المروءة وقيل للأَحْنَفِ
ما المُرُوءة ؟ فقال العِفَّةُ والحِرْفةُ وسئل آخَرُ عن المُروءة فقال المُرُوءة أَن
لا تفعل في السِّرِّ أَمراً وأَنت تَسْتَحْيِي أَن تَفْعَلَه جَهْراً.
Artinya:
Pada Abi Musa RA, Umar bin Al-Khatthab menulis surat, “Galakkan bahasa Arab pada manusia! Karena bahasa ini menambah akal (kecerdasan)! Dan meneguhkan Al-Muruah!.”
[1]
Ditanyakan
pada Al-Achnaf, “Apakah Al-Muruah?.”
Dia
menjawab, “Terjaga dan perwira."
Jawab Alim selain beliau ketika ditanya (dengan pertanyaan yang sama), "Kalau kamu malu melakukan perkara dengan terang-terangan; kamu pun juga tidak melakukan di waktu rahasia!.”
Jawab Alim selain beliau ketika ditanya (dengan pertanyaan yang sama), "Kalau kamu malu melakukan perkara dengan terang-terangan; kamu pun juga tidak melakukan di waktu rahasia!.”
[1] Wa di
awal lafal ‘wakataba (وكَتَب)’ tidak diartikan, karena ibtidaiyah
atau istiknaf. Khudz (خُذ) diartikan galakkan, karena
melihat kontek yang ada. Perbandingannya seperti:
خُذِ
الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ [الأعراف/199]
Artinya:
Galakkan pemaafan! Perintahkan kebajikan! Dan berpalinglah dari orang-orang
bodoh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar