m
Banyak orang yang membicarakan Puasa Nisfu Syakban dan Hadits yang meriwayatkan tentang itu. Termasuk kitab syarah yang pembahasannya paling lengkap mengenai shahih, dhaif, dan pengamalan dari Hadits tersebut, adalah Fatchul-Bari, tulisan Ibnu Chajar: فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 238)
Banyak orang yang membicarakan Puasa Nisfu Syakban dan Hadits yang meriwayatkan tentang itu. Termasuk kitab syarah yang pembahasannya paling lengkap mengenai shahih, dhaif, dan pengamalan dari Hadits tersebut, adalah Fatchul-Bari, tulisan Ibnu Chajar: فتح الباري لابن حجر - (ج 6 / ص 238)
وَوَرَدَ فِيهِ حَدِيثٌ آخَرُ أَخْرَجَهُ
التِّرْمِذِيّ مِنْ طَرِيق صَدَقَةَ بْن مُوسَى عَنْ ثَابِت عَنْ أَنَس قَالَ
" سُئِلَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّوْم أَفْضَل
بَعْد رَمَضَان قَالَ شَعْبَان لِتَعْظِيمِ رَمَضَان " قَالَ التِّرْمِذِيّ حَدِيثٌ
غَرِيبٌ ، وَصَدَقَةُ عِنْدهمْ لَيْسَ بِذَاكَ الْقَوِيِّ . قُلْت : وَيُعَارِضُهُ
مَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ مِنْ حَدِيث أَبِي هُرَيْرَة مَرْفُوعًا " أَفْضَلُ الصَّوْم
بَعْد رَمَضَان صَوْم الْمُحَرَّمِ " . وَقِيلَ الْحِكْمَةُ فِي إِكْثَاره مِنْ
الصِّيَام فِي شَعْبَان دُون غَيْره أَنَّ نِسَاءَهُ كُنَّ يَقْضِينَ مَا عَلَيْهِنَّ
مِنْ رَمَضَان فِي شَعْبَان وَهَذَا عَكْسُ مَا تَقَدَّمَ فِي الْحِكْمَة فِي كَوْنِهِنَّ
كُنَّ يُؤَخِّرْنَ قَضَاء رَمَضَانَ إِلَى شَعْبَانَ لِأَنَّهُ وَرَدَ فِيهِ أَنَّ
ذَلِكَ لِكَوْنِهِنَّ كُنَّ يَشْتَغِلْنَ مَعَهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ الصَّوْم ، وَقِيلَ الْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنَّهُ يُعْقِبُهُ رَمَضَانُ وَصَوْمه
مُفْتَرَضٌ ، وَكَانَ يُكْثِر مِنْ الصَّوْم فِي شَعْبَان قَدْرَ مَا يَصُوم فِي شَهْرَيْنِ
غَيْرِهِ لِمَا يَفُوتُهُ مِنْ التَّطَوُّع بِذَلِكَ فِي أَيَّام رَمَضَانَ ، وَالْأَوْلَى
فِي ذَلِكَ مَا جَاءَ فِي حَدِيثٍ أَصَحَّ مِمَّا مَضَى أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ وَأَبُو
دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْن خُزَيْمَةَ عَنْ أُسَامَة بْن زَيْدٍ قَالَ " قُلْت
يَا رَسُول اللَّه لَمْ أَرَك تَصُومُ مِنْ شَهْر مِنْ الشُّهُور مَا تَصُوم مِنْ شَعْبَان
، قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاس عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَان ، وَهُوَ
شَهْر تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَال إِلَى رَبّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ " وَنَحْوُهُ مِنْ حَدِيث عَائِشَة عِنْد أَبِي يَعْلَى
لَكِنْ قَالَ فِيهِ " إِنَّ اللَّهَ يَكْتُبُ كُلَّ نَفْسٍ مَيِّتَةٍ تِلْكَ السَّنَةَ
، فَأُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَنِي أَجَلِي وَأَنَا صَائِم " وَلَا تَعَارُضَ بَيْن
هَذَا وَبَيْن مَا تَقَدَّمَ مِنْ الْأَحَادِيث فِي النَّهْي عَنْ تَقَدُّمِ رَمَضَانَ
بِصَوْمِ يَوْم أَوْ يَوْمَيْنِ ، وَكَذَا مَا جَاءَ مِنْ النَّهْي عَنْ صَوْم نِصْف
شَعْبَانَ الثَّانِي ، فَإِنَّ الْجَمْعَ بَيْنَهُمَا ظَاهِرٌ بِأَنْ يُحْمَلَ النَّهْيُ
عَلَى مَنْ لَمْ يَدْخُلْ تِلْكَ الْأَيَّام فِي صِيَامٍ اِعْتَادَهُ . وَفِي الْحَدِيث
دَلِيلٌ عَلَى فَضْل الصَّوْم فِي شَعْبَان ، وَأَجَابَ النَّوَوِيُّ عَنْ كَوْنِهِ
لَمْ يُكْثِرْ مِنْ الصَّوْم فِي الْمُحَرَّمِ مَعَ قَوْله إِنَّ أَفْضَلَ الصِّيَام
مَا يَقَع فِيهِ بِأَنَّهُ يَحْتَمِلُ أَنْ يَكُون مَا عَلِمَ ذَلِكَ إِلَّا فِي آخِرِ
عُمُرِهِ فَلَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ كَثْرَةِ الصَّوْمِ فِي الْمُحَرَّمِ ، أَوْ اِتَّفَقَ
لَهُ فِيهِ مِنْ الْأَعْذَار بِالسَّفَرِ وَالْمَرَضِ مَثَلًا مَا مَنَعَهُ مِنْ كَثْرَةِ
الصَّوْمِ فِيهِ . وَقَدْ تَقَدَّمَ الْكَلَامُ عَلَى قَوْله " لَا يَمَلُّ اللَّهُ
حَتَّى تَمَلُّوا " وَعَلَى بَقِيَّةِ الْحَدِيثِ فِي " بَاب أَحَبّ الدِّين
إِلَى اللَّه أَدُومُهُ " وَهُوَ فِي آخِر كِتَاب الْإِيمَان ، وَمُنَاسَبَةُ
ذَلِكَ لِلْحَدِيثِ الْإِشَارَةُ إِلَى أَنَّ صِيَامه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا يَنْبَغِي أَنْ يَتَأَسَّى بِهِ فِيهِ إِلَّا مَنْ أَطَاقَ مَا كَانَ يُطِيقُ ،
وَأَنَّ مَنْ أَجْهَدَ نَفْسه فِي شَيْء مِنْ الْعِبَادَة خُشِيَ عَلَيْهِ أَنْ يَمَلَّ
فَيُفْضِي إِلَى تَرْكِهِ ، وَالْمُدَاوَمَة عَلَى الْعِبَادَة وَإِنْ قَلَّتْ أَوْلَى
مِنْ جَهْد النَّفْس فِي كَثْرَتهَا إِذَا اِنْقَطَعَتْ ، فَالْقَلِيل الدَّائِم أَفْضَل
مِنْ الْكَثِير الْمُنْقَطِع غَالِبًا ، وَقَدْ تَقَدَّمَ الْكَلَامُ عَلَى مُدَاوَمَتِهِ
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى صَلَاة التَّطَوُّع فِي بَابهَا.
Artinya:
Hadits lain yang dikeluarkan oleh Tirmidzi melalui jalur Shadaqah bin Musa (صَدَقَةَ بْن مُوسَى) dari Tsabit dari Anas, telah datang untuk membahas (Puasa Syakban tersebut):
“Nabi
SAW telah ditanya ‘mana puasa yang lebih utama daripada Romadhan?’.” Nabi SAW
bersabda, “Syakban yang untuk mengagungkan Ramadhan.”
Tirmidzi
berkata, “Hadits ini gharib (asing); Shadaqah (صَدَقَةَ) tidak demikian kuat.”
Saya
(Ibnu Chajar) berkata, “Riwayat marfuk dari Hadits Abi Hurairah yang
diriwayatkan oleh Muslim, bertentangan dengan Hadits tersebut: ‘Lebih utama
puasa setelah Ramadhan, puasa Mucharram’.”
Ada
yang berkilah, “Hikmah nabi memperbanyak puasa di bulan Syakban; bukan bulan
lainnya, karena istri-istri nabi melunasi hutang puasa Ramadhan mereka di bulan
tersebut. Penjelasan hikmah ini kebalikan yang ditulis di depan (Puasa Syakban) ; para istri
nabi mengakhirkan pelunasan puasa Ramadhan hingga Syakban. Karena menurut
Hadits yang ada; mereka sibuk melayani nabi SAW hingga pelunasan hutang puasa
mereka terganggu.”
Ada
lagi yang berkilah, “Hikmah mengenai puasa Syakban tersebut, ‘dilanjutkan
puasa Ramadhan yang hukumya wajib’. Konon nabi SAW memperbanyak puasa bulan Syakban yang jumlah puasanya kira-kira dua bulan di selain Syakban. Karena di hari-hari Ramadhan nantinya beliau akan kehilangan kesempatan
melakukan amalan tathawwuk (التَّطَوُّع/sunnah).”
Uraian
yang lebih berhak (diperhatikan), yang datang di dalam Hadits yang lebih shahih
daripada yang telah berlalu. Hadits tersebut dikeluarkan oleh Nasai dan Abu
Dawud dari Usamah bin Zaid, yang dinilai shahih oleh Ibnu Chuzaimah (اِبْن خُزَيْمَةَ):
Saya
pernah berkata, “Ya Rasulallah! Saya mutlak belum pernah melihat baginda
berpuasa pada bulan di antara bulan-bulan yang ada, sebagaimana baginda
berpuasa di bulan Syakban?.”
Nabi
bersabda, “Itu bulan di antara Rajab dan Romadhan, yang dilalaikan oleh
manusia. Di bulan itulah amalan-amalan dilaporkan pada Tuhan seluruh alam. Maka
saya senang jika amalan saya dilaporkan ketika saya sedang berpuasa.”
Ada
lagi Hadits sepadan itu dari Aisyah RA, yang dihimpun oleh Abu Yakla (أَبُو يَعْلَى). Tetapi di situ, nabi bersabda, “Sesungguhnya semua makhluk
yang akan mati di tahun itu, ditulis oleh Allah. Maka saya senang jika
ajal-kematian datang pada saya, ketika saya sedang berpuasa.”
Di
antara Hadits ini dan Hadits-Hadits yang di atas, tidak ada pertentangan
mengenai ‘larangan mendahului puasa Ramadhan sehari atau dua hari’. Demikian
pula mengenai larangan berpuasa Nisfu (Pertengahan) Syakban, yang kedua. Titik temu dua Hadits yang berbeda tersebut
jelas: Larangan ini berlaku pada orang yang melakukan puasa Syakban, menjadi
pembiasaan. Namun di dalam Hadits tersebut ada dalil mengenai Keutamaan Puasa Syakban.
Annawawi
(النَّوَوِيُّ) lah yang menyampaikan jawaban mengenai kenapa nabi SAW tidak
memperbanyak puasa pada bulan Mucharram; padahal beliau bersabda bahwa
‘sesungguhnya lebih utamanya puasa pada bulan tersebut’:
Mungkin
karena beliau tahu mengenai kefadholan amalan itu, di akhir umurnya, sehingga
beliau SAW tidak memiliki kesempatan melakukan puasa tersebut. Atau waktu
perpuasanya bertepatan ketika sedang udzur pergi-jauh dan sakit. Itulah yang
menghalang-halangi beliau SAW memperbanyak puasa di bulan tersebut.
Sungguh
pembahasan mengenai sabda nabi SAW, “لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا (Laa yamallullohu chatta tamalluu/Allah takkan bosan (memberi
balasan) sehingga kalian bosan (beramal))" Di dalam بَاب أَحَبّ الدِّين إِلَى اللَّه أَدُومُهُ (Babu
Achabbuddiini ilaa Allahi Adwamuh) telah berlalu. Begitu pula mengenai
sisa dari Hadits tersebut; berada di akhirnya كِتَاب الْإِيمَان (Kitabul-Iman).
Munasabah (pendekatan)
Hadits itu; isarah bahwa puasa nabi SAW ‘tidak dibebankan kecuali pada orang
yang mampu mengamalkan’. Dan sungguh ‘orang yang memaksa diri dalam
ibadah; dikhawatirkan akan bosan yang berakhir dengan meninggalkan’. Meskipun
ibadah yang dilakukan hanya sedikit, namun lebih baik daripada memaksa diri
untuk beramal banyak, jika akhirnya berhenti. Secara umun; sedikit yang
terus-menerus lebih baik daripada banyak yang terputus. Sungguh pembahasan
mengenai nabi merutinkan shalat tathawwuk (التَّطَوُّع/sunnah), telah berlalu di dalam bab
(pembahasan)nya.[1]
[1] Muhadditsiin
selain Ibnu Chajar yang jika membahas Hadits, sangat jelas adalah Al-Haitsami (الهيثمي) dan Al-Munawi (المناوي).
Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Mulungan Sleman Yogyakarta Indonesia Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar