Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2012/05/23

UF 1: Usul Fiqih



Syaikh DR Abdullah Assirri termasuk mufthi muda dari Makkah. Beliau telah menyampaikan kajian Usul Fiqih; Matnul-Waraqaati fii Ushuulil-Fiqh (متن الورقات في اصول الفقه/Intisari Beberapa Lembar Mengenai Usul Fiqih), di hadapan sekitar 100 ulama atau lebih sedikit, di Burengan Kediri, dengan bahasa Arab.
Kajian Ushul Fiqih yang disampaikan dengan semangat itu, membuat terperangah para ulama LDII yang mengiktinya:
Macam-Macam Hukum
1.     Wajib (الواجب): Yang jika diamalkan mendapat pahala; jika ditinggalkan mendapat siksaan.
2.     Mandub (المندوب/Dianjurkan): Yang jika diamalkan mendapat pahala; jika meniggalkan tidak disiksa.[1]
3.     Mubah (المباح/Diperbolehkan): Yang jika diamalkan tidak mendapat pahala; jika ditinggalkan takkan disiksa.
4.     Machdlur (المحظور/Dilarang/Haram): Yang jika ditinggalkan mendapat pahala; jika diamalkan, disiksa.
5.     Makruh (المكروه): Yang jika ditinggalkan diberi pahala; jika diamalkan, takkan disiksa.
6.     Shachih (الصحيح/Sah): Yang sangat bersih dan bisa diamalkan.
7.     Bathil (الباطل): Yang dinilai tidak bersih dan tidak bisa diamalkan.


[1] Ada dua larangan yang dilanggar oleh para sahabat nabi SAW. Tetapi mereka tetap tenang, tidak ribut, dan tetap rukun sesama lainnya. Karena mereka tahu bahwa dua larangan tersebut, sebetulnya perintah yang sifatnya mandub (anjuran):

1.      وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ [آل عمران/169].
Artinya:
Dan sungguh jangan menyangka sama mati! Pada orang-orang yang dibunuh di Jalan Allah! Justru mereka hidup di sisi Tuhan mereka, diberi rizqi.
Kelihatannya Allah melarang para hambaNya; menyangka mati pada orang-orang yang terbunuh di Jalan Allah. Sebetulnya Allah mengajarkan bahwa kehidupan yang istimewa justru dinikmati oleh mereka yang mati-syahid di Jalan Allah.
Saat itu Jabir RA bukan hanya menyangka ayahnya RA tewas terbunuh, bahkan mengatakan ‘ketika ayah saya telah dibunuh’: صحيح البخاري - (ج 4 / ص 465)
لَمَّا قُتِلَ أَبِي جَعَلْتُ أَكْشِفُ الثَّوْبَ عَنْ وَجْهِهِ أَبْكِي وَيَنْهَوْنِي عَنْهُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْهَانِي فَجَعَلَتْ عَمَّتِي فَاطِمَةُ تَبْكِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبْكِينَ أَوْ لَا تَبْكِينَ مَا زَالَتْ الْمَلَائِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوهُ.
Artinya: Ketika ayah saya dibunuh; saya bergerak menyingkapkan kain penutup wajahnya, sambil menangis. Mereka melarang saya melakukan demikian; nabi SAW tidak melarang saya. Fathimah bibi saya (dari ayah) menangis. Nabi SAW bersabda, “Menangis silahkan! Tidak menangis juga boleh! Para malaikat tak henti-henti menaungi dia dengan sayap-sayap mereka, hingga dia kalian angkat.”

2.      Ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya selesai Perang Achzab; nabi SAW melarang shalat ashar pada para sahabatnya, kecuali jika telah sampai Bani Quraidloh: صحيح البخاري - (ج 13 / ص 24)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمْ الْعَصْرَ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرِدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ.
Artinya:
Dari Ibnu Umar RA: Nabi SAW bersabda di hari (Perang) Ahzab, “Seorang-pun jangan shalat ashar kecuali nanti di Bani Quraidloh.”
Ternyata sebagian mereka menjumpai waktu ashar di perjalanan. Sebagian mereka berkata, “Kita tidak boleh shalat hingga sampai tujuan!.”
Sebagian mereka ada yang membantah, “Justru kami akan shalat! Nabi SAW tidak menghendaki kita demikian.”
Setelah perselisihan mereka dilaporkan; nabi tidak mencela seorangpun dari mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar