(Bagian ke-183 seri tulisan Khalid bin Walid)
Di hari yang mendebarkan itu, pasukan Muslimiin berbahagia karena
arak-arakan pasukan lawan berkuda yang berdatangan hanya berjumlah 10.000 orang. Itu berarti tiap seorang hanya akan melawan dua orang lawan. Tapi lalu
terkejut ketika melihat lagi arak-arakan pasukan berkuda lainnya berjumlah
10.000 orang.
Pada pasukan Muslimiin, Amer berteriak, “Ketahuilah! Barangsiapa
mengendaki Allah dan hari akhir, maka jangan gentar menghadapi musuh, meskipun
berjumlah banyak! Apa ada amalan yang lebih diandalkan di sisi Allah, daripada
berjihad memerangi kaum Kafir? Mereka akan diganjar surga yang di dalamnya
banyak buah-buahan dan fasilitas? Allah berfirman :
‘Dan orang-orang yang dibunuh di Jalan Allah! Jangan kau sangka
sama mati'. Yang benar mereka hidup di sisi Allah dengan diberi rizqi. Mereka
berbahagia dengan yang telah Allah berikan pada mereka berupa kefadholanNya.
Dan mereka memberi khabar gembira pada orang-orang yang belum bertemu mereka dari
belakang mereka bahwa: tiada kekhawatiran atas mereka dan mereka tidak
bersusah’. [1]
Kalau kalian tidak terlanjur membunuh mata-mata itu, tentu dia bisa
menjelaskan pada kita ‘berapa arak-arakan pasukan yang datang kemari ini. Tapi
Perkara Allah tak bisa dihindari.”
Amer mengumpulkan pasukan pilihan untuk berkata, “Saya
berpandangan, sebaiknya kita minta bala bantuan pada Abu Ubaidah, untuk
menghadapi pasukan yang sangat banyak ini.” Lalu berteriak, “Hai semuanya!
Siapa yang sanggup datang pada Abu Ubaidah ! Untuk menjelaskan bahwa pasukan
lawan yang berdatangan kemari terlalu banyak !? Kami berharap beliau
mengirimkan bala bantuan untuk kita. Ketika Yazid bin Abi Sufyan di negeri
Qinasrin, juga dikirimi bala bantuan oleh beliau; saya berdoa semoga yang
sanggup melaksanakan tugas menghadap Abu Ubaidah ini diberi pahala oleh Allah.”
Rabiah berkata, “Ya Amer, pastikan kami bertempur dengan lawan!
Dan bertawakallah pada Allah yang telah menolong kita di beberapa medan perang!
Dan yang akan menolong kita di sini, untuk mengahabisi mereka.”
Amer menjawab usulan Amir, “Demi Allah usulanmu tepat sekali!.”
Lalu perintah agar pasukannya bersiap menghadapi lawan. Pasukan Muslimiin
menaiki kuda sambil meneriakkan tahlil dan takbir.
Ledakan takbir membahana; seakan-akan gunung-gunung, pepohonan, perbukitan, dan perkotaan di kejauhan yang mengelilingi mereka, menirukan tahlil dan takbir mereka.
Ledakan takbir membahana; seakan-akan gunung-gunung, pepohonan, perbukitan, dan perkotaan di kejauhan yang mengelilingi mereka, menirukan tahlil dan takbir mereka.
Amer dan pasukannya berdoa, “Ya Tuhan Pelindung kami! Sungguh kami mendengar gema tauhid. Engkaulah yang memperdengarkan kalimat tauhid, pada kami! Dan telah memperlihatkan wajah-wajah orang yang mengagungkan dan memujiMu. Betapa indah untaian PujianMu. Anugrahkan pada kami, agar kami dapat mensyukuri AnugrahMu.”
Doa yang dipanjatkan dengan sepenuh hati itu, membuat pasukan
Raja Filasthin terperangah. Sebetulnya ada keajaiban yang tidak diketahui oleh
Filasthin dan pasukannya: binatang-binatang buas dan liar sama berdoa pada Tuhan
mereka, sambil memanjatkan rasa sukur atas AnugrahNya yang melimpah. Bahkan
alam pun berdoa, “Ya yang membuat semua binatang liar ridho terhadap AnugrahMu.
Keluarkanlah rizqi agar kami bisa makan untuk bekal kembali menghadap Tuhan
yang telah menopang kehidupan kami! Ya yang kalau belatung di dalam bumi berbaris-baris,
pasti melihat. Kalau ada jatah rizqi di dalam bumi untuk seorang hamba,
Engkaulah yang mendatangkan. Kami mendengar pekikan tahlil dan takbir dari
orang-orang mentauhidkan Kau, di sini. Sebelum ini kami belum pernah mendengar.
Bahkan kami mendengar Ayat-Ayat yang belum pernah kami dengar. Maha Suci Engkau
yang QodarNya takkan kami lupakan. Ya yang Kebaikan dan KefadholaNya tak
terhingga.”
Seluruh pasukan terkejut oleh suara, “Banyak sekali makhluq di
gunung-gunung dan di puncaknya, yang tunduk patuh kepada Allah. Bahkan di dasar
dan di wajah bumi. Bahkan di dasar laut dan samudra!” bergema dari langit.
Bagi kaum Muslimiin suara bergema dari langit itu membuat
bertambah khusuk di dalam berdoa. Sedangkan bagi Filasthin dan pasukanya, suara
itu menjadi kejutan yang membingungkan. Bahkan mereka semakin takut ketika
mendengar alam di sekeliling mereka memantulkan suara itu.
[1] وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ فَرِحِينَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ [آل عمران/169، 170].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar