Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2012/01/13

KW 175: Dakwah ke Addurub (Beberapa Gunung)

 (Bagian ke-175 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Di hari yang indah itu Abu Ubaidah menarik pajak 150.000 Dinar, setelah pimpinan kaum taklukan bernama Jarfanas (Gervas) turun dari benteng membawa harta, hamba-sahaya, dan sejumlah kuda.

Abu Ubaidah menyerahkan kota Manbaj (مَنْبجَ) agar diurusi oleh Abbad bin Rafi Attamimi (عباد بن رافع التميمي). Dan perintah pada Najem bin Mufrich (نجم بن مفرج) agar mengurusi kota Al-Jisr (الجسر). Dan perintah Aus bin Khalid Arrabii (أوس بن خالد الرابعي) agar memerintah kota Buzaah (بزاعة). Dan perintah pada Badir bin Auf Al-Chimyari (بادر بن عوف الحميري) agar memerintah kota Balis (بالس).


Khalid dan pasukanya pulang menuju Abu Ubaidah, di hari Zaid bin Waheb datang dari Madinah membawa surat jawaban Umar RA. Kaum Muslimiin berkumpul untuk mendengarkan Abu Ubaidah membaca surat jawaban dari Umar RA.
Abu Ubaidah berteriak, “Kaum Muslimiin! Sungguh Umar telah perintah agar saya melanjutkan perjalanan menuju Addurub (الدروب/gunung-gunung). Dan berkata ‘kau yang lebih tahu, karena kau yang berada di medan’. Walau begitu saya takkan melakukan sesuatu yang tidak kalian sepakati. Sebaiknya bagaimana? Berbicaralah!.”
Pertanyaan diulang tiga kali, namun semua diam. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Banyak juga di antara mereka yang mengurusi jarahan yang melimpah. 
Abu Ubaidah berkata, “Hai Muslimiin semuanya! Negri Syam telah diberikan pada kalian oleh Allah. Allah juga telah mengusir dan merendahkan musuh kalian, sebagaimana telah berfirman di dalam KitabNya. Sebaiknya kita harus bagaimana? Apakah kalian mau saya ajak memasuki celah-celah gunung yang jalannya sulit, untuk mengejar musuh?.” 
Ternyata tidak ada yang menjawab satupun.
Abu Ubaidah mendumal, “Kenapa semua diam? Apakah keberanian kalian telah luntur? Atau terlalu capek berperang terus? Apakah kalian merasa telah memiliki pahala banyak dan tidak punya dosa? Mendekatlah pada Allah dengan jalan berjihad agar diganjar dengan yang lebih baik daripada dunia seisinya!.”
Yang menjawab pertama kali Maisarah bin Masruq Al-Absi (ميسرة بن مسروق العبسي): ”Yang mulia, kami diam bukan berarti takut, karena menunggu lainnya berbicara. Kami telah bertekat untuk berjihad memerangi musuh-musuh Allah. Perintahlah! Kami akan taat Allah, Rasulallah SAW, dan kau. Saya hanya memiliki diri saya sendiri, maka silahkan saya diperintah, saya akan taat.”
Abu Ubaidah berkata, “Yang punya pandangan selain ini silahkan diutarakan!.” 
Khalid berkata, “Yang mulia, mencari lawan adalah sulit, walau akhirnya menang. Sebaiknya yang mulia perintah mata-mata agar mengamati keadaan mereka, untuk menakut-nakuti mereka. Dan agar Muslimiin sama senang.”
Abu Ubaidah mengucapkan, “Jazakallohu khoiro,” yang artinya ‘semoga Allah membalas' kebaikan padamu. Ya Ayah Sulaiman, saya akan menyuruh Maisarah memimpin pasukan agar kesana, karena dialah yang pertama kali menyanggapi urusan ini. Semoga Allah memberi pertolongan besar pada mereka. Kita harus beramal shalih.”
Khalid menjawab, “Tepat sekali.”

Abu Ubaidah mengikatkan panji pada tongkat untuk diberikan pada Maisarah yang akan diperintah memimpin 3.000 pasukan berkuda pemberani. Ditambah 1.000 hamba-sahaya dari Sudan. Mereka dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok dan diberi pemimpin. Damis diperintah agar mentaati Maisarah dan agar memimpin 1.000 hamba-sahaya dari Sudan. Semua telah membawa perlengkapan perjalanan.
Abu Ubaidah perintah pada Damis: “Ya Abal-Haul! Kau dan pasukanmu agar di barisan terdepan, dan jangan menyelisihi perintah Maisarah! Keputusan dia dibarokahi oleh Allah!.” 
Damis yang dipanggil, “Abal-Haul,” menjawab ‘saya paham dan akan mentaati’.

Arak-arakan pasukan telah hampir berjalan; Abu Ubaidah lupa belum memberi mereka penunjuk jalan. Khalid berkata, “Yang mulia, berilah mereka penunjuk jalan yang tahu medan lawan.” 
Abu Ubaidah menyetujui empat orang dzimmi dari kota Chalab (Aleppo) agar ditugaskan menunjukkan jalan. Mereka berempat dibebaskan membayar pajak dan ditanya, "Sebaiknya gunung mana yang kita datangi?.” 
Mereka berempat sepakat, “Sebaiknya gunung terbesar yang terletak di wilayah Qurash (قورص).”

Sebelum berangkat, mereka berempat berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia, wilayah yang akan kami datangi tidak seperti negri-negri yang telah tuan taklukkan. Bahkan jauh lebih dingin lagi. Banyak pepohonan yang besar, dan jalan yang sulit dilalui. Banyak jurang, gua dan ularnya.” Pasukan dari Yaman menjawab, “Sudahlah ayo berangkat! Kalian akan tahu siapa kami.”
Damis perintah pada arak-arakan pasukannya agar berangkat. 
Setelah seribu pasukan itu agak jauh, Maisarah perintah agar arak-arakan pasukan berikutnya berangkat. Di celah-celah suara derap kaki kuda mereka yang membahana; Al-Qur’an, tahlil, dan takbir dibaca dengan bersaut-sautan. Sebagian mereka berdoa agar Allah memberi kemenangan.

Arak-arakan pasukan Muslimiin telah berhasil melewati lereng Chindas (حنداس) yang sulit dilalui, bahkan telah sampai Qurash (قورص) untuk bermalam. Perjalanan selanjutnya lebih sulit dan udaranya sangat dingin. Alam yang dilalui berair melimpah tetapi sulit dilewati oleh kuda. Mereka turun dan menuntun kuda mereka. 
Perjalanan semakin sulit dan sangat terjal, tali sandal sama putus dan kaki-kaki sama luka oleh duri dan benda-benda tajam lainnya. Selama tiga hari pasukan Muslimiin mengalami kesulitan menembus hutan belantara yang sangat dingin. Banyak salju yang menempel di mana-mana. 
Para penunjuk jalan berkata, “Kalian agar waspada. Bisa-bisa kita diintai dari persembunyian.”

Hari keempat lebih indah, walau payah. Pasukan Muslimiin telah keluar dari hutan belantara yang jalannya sulit ditembus. Mereka menyusuri tanah lapang yang sangat luas. Damis kedinginan karena hanya membawa pakaian ala kadarnya. 
Dia ditanya, “Kau kedinginan?.” 
Damis menjawab, “Betul, pakaian saya hanya begini.”
Farwah (فروة) memberi pakain agar Damis tidak kedinginan. 
Damis berdoa, “Semoga Allah memberi kau pakaian dari surga.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar