Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/12/01

KW 156: Dakwah ke Negeri Anthakiyah


 (Bagian ke-156 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Setelah penduduk menyatakan Islam, mengikuti alim mereka bernama Abul-Mundzir; Al-Fadhl dan Malik meninggalkan negeri Izaz 

Yuqana berkata, “Demi Allah, saya malu pada pasukan Muslimiin, karena kemenangan yang kita dapatkan bukan karena siasat saya sepenuhnya. Saya akan pergi ke-negeri Anthakiyah, dengan berharap semoga Allah memberi saya Pertolongan mengalahkan lawan besar.” 
Al-Fadhl berkata, “Allah berfirman pada Nabi-Nya SAW ‘laisa laka minal amri syai’.[1] Maka jangan susah atas kegagalan itu.” 
Dia menjawab, “Demi agama Islam, saya takkan pulang sehingga Allah membuat saya dan saudara-saudara saya Muslimiin, puas dan bahagia.”

Yuqana telah mendapat dukungan 200 pasukan dari keluaga besarnya yang barusan Islam. Yuqana perintah agar 200 pasukannya, mengajak keluarga mereka yang telah Islam, untuk berjihad menuju negeri Anthakiyah.

Ketika orang-orang telah berdatangan banyak sekali, Yuqana menyuruh mereka agar bersiap-siap di tempat, selama empat hari. Empat orang dari mereka diajak berkuda untuk berpurak-purak lari dari kejaran bangsa Arab, melalui Jalan Charim (حارم). 
Sisanya dipesan agar menyusul empat hari kemudian, melalui Jalan Arnach (أرناح). Mereka juga dipesan untuk berkumpul di negeri Anthakiyah.

Yuqana dan empat orangnya telah sampai wilayah Saman (سمعان) dekat pantai. 
Beberapa pasukan keamanan di sana, berjaga ketat di sudut-sudut jalan. 
Yuqana dan rombongannya didekati dan ditanya oleh mereka. 
Dia menjawab, “Saya Yuqana Raja Chalab (Aleppo) yang lari dari serangan kaum Arab.” 
Komandan mereka menyuruh sejumlah pasukan, agar mengantar Yuqana berlima menuju Raja Hiraqla.

Yuqana sampai di Anthakiyah, ketika Raja Hiraqla sedang  shalat di dalam Biara Al-Fityan (الفتيان).
Mereka menunggu hingga Hiraqla menyelesaikan shalatnya. Lalu melaporkan mengenai Yuqana yang teraniaya oleh kaum Arab. 
“Yang mulia, Tuan Petrus di wilayah Saman, mengirim lelaki ini pada yang mulia. Dia mengaku sebagai raja negeri Chalab.”
Yuqana terkejut oleh sapaan Raja Hiraqla yang merajai raja-raja Syam: “Hai Yuqana, ada laporan kau telah mengikuti agama kaum Arab?.” 
Yuqana menjawab, “Memang ada yang melaporkan begitu, namun sebetulnya saya hanya bermakar agar bisa kabur dari mereka yang jahat dan menjijikkan. Saya mengatakan pada mereka ‘negeri Izaz akan saya serahkan pada kalian, dan rajanya akan saya bunuh. Saya minta 100 pasukan Arab untuk saya bawa ke kerajaan Izaz. Saya minta agar 1.000 pasukan Arab menyusul saya ke kerajaan Izaz, dengan tujuan mereka akan saya tangkap, jika telah masuk ke dalam benteng. Selanjutnya mereka akan saya kirim pada baginda. Namun Raja Daris salah paham karena tidak tahu makar yang saya rencanakan. Dia justru lebih percaya pada ucapan mata-matanya daripada ucapan saya. Saya dan pasukan yang saya bawa, ditangkap dan dipenjarakan. Pasukan Arab berjumlah 1.000 datang untuk menyerang kerajaan Izaz. Daris dibunuh oleh putranya bernama Luqa. Tak lama kemudian kerajaan Izaz diserbu oleh 1.000 pasukan Arab itu. Kami berlima lari kemari ketika peperangan sedang berkecamuk. Kalau tidak cinta agama, saya tidak mungkin membunuh adik saya sendiri bernama Yuchana, dan tak mungkin melawan pasukan Arab hingga setahun penuh.”
Beberapa Bathriq dan raja bawahan Hiraqla yang di situ, membenarkan laporan Yuqana: “Yang mulia, Yuqana benar. Baginda akan tahu bahwa dia pejuang hebat dan sangat cerdas.” 
Hiraqla tersenyum, lalu melepaskan baju kebesarannya, diberikan pada Yuqana. Gelang dan sabuknya juga dilepas untuk diberikan padanya. 
Para tokoh besar itu mengamati Hiraqla berkata pada Yuqana, “Jika kerajaanmu di Chalab (Aleppo) telah direbut oleh mereka, kau saya beri kerajaan Anthakiyah.” 

Beberapa aturan dijelaskan sebelum Yuqana menjadi raja Anthakiyah.

Mereka terkejut oleh datangnya kepercayaan Hiraqla, penguasa wilayah Jisrul-Chadid (جسر الحديد) yang berarti jembatan besi. Dia melaporkan pada Hiraqla bahwa 200 Bathriq dari keluarga Yuqana datang dari Chalab, membawa laporan bahwa mereka lari dari serangan Kaum Arab
Hiraqla perintah pada Yuqana, “Datang dan ceklah mereka! Kalau betul mereka kerabatmu, maka sambut dan ajaklah bergabung padamu! Namun jika mereka bukan kerabatmu, saya yang akan menghdapi mereka untuk memberi keputusan mereka. Kamu jangan mengikuti agama mereka seperti penduduk Saijar (سيجر), Chamah (حماة), Rustan (الرستن), Jausiyah (جوسية), Balabak (بعلبك), Dimasyqa (دمشق) dan Chauran (حوران)!.”[2]
Yuqana menyanggupi, “Ya, akan segera hamba laksanakan!.” 

Lalu mengendarai kudanya, diiringi sejumlah pasukan, raja-raja dan pejabat tinggi. 
Setelah sampai Jisrul-Chadid, Yuqana perintah sejumlah pasukan agar mendatangkan 200 tamu dari Chalab.
Yuqana berbusana mewah, mengucapkan selamat atas kedatangan 200 tamu dari keluarganya. 
Para tamu dari kerabatnya terperanjat saat menyaksikan Yuqana mengenakan busana Raja Hiraqla. Mereka turun dari kuda dan mencium kendaraan Yuqana. 
Yuqana bertanya, “Bagaimana mungkin kalian bisa lolos dari serangan kaum Arab?.” 
Mereka berkata, “Yang mulia, kami telah bergabung pada pimpinan mereka untuk menyerbu penduduk Manbaj dan Buzaah. Setelah menang, kami kembali ke Chalab, tetapi mampir ke Izaz. Ternyata Izaz sudah direbut oleh pasukan Muslimiin, di bawah pimpinan Malik. Di waktu malam, kami melarikan diri hingga akhirnya datang kemari.”

Laporan mereka didengarkan oleh para Pasukan Hiraqla yang mendampingi Yuqana. 
Setelah kembali menghadap Hiraqla, para pasukan melaporkan yang mereka dengar, kepada Hiraqla. 
Hiraqla perintah agar mereka mentaati Yuqana yang akan diberi rumah mewah di sisi istana Hiraqla.

Pada Hiraqla, Yuqana berkata, “Yang mulia tahu bahwa tempat mewah ini takkan abadi. Dulu Al-Masih AS menggambarkan:
‘Dunia ini seperti bangkai; pencarinya bagaikan sekelompok anjing memperebutkan bangkai.
Ada riwayat menjelaskan bahwa:
'Al-Masih AS pernah melihat burung indah berhias segala yang indah. Bulunya dicabuti hingga menjadi sangat jelek'. 
Dia AS bertanya ‘siapa kau?’. 
Burung jelek menjawab ‘saya dunia yang dari luar tampak indah, namun sungguh jelek, jika busananya telah dibuka’. 
Saya berbicara begini agar yang mulia tahu bahwa saya mendapat anugrah ini pasti akan ada yang dengki. Karena orang yang mendapat anugrah pasti didengki oleh lainnya. Terus terang saya khawatir jika ada orang dengki, memfitnah saya di hadirat yang mulia. Saya berpandangan jika nantinya yang mulia akan menyingkirkan saya, lebih baik anugrah ini diberikan pada selain saya saja. Saya menjadi pasukan yang mulia sudah cukup senang." Lalu menangis.

Hiraqla berkata, “Ya Yuqana, mengenai anugrah ini, hanya akan saya berikan padamu. Ini sudah menjadi keputusan saya. Orang yang akan memfitnah kau, akan kuserahkan padamu, agar kau sendiri yang menindak.” 
Yuqana mengucapkan terimakasih pada Hiraqla. Lalu berpamitan untuk mendatangi rumah mewah dan taman yang dianugrahkan padanya.
Tiba-tiba sekelompok utusan dari putri Hiraqla bernama Zaitunah (زيتونة), yang bertempat di Marasy (مرعش), datang dengan berkuda. 
Mereka berkata pada Hiraqla, “Yang mulia, Tuan Putri takut serangan pasukan Arab. Beliau akan datang kemari agar mendapat perlindungan dari yang mulia. Beliau minta pasukan untuk mengawal menuju kemari.” 
Hiraqla berkata, “Yang berwenang memutuskan ini Yuqana.” 
Yuqana mencium tanah (bersujud), depan Hiraqla, dan berkata, “Hamba akan membereskan tugas ini.” 

Hiraqla memberikan 1.200 pasukan berkuda berbusana sutra dibaj mewah pada Yuqana. Pasukan yang dibawa oleh Yuqana ditambah menjadi 2.200 pasukan berkuda. Membawa Salib emas yang empat sisinya diberi mutiara gemerlapan. 

Yuqana memacu kudanya agar kecepatan larinya maksimal, agar segera sampai ke-Marasy, untuk menjemput Putri Hiraqla termuda.
Putri ini diberi wilayah Marasy oleh Hiraqla, dan dinikahkan dengan Banu Sathir bin Charits  (بنو سطير بن حارس), yang di kalangan prajurit dan masyarakat luas, disebut ‘Pedang Nashrani’ karena sangat pemberani. Hanya Banu Sathir telah tewas di dalam Perang Yarmuk setelah dilanda luka-luka berat.

Yuqana membawa Putri Zaitunah melewati wilayah Al-Jadatul-Udlma (الجادةالعظمى) menuju Anthakiyah, sambil mencari mata-mata pasukan Muslimiin atau kaum dzimmi.[3] Yuqana memacu kudanya diiringi oleh 2.200 pasukan berkuda, menyusuri jalan ke arah hutan Dibaj.[4] 

Di malam yang gelap itu Yuqana terkejut oleh datangnya
pasukan berkuda yang ketakutan. Yuqana bertanya, “Ada apa?.” 
Mereka menjawab, “Yang mulia, di depan sana ada pasukan yang sedang istirahat. Setelah kami cek, ternyata mereka pasukan Arab yang sedang tidur.” 

Yuqana berkata, “Bersiaplah menghadapi mereka untuk membela agama kalian! Berjihadlah untuk memerangi musuh dan membela putri raja! Jangan sampai mereka menawan putri raja yang mulia!.”



[1] لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ [آل عمران/128]. Artinya: Sejak dulu kau bukanlah penguasa perkara sedikitpun. La sebelum laka diartikan penguasa karena tamlik. Syaiun di sini diartikan sedikitpun.
[2] Beberapa negri yang disebut oleh Hiraqla ini penduduknya telah banyak yang Islam.
[3] Kaum dzimmi adalah taklukan kaum Muslimmiin.
[4] Dibaj artinya sutra. Hutan itu pernah dilewati putri dan menantu Hiraqla bernama Raja Tuma dengan berbusana sutra dibaj yang gemerlapan, sehingga hutan itu dinamakan Hutan Dibaj atau Marjuddibaj.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar