(Bagian
ke-156 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Setelah
penduduk menyatakan Islam, mengikuti alim mereka bernama Abul-Mundzir; Al-Fadhl
dan Malik meninggalkan negeri Izaz
Yuqana berkata, “Demi Allah, saya malu pada pasukan Muslimiin, karena kemenangan yang
kita dapatkan bukan karena siasat saya sepenuhnya. Saya akan pergi ke-negeri
Anthakiyah, dengan berharap semoga Allah memberi saya Pertolongan mengalahkan
lawan besar.”
Al-Fadhl
berkata, “Allah berfirman pada Nabi-Nya SAW ‘laisa
laka minal amri syai’.[1] Maka jangan susah atas kegagalan
itu.”
Dia
menjawab, “Demi agama Islam, saya takkan pulang sehingga Allah membuat saya dan
saudara-saudara saya Muslimiin, puas
dan bahagia.”
Yuqana telah mendapat dukungan 200 pasukan dari keluaga besarnya yang barusan Islam.
Yuqana perintah agar 200 pasukannya, mengajak keluarga mereka yang telah
Islam, untuk berjihad menuju negeri Anthakiyah.
Ketika orang-orang telah berdatangan banyak sekali, Yuqana menyuruh mereka agar bersiap-siap di tempat, selama empat hari. Empat orang
dari mereka diajak berkuda untuk berpurak-purak lari dari kejaran bangsa Arab,
melalui Jalan Charim (حارم).
Sisanya
dipesan agar menyusul empat hari kemudian, melalui Jalan Arnach (أرناح). Mereka juga dipesan
untuk berkumpul di negeri Anthakiyah.
Beberapa
pasukan keamanan di sana, berjaga ketat di sudut-sudut jalan.
Yuqana dan rombongannya didekati dan ditanya oleh mereka.
Dia
menjawab, “Saya Yuqana Raja Chalab (Aleppo) yang lari dari serangan kaum
Arab.”
Komandan
mereka menyuruh sejumlah pasukan, agar mengantar Yuqana berlima menuju Raja
Hiraqla.
Mereka
menunggu hingga Hiraqla menyelesaikan shalatnya. Lalu melaporkan mengenai
Yuqana yang teraniaya oleh kaum Arab.
“Yang
mulia, Tuan Petrus di wilayah Saman, mengirim lelaki ini pada yang mulia. Dia
mengaku sebagai raja negeri Chalab.”
Yuqana terkejut oleh sapaan Raja Hiraqla yang merajai raja-raja Syam: “Hai Yuqana, ada
laporan kau telah mengikuti agama kaum Arab?.”
Yuqana menjawab, “Memang ada yang melaporkan begitu, namun sebetulnya saya hanya
bermakar agar bisa kabur dari mereka yang jahat dan menjijikkan. Saya
mengatakan pada mereka ‘negeri Izaz akan saya serahkan pada kalian, dan rajanya
akan saya bunuh. Saya minta 100 pasukan Arab untuk saya bawa ke kerajaan Izaz.
Saya minta agar 1.000 pasukan Arab menyusul saya ke kerajaan Izaz, dengan
tujuan mereka akan saya tangkap, jika telah masuk ke dalam benteng. Selanjutnya
mereka akan saya kirim pada baginda. Namun Raja Daris salah paham karena tidak
tahu makar yang saya rencanakan. Dia justru lebih percaya pada ucapan
mata-matanya daripada ucapan saya. Saya dan pasukan yang saya bawa, ditangkap
dan dipenjarakan. Pasukan Arab berjumlah 1.000 datang untuk menyerang kerajaan
Izaz. Daris dibunuh oleh putranya bernama Luqa. Tak lama kemudian kerajaan Izaz
diserbu oleh 1.000 pasukan Arab itu. Kami berlima lari kemari ketika peperangan
sedang berkecamuk. Kalau tidak cinta agama, saya tidak mungkin membunuh adik
saya sendiri bernama Yuchana, dan tak mungkin melawan pasukan Arab hingga
setahun penuh.”
Beberapa
Bathriq dan raja bawahan Hiraqla yang di situ, membenarkan laporan Yuqana:
“Yang mulia, Yuqana benar. Baginda akan tahu bahwa dia pejuang hebat dan sangat
cerdas.”
Hiraqla
tersenyum, lalu melepaskan baju kebesarannya, diberikan pada Yuqana. Gelang dan
sabuknya juga dilepas untuk diberikan padanya.
Para
tokoh besar itu mengamati Hiraqla berkata pada Yuqana, “Jika kerajaanmu di Chalab (Aleppo) telah direbut oleh mereka, kau saya
beri kerajaan Anthakiyah.”
Beberapa
aturan dijelaskan sebelum Yuqana menjadi raja Anthakiyah.
Mereka
terkejut oleh datangnya kepercayaan Hiraqla, penguasa wilayah Jisrul-Chadid (جسر الحديد) yang berarti jembatan besi. Dia melaporkan
pada Hiraqla bahwa 200 Bathriq dari keluarga Yuqana datang dari Chalab, membawa
laporan bahwa mereka lari dari
serangan Kaum Arab.
Hiraqla
perintah pada Yuqana, “Datang dan ceklah mereka! Kalau betul mereka kerabatmu,
maka sambut dan ajaklah bergabung padamu! Namun jika mereka bukan kerabatmu,
saya yang akan menghdapi mereka untuk memberi keputusan mereka. Kamu jangan
mengikuti agama mereka seperti penduduk Saijar (سيجر), Chamah (حماة), Rustan (الرستن), Jausiyah (جوسية), Balabak (بعلبك), Dimasyqa (دمشق) dan Chauran (حوران)!.”[2]
Yuqana
menyanggupi, “Ya, akan segera hamba laksanakan!.”
Lalu mengendarai kudanya, diiringi sejumlah pasukan, raja-raja dan pejabat tinggi.
Setelah
sampai Jisrul-Chadid, Yuqana perintah sejumlah pasukan agar mendatangkan 200
tamu dari Chalab.
Yuqana
berbusana mewah, mengucapkan selamat atas kedatangan 200 tamu dari
keluarganya.
Para
tamu dari kerabatnya terperanjat saat menyaksikan Yuqana mengenakan busana Raja
Hiraqla. Mereka turun dari kuda dan mencium kendaraan Yuqana.
Yuqana
bertanya, “Bagaimana mungkin kalian bisa lolos dari serangan kaum Arab?.”
Mereka
berkata, “Yang mulia, kami telah bergabung pada pimpinan mereka untuk menyerbu
penduduk Manbaj dan Buzaah. Setelah menang, kami kembali ke Chalab, tetapi
mampir ke Izaz. Ternyata Izaz sudah direbut oleh pasukan Muslimiin, di bawah
pimpinan Malik. Di waktu malam, kami melarikan diri hingga akhirnya datang
kemari.”
Laporan
mereka didengarkan oleh para Pasukan Hiraqla yang mendampingi Yuqana.
Setelah
kembali menghadap Hiraqla, para pasukan melaporkan yang mereka
dengar, kepada Hiraqla.
Hiraqla
perintah agar mereka mentaati Yuqana yang akan diberi rumah mewah di sisi
istana Hiraqla.
Pada
Hiraqla, Yuqana berkata, “Yang mulia tahu bahwa tempat mewah ini
takkan abadi. Dulu Al-Masih AS menggambarkan:
‘Dunia ini seperti bangkai; pencarinya bagaikan sekelompok anjing memperebutkan bangkai’.
Ada
riwayat menjelaskan bahwa:
'Al-Masih AS pernah
melihat burung indah berhias segala yang indah. Bulunya dicabuti hingga menjadi
sangat jelek'.
Dia AS bertanya ‘siapa
kau?’.
Burung jelek menjawab
‘saya dunia yang dari luar tampak indah, namun sungguh jelek, jika busananya telah
dibuka’.
Saya berbicara begini
agar yang mulia tahu bahwa saya mendapat anugrah ini pasti akan ada yang
dengki. Karena orang yang mendapat anugrah pasti didengki oleh lainnya.
Terus terang saya khawatir jika ada orang dengki, memfitnah saya di hadirat
yang mulia. Saya berpandangan jika nantinya yang mulia akan menyingkirkan saya,
lebih baik anugrah ini diberikan pada selain saya saja. Saya menjadi pasukan
yang mulia sudah cukup senang." Lalu menangis.
Hiraqla
berkata, “Ya Yuqana, mengenai anugrah ini, hanya akan saya berikan padamu. Ini sudah menjadi
keputusan saya. Orang yang akan memfitnah kau, akan kuserahkan padamu, agar kau
sendiri yang menindak.”
Yuqana
mengucapkan terimakasih pada Hiraqla. Lalu berpamitan untuk mendatangi rumah
mewah dan taman yang dianugrahkan padanya.
Tiba-tiba
sekelompok utusan dari putri Hiraqla
bernama Zaitunah (زيتونة),
yang bertempat di Marasy (مرعش), datang dengan berkuda.
Mereka
berkata pada Hiraqla, “Yang mulia, Tuan Putri takut serangan pasukan Arab.
Beliau akan datang kemari agar mendapat perlindungan dari yang mulia. Beliau
minta pasukan untuk mengawal menuju kemari.”
Hiraqla
berkata, “Yang berwenang memutuskan ini Yuqana.”
Yuqana
mencium tanah (bersujud), depan Hiraqla,
dan berkata, “Hamba akan membereskan tugas ini.”
Hiraqla
memberikan 1.200 pasukan berkuda berbusana sutra dibaj mewah pada Yuqana.
Pasukan yang dibawa oleh Yuqana ditambah menjadi 2.200 pasukan berkuda. Membawa Salib emas yang empat sisinya diberi
mutiara gemerlapan.
Yuqana memacu kudanya agar kecepatan larinya maksimal, agar segera sampai ke-Marasy, untuk menjemput Putri Hiraqla termuda.
Putri ini diberi wilayah Marasy oleh Hiraqla, dan
dinikahkan dengan Banu Sathir bin Charits (بنو سطير بن حارس),
yang di kalangan prajurit dan masyarakat luas, disebut ‘Pedang Nashrani’ karena
sangat pemberani. Hanya Banu Sathir telah tewas di dalam Perang Yarmuk setelah
dilanda luka-luka berat.
Yuqana
membawa Putri Zaitunah melewati wilayah Al-Jadatul-Udlma (الجادةالعظمى) menuju Anthakiyah, sambil mencari mata-mata pasukan Muslimiin atau kaum dzimmi.[3] Yuqana memacu kudanya diiringi oleh
2.200 pasukan berkuda, menyusuri
jalan ke arah hutan Dibaj.[4]
Di malam yang gelap itu Yuqana terkejut oleh datangnya pasukan berkuda yang ketakutan. Yuqana bertanya, “Ada apa?.”
Mereka
menjawab, “Yang mulia, di depan sana ada pasukan yang sedang istirahat. Setelah kami cek, ternyata mereka pasukan Arab yang sedang
tidur.”
Yuqana
berkata, “Bersiaplah menghadapi mereka untuk membela agama kalian! Berjihadlah untuk memerangi
musuh dan membela putri raja!
Jangan sampai mereka menawan putri raja yang mulia!.”
[1] لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ [آل عمران/128]. Artinya: Sejak dulu kau bukanlah penguasa perkara sedikitpun. La sebelum laka diartikan penguasa karena tamlik. Syaiun di sini diartikan sedikitpun.
[4] Dibaj artinya sutra. Hutan itu pernah dilewati putri dan menantu Hiraqla bernama Raja Tuma dengan berbusana sutra dibaj yang gemerlapan, sehingga hutan itu dinamakan Hutan Dibaj atau Marjuddibaj.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar