Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/11/19

KW 150: Dakwah ke Negri Aleppo (Chalab/حلب)



 (Bagian ke-150 dari seri tulisan Khalid bin Walid)

Serangan 5.000 pasukan kerajaan ganas sekali. 
Damis dan pasukannya yang hanya berjumlah sedikit dihajar dengan serangan mematikan. Berkali-kali pedang menyambar dan menggores kulit Damis dan pasukannya. 

Tiba-tiba Khalid dan pasukannya (Jaisyuzzachf) yang terkenal, datang untuk membantu. 
Khalid berteriak, “Serbu!” Dan pasukan Chalab (Aleppo) berhamburan menghindari serangan pasukan Khalid yang sangat dahsyat. 
Dhirar dan teman-temannya mengamuk dengan senjata tajam, menewaskan beberapa lawan. 
Serangan pasukan Khalid terlalu ganas hingga pasukan Chalab banyak sekali yang tewas berserakan. 
Pasukan Chalab ketakutan karena yang tewas makin banyak sekali. Mereka membuang senjata sebagai pertanda menyerah. “Ampun! Ampun!” Mohon mereka.
Pasukan Khalid menghentikan serangan. Sebagian mereka keluar dari benteng untuk memberi khabar pada Abu Ubaidah bahwa pasukan Chalab telah menyerah. 
Khalid dan pasukannya menunggu perintah Abu Ubaidah.

Abu Ubaidah berbahagia dan perintah, “Bawa kemari para lelaki maupun perempuan!.”
Abu Ubaidah menyuruh agar para tawanan masuk Islam. 
Yang pertama kali menerima ajakan Islam justru Raja Yuqana dan para pendampingnya. Setelah itu baru semuanya. Walau begitu mereka diberi aturan seperti taklukan Islam lainnya, dan diperintah keluar dari benteng. 

Banyak harta kekayaan yang dikembalikan pada mereka, banyak juga emas dan wadah antik yang dijarah. Yang 1/5 untuk Sabilillah, sisanya untuk pasukan Muslimiin. 

Damis yang pemberani dan cerdik menjadi bahan pembicaraan hangat di mana-mana. 
Beberapa orang datang untuk mengobati luka Damis yang serius. Hari itu Damis mendapat dua bagian rampasan perang; pasukan Muslimiin berbahagia sekali. 
Abu Ubaidah mengundang untuk berkata pada tokoh-tokoh Muslimiin, “Segala Puji bagi Allah yang telah menaklukkan kerajaan Chalab (Aleppo) untuk kita. Berarti di dunia ini sudah tidak ada lagi kekuatan yang kita takuti. Bagaimana kalau kita menyerang kota Antokiyah (Antioch)? Di sanalah Hiraqla duduk di atas singgasana didampingi raja-raja bawahannya?.” 

Pasukan Muslimiin mengamati Raja Yuqana berdiri dan berkata dengan bahasa Arab yang fasih, “Yang mulia, sungguh Allah Tabaraka wataala telah memberi Pertolongan dan Kemenangan pada kalian. Ini menjunjukkan bahwa agama kalian benar (shirathal mustaqiim). Nama nabi kalian ditulis didalam kitab Injil. Dia pula yang pernah diberitakan oleh Al-Masih pada umatnya dengan jelas sekali. Dia yang sangat mulia, pemilah kebenaran dan kebathilan, ditinggalkan oleh ayah dan ibunya, lalu dirumat oleh kekek dan pamannya. Bukankah demikian, yang mulia?.” 
Abu Ubaidah heran pada pertanyaan Yuqana, lalu menjawab, “Betul! Beliau nabi kita SAW. Tapi saya heran padamu, kamu kemarin memerangi kami dan menghalang-halangi bahan makan dan pakan binatang untuk kami. Tiba-tiba hari ini kau bisa berkata begitu? Selain itu, saya mendapat berita bahwa kau tidak bisa berbahasa Arab sama-sekali. Namun ternyata kau bisa berbahasa Arab dengan fasih. Kapan kau belajar?.” 
Yuqana menjawab, “Laa Ilaah illaa Allah, Muhammadun Rasul Allah, ternyata yang mulia heran dengan ini semua?.” 
Abu Ubaidah menjawab, “Betul!.” 
Abu Ubaidah dan Muslimiin memperhatikan Yuqana berkata, “Terus terang semalam saya berpikir keras, mempertimbangkan kalian yang datang untuk menyerang benteng kami. Kami sangat heran pada kalian yang menurut kami kaum lemah. Tapi ternyata kalian menang. Ketika saya tidur, bermimpi melihat lelaki yang cahayanya lebih terang daripada bulan purnama, lebih harum daripada parfum misik dan adzfar (الأَذْفَرُ). Dia didampingi oleh sejumlah jamaah. Saya bertanya 'siapakah dia?'. 
Ada yang menjawab, ‘inilah Muhammad Rasul Allah’. 
Seingat saya, saat itu saya berkata ‘kalau betul dia seorang nabi, hendaklah berdoa agar Tuhannya mengajari saya bahasa Arab’. 
Dia isarah pada saya sambil memanggil ‘ya Yuqana! Sayalah Muhammad yang pernah diberitakan oleh Al-Masih. Sayalah nabi terakhir’, kalau kau mau katakan ‘laaa Ilaaha illaa Allah’ dan saya Rasul Allah.
Sontak saya menyalami dan mencium tangannya, dan menyatakan Islam padanya. 
Setelah bangun, ternyata bau mulut saya harum seperti parfum misik adzfar, dan tahu-tahu saya bisa berbahasa Arab. Saya pergi ke kamar adik saya bernama Yuchana almarhum, untuk membuka kitab-kitabnya. Ternyata di dalam sebagian kitab itu, dijelaskan mengenai sifat Nabi Muhammad SAW dengan lengkap. Di sana juga dijelaskan bahwa lebih dibencinya makhluq oleh Muhammad adalah kaum Yahudi. Apa betul penjelasan saya?.” 

Abu Ubaidah berkata, “Betul! Memang dulunya kaum Yahudi merintangi kami dengan sengit, namun lalu Allah memberi kami Pertolongan. Akhinya kami bisa menaklukkan dan membunuh pahlawan-pahlawan mereka.” 
Yuqana berkata, “Saya telah membaca kitab mengenai perjalanan hidupnya, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dan Allah berpesan agar dia membimbing para sahabatnya, kaum Muslimiin umumnya, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Betul kan?.” 
Abu Ubaidah membenarkan, “Betul! Wasiat Allah, agar nabi merendah pada para sahabatnya dan pada Muslimiin ‘وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ [الشعراء/215]’ yang artinya: Dan rendahkanlah pundakmu! Pada orang-orang iman yang mengikuti kau. 
Mengenai haknya anak yatim dan orang miskin ‘فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ [الضحى/9، 10]’ yang artinya: Maka adapun pada anak yatim, jangan kau tindas! Dan pada orang yang minta, jangan kau bentak!.” Yuqana berkata, “Kenapa Allah berfirman ‘وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى [الضحى/7]?’. Apa makna 'sesat' orang yang di sisi Allah sebagai orang mulia di sini?.
Muadz bin Jabal RA menjawab, “Maksudnya ‘Kami Allah menjumpai kau dalam keadaan bingung, mengenai caranya berdekatan dengan Kami. Lalu Kami membimbing kau agar bisa berdekatan dengan Kami’. Bisa juga diartikan ‘Allah mempermudahkan kau menyingkapkan Jalan Terang, dan menempatkan kau pada Tempat yang Terang Benderang. Allah telah menjumpai kau dalam keadaan tersesat di dalam lautan pencarian, berkendaraan perahu yang rusak. Lalu Allah membimbing kau ke Pulau Kebenaran, dan menujukkan kau pada Kebenaran Hakiki. Atau kau kebingungan memilih pembimbing, karena saat itu kau belum mendapatkan Wahyu. Lalu Kami membimbing kau dengan memberi Wahyu. Kau harus tahu ya Yuqana, bahwa: tidak ada yang lebih berharga bagi orang iman daripada ilmu. Tidak ada yang lebih menguntungkan daripada aris (penyantun). Tidak ada yang lebih mulia daripada beragama benar. Tiada sahabat karib yang lebih menguntungkan daripada akal. Tiada kekasih yang lebih jahat daripada kebodohan. Tiada simpanan yang lebih dahsyat daripada taqwa. Tiada prestasi yang lebih hebat daripada menaklukkan hawa nafsu. Tiada pekerjaan yang lebih utama daripada berpikir jernih. Tiada keindahan yang lebih daripada bersabar. Tiada kesalahan yang lebih menjijikkan daripada sombong. Tiada obat yang lebih nikmat daripada kelembutan. Tiada penyakit yang lebih mengerikan daripada ceroboh. Tiada orang bijak dan pembimbing yang lebih adil daripada kebenaran. Tiada kefakiran yang lebih daripada tamak. Tiada kekayaan yang lebih membahayakan daripada menimbun harta. Tiada kehidupan yang lebih menguntungkan daripada sehat. Tiada kehidupan yang lebih nyaman daripada sentausa. Tiada ibadah yang lebih utama daripada khusuk. Tiada zuhud yang lebih daripada menerima qadar. Tiada penyelamat yang lebih mengamankan daripada diam. Teman bepergian yang datangnya mendadak adalah kematian.”
Yuqana menyimak ucapan Muadz dengan serius dan berwajah cerah. 
Mulutnya berkata, “Kalimat yang kau ucapkan ini saya baca di dalam kitab adik saya bernama Yuchana. Kalimat itu ditulis di dalam kitab Injil dan Taurat!.” 
Lalu merebah bersujud sebagai tanda bersyukur. Lisannya berkata, “Segala Puji bagi Allah yang telah membimbing saya pada agama ini. Demi Allah agama ini telah bersenyawa dengan hati saya. Saya yakin agama ini benar. Saya akan ikut berjihad untuk Allah, sebagaimana dulu pernah berperang membela syaitan. Demi Allah saya akan membela agama ini hingga saya bertemu saudara saya Yuchana. Dua matanya yang berkaca-kaca, mengalirkan air-mata. Dan menangisi adiknya yang telah terlanjur dibunuh. 

Pada Yuqana dan para pendampingnya yang menangis, Abu Ubaidah menghibur dengan membacakan ucapan Nabi Yusuf AS pada saudara-saudaranya yang telah takluk, “Bagi kalian, tak perlu menyalahkan. Semoga di hari ini Allah mengampuni kalian. Dialah lebih sayangnya para penyayang. [Qs Yusuf 92].” 
Lalu Abu Ubaidah berkata, “Sungguh saudaramu di dalam derajatnya para Iliyyiin (kaum yang derajat mereka tinggi) bersama bidadari bermata indah. Ketika masuk Islam, kau keluar dari dosa-dosamu, sebagaimana ketika kau dilahirkan oleh ibumu.” 
Yuqana makin bersukur hingga ledakan tangisnya bertambah keras.

Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar