Damis memohon, “Bawalah pasukan mendekati kerajaan, untuk memancing pasukan lawan yang di dalamnya. Saya berharap Allah memberi Keberhasilan melalui siasat ini. Tiada Upaya dan Kekuatan kecuali karena Pertolongan Allah yang Maha Tinggi Maha Agung.”
Abu Ubaidah perintah agar pasukan Muslimiin mendekati kerajaan.
Di bawah kerajaan, pasukan Muslimiin membaca takbir dan tahlil, dan menampakkan pedang yang mengkilap, lalu menantang perang.
Pasukan musuh menengok dari atas dinding dengan perasaan takut. Mereka bermusyawarah mengenai jurus untuk mematahkan serangan kaum Muslimiin.
“Sebaiknya segera kita lawan,” kata sebagian mereka.
Ada yang membantah, “Yang benar justru kita bertahan di sini saja. Mereka tidak mungkin bisa kemari.”
Tetapi kebanyakan mereka menghendaki berperang dari dalam benteng yang telah diberi tempat-tempat pengintaian.
Di bawah kerajaan, pasukan Muslimiin membaca takbir dan tahlil, dan menampakkan pedang yang mengkilap, lalu menantang perang.
Pasukan musuh menengok dari atas dinding dengan perasaan takut. Mereka bermusyawarah mengenai jurus untuk mematahkan serangan kaum Muslimiin.
“Sebaiknya segera kita lawan,” kata sebagian mereka.
Ada yang membantah, “Yang benar justru kita bertahan di sini saja. Mereka tidak mungkin bisa kemari.”
Tetapi kebanyakan mereka menghendaki berperang dari dalam benteng yang telah diberi tempat-tempat pengintaian.
Batu-batuan dan anak panah dari atas, menukik bertubi-tubi mulai siang hinggga malam.
Damis memutar otaknya untuk melancarkan makar atas mereka.
Telah 47 hari serangan Damis dipatahkan. Hari itu dia menghadap Abu Ubaidah untuk berkata, “Wahai Amir, segala usaha telah saya lakukan tetapi belum juga berhasil. Saya merencanakan sebuah siasat yang semoga Allah membimbing dan menolong.” Lalu Damis minta, “Perintahlah 30 pasukan agar taat pada saya.”
Abu Ubaidah mengabulkan, “Ya.”
Damis memutar otaknya untuk melancarkan makar atas mereka.
Telah 47 hari serangan Damis dipatahkan. Hari itu dia menghadap Abu Ubaidah untuk berkata, “Wahai Amir, segala usaha telah saya lakukan tetapi belum juga berhasil. Saya merencanakan sebuah siasat yang semoga Allah membimbing dan menolong.” Lalu Damis minta, “Perintahlah 30 pasukan agar taat pada saya.”
Abu Ubaidah mengabulkan, “Ya.”
Abu Ubaidah memilih 30 pasukan pemberani.
Di hadapan mereka Abu Ubaidah berkata, “Kalian semuanya saya minta agar taat pada Damis ini. Semoga Allah menyayang kalian. Dia saya angkat sebagai pimpinan karena dia lebih mulia daripada kalian, serangan dia juga dahsyat. Jangan ada yang berkata ‘kenapa yang memimpin hanya seorang hamba sahaya? Demi Allah, kalau saya bukan pemimpin kalian, saya pasti telah mengikuti dia untuk merebut kemenangan.”
Mereka berkata, “Semoga Allah berbuat baik pada kau. Kami tidak ragu-ragu mengenai kebijakan anda dan kesenioran anda. Sejak sebelum ini perkataan, anda lebih kami hargai. Ketaatan kami pada anda tak diragukan lagi. Kalau anda menunjuk orang kafir agar memimpin kami pun, pasti kami taati. Karena kami tahu tujuan anda pasti baik, untuk memperjuangkan agama. Kami memahami dan akan mentaati Allah, anda, dan orang yang anda tunjuk, agar memimpin kami.”
Abu Ubaidah senang mendengar jawaban mereka. Dan berdoa, “Jazakumullahu khaira,” lalu berkata, “Ketahuilah bahwa saya yakin, kerajaan ini akan kita taklukkan berkat perjuangan Damis ini. Dia ahli bersiasat dan pandangannya cemerlang. Ikutilah perintahnya dan bertawakkallah pada Allah! Ingatlah bahwa Rasulullah SAW pernah mengangkat mantan hamba sahaya menjadi pemimpin atas sejumlah tokoh Muslimiin, untuk berperang’.”
Di hadapan mereka Abu Ubaidah berkata, “Kalian semuanya saya minta agar taat pada Damis ini. Semoga Allah menyayang kalian. Dia saya angkat sebagai pimpinan karena dia lebih mulia daripada kalian, serangan dia juga dahsyat. Jangan ada yang berkata ‘kenapa yang memimpin hanya seorang hamba sahaya? Demi Allah, kalau saya bukan pemimpin kalian, saya pasti telah mengikuti dia untuk merebut kemenangan.”
Mereka berkata, “Semoga Allah berbuat baik pada kau. Kami tidak ragu-ragu mengenai kebijakan anda dan kesenioran anda. Sejak sebelum ini perkataan, anda lebih kami hargai. Ketaatan kami pada anda tak diragukan lagi. Kalau anda menunjuk orang kafir agar memimpin kami pun, pasti kami taati. Karena kami tahu tujuan anda pasti baik, untuk memperjuangkan agama. Kami memahami dan akan mentaati Allah, anda, dan orang yang anda tunjuk, agar memimpin kami.”
Abu Ubaidah senang mendengar jawaban mereka. Dan berdoa, “Jazakumullahu khaira,” lalu berkata, “Ketahuilah bahwa saya yakin, kerajaan ini akan kita taklukkan berkat perjuangan Damis ini. Dia ahli bersiasat dan pandangannya cemerlang. Ikutilah perintahnya dan bertawakkallah pada Allah! Ingatlah bahwa Rasulullah SAW pernah mengangkat mantan hamba sahaya menjadi pemimpin atas sejumlah tokoh Muslimiin, untuk berperang’.”
Damis datang menghadap, disambut dengan pertanyaan, “Ya Damis, apa lagi yang kau inginkan?” Oleh Abu Ubaidah.
Damis minta, “Sebaiknya anda segera memimpin serangan atas kerajaan. Saya yang mengatur di dalam persembunyian sejauh satu farsakh (فَرْسَخٌ).[1] Yang menghubungkan saya dan anda hanya sejumlah pasukan khusus, agar musuh tidak tahu bahwa ada kami. Para penghubung yang mendatangi kami tidak boleh membawa pedang. Bolehnya hanya membawa belati, dan harus berpencar melewati jalan yang berbeda. Allah lah yang kita harapkan menolong Segala Urusan kita.”
Damis minta, “Sebaiknya anda segera memimpin serangan atas kerajaan. Saya yang mengatur di dalam persembunyian sejauh satu farsakh (فَرْسَخٌ).[1] Yang menghubungkan saya dan anda hanya sejumlah pasukan khusus, agar musuh tidak tahu bahwa ada kami. Para penghubung yang mendatangi kami tidak boleh membawa pedang. Bolehnya hanya membawa belati, dan harus berpencar melewati jalan yang berbeda. Allah lah yang kita harapkan menolong Segala Urusan kita.”
Abu Ubaidah makin yakin bahwa Damis ahli bersiasat dan berpandangan cemerlang.
Damis mendatangi pasukannya untuk berkta, “Hai pemuda Arab! Mari kita berjihad! Semoga Allah memberi Barakah kalian. Kita akan bersembunyi di dalam jurang, agar pasukan kerajaan tidak tahu di mana kita. Senjata yang harus kalian bawa pedang, perisai, belati.”
Damis mendatangi pasukannya untuk berkta, “Hai pemuda Arab! Mari kita berjihad! Semoga Allah memberi Barakah kalian. Kita akan bersembunyi di dalam jurang, agar pasukan kerajaan tidak tahu di mana kita. Senjata yang harus kalian bawa pedang, perisai, belati.”
Pasukan telah siap semuanya; Damis telah mengenakan busana perang dan membawa belati. Lalu mengajak mereka menjauhi pasukan induk, menuju gua di dalam gunung.
Pasukan induk di bawah pimpinan Abu Ubaidah telah pergi menuju kerajaan untuk menyerang dari bawah.
Pasukan induk di bawah pimpinan Abu Ubaidah telah pergi menuju kerajaan untuk menyerang dari bawah.
Dari atas benteng, pasukan Chalab melihat arak-arakan pasukan Muslimiin di bawah. Mereka berteriak-teriak keras dari atas, menggemuruh. Sebagian mereka berkata pada raja mereka, “Yang mulia! Bukalah pintu gerbang agar kita bisa keluar dari belakang mereka! Untuk menawan atau membunuh seorang dari mereka.”
Mereka menyerang pasukan Muslimiin dari atas benteng hingga waktu isyak.
Mereka menyerang pasukan Muslimiin dari atas benteng hingga waktu isyak.
Damis bertanya, “Siapa yang berani datang kebawah kerajaan untuk melaporkan keadaan di sana? Tugas dia selain itu, menangkap mata-mata pasukan Chalab untuk kita paksa menjelaskan rahasia kerajaan ini?.”
Semuanya diam tidak ada yang menjawab. Mereka terkejut oleh ucapan, “Ternyata kalian sama takut mati,” dari Damis.
Damis keluar dari gua beberapa saat. Lalu masuk kegua membawa tawanan, dan perintah, “Hai para pemuda! Tahanlah dia jangan sampai lari! Dan paksalah! Agar menjelaskan rahasia yang kalian butuhkan!.”
Lelaki tawanan itu diberondong pertanyaan, tetapi tidak faham dengan bahasa Arab. Damis perintah, “Jagalah dia!” lalu keluar lagi.
Semuanya diam tidak ada yang menjawab. Mereka terkejut oleh ucapan, “Ternyata kalian sama takut mati,” dari Damis.
Damis keluar dari gua beberapa saat. Lalu masuk kegua membawa tawanan, dan perintah, “Hai para pemuda! Tahanlah dia jangan sampai lari! Dan paksalah! Agar menjelaskan rahasia yang kalian butuhkan!.”
Lelaki tawanan itu diberondong pertanyaan, tetapi tidak faham dengan bahasa Arab. Damis perintah, “Jagalah dia!” lalu keluar lagi.
Damis masuk lagi kedalam gua, membawa tiga tawanan.
Empat tawanan itu tidak ada yang bisa berbahasa Arab. Tangan mereka diikat erat di belakang.
Damis keluar lagi hingga pertengahan malam.
Mereka sangat mengkhawairkan keselamatan Damis. Sebagian mereka berkata, “Jangan-jangan dia ketahuan dan ditawan atau dibunuh oleh lawan?.”
Perbincangan mengenai Damis makin serius, bahkan mereka hampir keluar untuk bergabung pada pasukan induk. Mereka terkejut ketika Damis datang membawa lelaki dari Chalab. Mereka marah dan hampir membunuh lelaki, yang disangka sebagai penyebab Damis terlambat pulang pada mereka. Mereka sama berkata, “Kami telah mengkhawatirkan keselamatanmu.”
Damis mejawab, “Saya pergi lama karena saya pergi ke dekat kerajaan. Di dalam persembunyian, saya mendengar pembicaraan pasukan Chalab yang lalu-lalang di bawah. Saya amati di antara mereka tidak ada yang berbahasa Arab. Dalam persembunyian yang lama itu, saya berputus asa. Ketika saya hampir pulang, tiba-tiba ada suara mengejutkan. Setelah saya cari, ternyata ada lelaki yang jatuh dari atas benteng, dan inilah orangnya. Dia telah sengaja terjun bebas dari atas benteng."
Mereka mendekati sambil memberondong pertanyaan, pada lelaki berkening bonyok, yang tidak memahami bahasa Arab.
Damis berkata, “Saya yakin dia melarikan diri dari kaumnya. Sayang sekali kalian tidak memahami bahasa dia. Tunggu sebentar! Akan saya carikan orang yang bisa berbahasa Arab dan bahasa dia!.”
Damis keluar lagi untuk menangkap lelaki bersurban setengkuk. Lelaki tawanan itu dibawa masuk dan ditanya, “Kau dari Madinah atau dari kerajaan itu?.”
Damis bertanya, “Kau berasal dari Chalab atau Arab Nashrani?.”
Dia menjawab, “Saya Nashrani Arab.”
Mereka merayu, “Maukah kau menunjukkan rahasia mana? Jalan menuju benteng itu? Kalau mau kau kami lepas dan kami jamin selamat.”
Dia menjawab, “Saya tidak tahu di mana jalan menuju benteng itu? Kalaupun saya tahu juga tak mungkin mau menjelaskan pada kalian, demi Al-Masih.”
Dengan geregetan, Damis perintah pada tawanannya yang baru, “Tanyalah para tawanan ini ‘mereka penduduk pribumi bukan?’.”
Setelah bertanya mereka yang ditawan, dia melaporkan, “Mereka semua pasukan yang berasal dari dalam benteng di atas sana.”
Empat tawanan itu tidak ada yang bisa berbahasa Arab. Tangan mereka diikat erat di belakang.
Damis keluar lagi hingga pertengahan malam.
Mereka sangat mengkhawairkan keselamatan Damis. Sebagian mereka berkata, “Jangan-jangan dia ketahuan dan ditawan atau dibunuh oleh lawan?.”
Perbincangan mengenai Damis makin serius, bahkan mereka hampir keluar untuk bergabung pada pasukan induk. Mereka terkejut ketika Damis datang membawa lelaki dari Chalab. Mereka marah dan hampir membunuh lelaki, yang disangka sebagai penyebab Damis terlambat pulang pada mereka. Mereka sama berkata, “Kami telah mengkhawatirkan keselamatanmu.”
Damis mejawab, “Saya pergi lama karena saya pergi ke dekat kerajaan. Di dalam persembunyian, saya mendengar pembicaraan pasukan Chalab yang lalu-lalang di bawah. Saya amati di antara mereka tidak ada yang berbahasa Arab. Dalam persembunyian yang lama itu, saya berputus asa. Ketika saya hampir pulang, tiba-tiba ada suara mengejutkan. Setelah saya cari, ternyata ada lelaki yang jatuh dari atas benteng, dan inilah orangnya. Dia telah sengaja terjun bebas dari atas benteng."
Mereka mendekati sambil memberondong pertanyaan, pada lelaki berkening bonyok, yang tidak memahami bahasa Arab.
Damis berkata, “Saya yakin dia melarikan diri dari kaumnya. Sayang sekali kalian tidak memahami bahasa dia. Tunggu sebentar! Akan saya carikan orang yang bisa berbahasa Arab dan bahasa dia!.”
Damis keluar lagi untuk menangkap lelaki bersurban setengkuk. Lelaki tawanan itu dibawa masuk dan ditanya, “Kau dari Madinah atau dari kerajaan itu?.”
Damis bertanya, “Kau berasal dari Chalab atau Arab Nashrani?.”
Dia menjawab, “Saya Nashrani Arab.”
Mereka merayu, “Maukah kau menunjukkan rahasia mana? Jalan menuju benteng itu? Kalau mau kau kami lepas dan kami jamin selamat.”
Dia menjawab, “Saya tidak tahu di mana jalan menuju benteng itu? Kalaupun saya tahu juga tak mungkin mau menjelaskan pada kalian, demi Al-Masih.”
Dengan geregetan, Damis perintah pada tawanannya yang baru, “Tanyalah para tawanan ini ‘mereka penduduk pribumi bukan?’.”
Setelah bertanya mereka yang ditawan, dia melaporkan, “Mereka semua pasukan yang berasal dari dalam benteng di atas sana.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar