(Bagian
ke-138 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Dengan
terperangah, Kaeb memperhatikan lelaki Muslim yang membaca surat Annisa ayat 47 itu
hingga selesai. Perintah beriman dan Ancaman Allah, membuat Kaeb
ketakutan. Dia ingin malam segera pergi dan pagi segera datang.
Di pagi yang
menegangkan itu, dia bergegas menanyakan di mana Umar RA berada. Ada yang
bilang, “Dia di Baitul-Maqdis.”
Dia segera
berkemas-kemas untuk datang menemui Umar.
Di pagi indah
bersejarah namun mendebarkan itu dia melihat Umar sedang mengimami shalat subuh
di sisi shakhrah (الصخرة) yang artinya batu besar. Umar menjawab ucapan salam, dan
bertanya pada Kaeb, “Siapa kau?.”
Kaeb
menjawab, “Saya Kaeb Al-Achbar. Saya kemari untuk masuk Islam, karena saya
telah membaca sifat Muhammad SAW dan umatnya di dalam kitab suci. Sungguh Allah
azza wajalla telah memberi wahyu pada Musa AS:
“Aku belum
pernah mencipta makhlq yang lebih mulia daripada umat Muhammad SAW. Kalau bukan
karena Muhammad, Aku tidak mencipta surga, neraka, langit, dan bumi. Umat dia
sebaik-baik umat, dan agama dia sebaik-baik agama. Aku mengutus dia di akhir
zaman. Umat dia diberi Rahmat. Dia nabi ummi (tidak bisa menulis) dari
kota Tihamah, dari suku Quraisy, yang sayang pada orang-orang iman, keras atas
orang-orang kafir. Yang dia rahasiakan seperti yang dia terangkan. Perkataannya
sesuai dengan perbuatannya. Bagi dia jauh sama dengan dekat. Para sahabatnya
saling menyayang dan berhubungan erat.”
Umar RA
bertanya, “Betulkan penjelasanmu hai
Kaeb?.”
Kaeb
menjawab, “Demi Allah, Allah tahu yang saya katakan, dan tahu isi beberapa
hati.”
Umar berkata,
“Segala Puji bagi Allah yang telah menjayakan, memuliakan dan merahmati kita
dengan Rahmat-Nya yang memuat segala sesuatu. Dan telah menunjukkan kita
melalui Nabi Muhammad SAW. Bukankah kau mau masuk Islam dengan kesadaran
sepenuhnya?.”
Kaeb
bertanya, “Ya Amirul Mukminiin, apakah di dalam kitab kalian? Dijelaskan
mengenai agar manusia masuk agama kalian dan mengenai Ibrahim AS?.”
Umar membaca
beberapa ayat (yang artinya):
·
Apakah kalian menyaksikan ketika kematian menghadiri Yaqub AS?. Ketika itu dia
berkata pada putra-putranya, “Apa yang akan kalian sembah mulai sejak setelah
saya tiada?.” Mereka berkata, “Kami akan menyembah Tuhamu dan Tuhan
ayah-ayahmu: Ibrahim, Ismail, dan Ischaq AS, yaitu Tuhan yang satu. Dan kami
menyerah (Islam) pada-Nya.”[1]
·
Ibrahim dulu bukan Yahudi dan bukan Nashrani, tetapi dia dulu chanif (condong)
lagi Muslim, dan tidak tergolong orang-orang musyrik.[2]
·
Masyak mereka akan mencari selain Agama Allah (Islam) sebagai agama? Padahal
yang di beberapa langit dan di bumi, sama Islam dengan taat dan terpaksa
pada-Nya? Lagian kalian akan dikembalikan pada-Nya?.[3]
·
Barang siapa mencari selain Islam sebagai agama, maka agama darinya, takkan diterima. Dan di akhirat dia tergolong orang-orang rugi.[4]
·
Katakan, “Sungguh saya, Tuhan saya telah menunjukkan saya pada jalan yang
lurus, sebagai agama yang lurus: agama Ibrahim. Dulu dia tidak
tergolong orang-orang musyrik.”[5]
·
Dia tidak menjadikan kesempitan atas kalian di dalam agama (Islam ini), inilah
agama ayah kalian: Ibrahim. Dia menamakan Muslimiin (orang-orang yang
beragama Islam) pada kalian, mulai sejak sebelum ini dan di (waktu) ini. Agar
rasul nantinya menjadi saksi atas kalian, dan agar kalian nanti menjadi saksi
atas manusia. Maka tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat! Dan berpeganganlah
pada Allah! Dialah kekasih kalian, sebaik-baik kekasih dan sebaik-baik
penolong.[6]
Kaeb menyimak
ayat-ayat yang dibaca oleh Umar, lalu berkata, “Ya Amiral Mukminiin. Saya
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan sungguh
Muhammad Utusan Allah.”
Sontak Umar
berbahagia. Lalu bertanya, “Hai Kaeb, maukah kau ke-Madinah bersama saya, untuk
ziarah pada makam nabi SAW?.”
Kaeb
menjawab, “Ajakan ini akan saya kabulkan dengan senang hati.”
Di hari
kesepuluh, Umar akan meninggalkan Baitul-Maqdis. Sebelumnya dia menulis surat
untuk penduduk Baitul-Maqdis: Penduduk Baitul-Maqdis diperbolehkan tinggal di
Baitul-Maqdis, dengan syarat membayar pajak pada Muslimiin.
Umar dan
pasukannya meninggalkan Baitul-Maqdis menuju kota Jabiyah. Di kota itu Umar
menertibkan administrasi yang berhubungan dengan pasukan Muslimiin, dan
mengambil 1/5 dari rampasan perang yang untuk Allah, untuk dibagi pada kaum
Muslimiin. Dia juga membagi wilayah Syam menjadi dua:
1.
Mulai kota Chauran hingga
Chalab dan sekitarnya diserahkan pada Abu Ubaidah. Abu Ubaidah juga diperintah
agar memerangi penduduk Chalab yang tidak mau tunduk pada Islam, hingga dia berhasil menaklukkan mereka.
2.
Kota Palestina, Al-Quds dan
Sachil (الساحل) diserahkan pada Yazid bin Abi Sufyan. Walau begitu kedudukan Yazid
di bawah Abu Ubaidah. Yazid juga diperintah agar memerangi penduduk Caesarea
(Qaisariyyah/قيسارية) hingga mereka takluk.
Pasukan paling banyak, yang di pimpin oleh Abu Ubaidah dan Khalid.
Umar perintah
agar Amer bin Al-Ash menyerang penduduk Mesir, dan mengangkat Amer bin Saed
Al-Anshari agar menjadi wali bagi kota Chimsh (Homs). Lalu Umar pulang ke
Madinah membawa Kaeb Al-Achbar.
Sebelumnya, Muslimiin Madinah susah karena menyangka Umar akan tinggal di Baitul-Maqdis
subur yang banyak buah-buahannya. Selain
itu bahan
makan di tempat tinggal para nabi itu, harganya juga murah. Di kota itulah sentral
manusia di hari kiamat nanti akan dikumpulkan.
Muslimiin di
Madinah telah rindu pada Umar. Dari mereka banyak yang tiap hari keluar rumah
untuk menunggu-nunggu kedatangan Umar, hingga leher mereka capek.
Ketika rombongan Umar RA dari jauh telah tampak, Muslimiin Madinah gegap gempita menyambut kedatangannya.
Ketika rombongan Umar RA dari jauh telah tampak, Muslimiin Madinah gegap gempita menyambut kedatangannya.
Yang pertama
kali menyambut Umar, para sahabat
Rasulillah SAW. Mereka mengucapkan salam dan marhaban untuk keberhasilan Umar
RA menaklukkan penduduk Baitul-Maqdis. Umar dan rombongannya memasuki Masjid
Nabawi dan mengucapkan salam pada Rasulillah SAW dan Abu Bakr RA, yang
tertutup di dalam kubur. Lalu shalat dua rakaat, dan
memanggil Kaeb, agar bercerita pada Muslimiin mengeni kisah Islamnya.
Umar
perintah, “Ceritakanlah lembaran yang disimpan oleh ayahmu pada mereka!.”
Kaeb berdiri, lalu bercerita pada Muslimiin berjumlah
banyak sekali; tentang
Islamnya.
Sumpah
Al-Waqidi penyusun kitab Futuchussyam (فتوح الشام) yang diterjemahkan menjadi
kisah ini:
“Demi Allah
satu-satunya Tuhan yang harus disembah, yang tahu barang ghoib dan tampak. Tujuan saya menjelaskan kemenangan-kemenangan kaum Muslimiin ini, tidak lain kecuali bertumpu pada kebenaran semata. Kaidah
yang saya gunakan juga kebenaran, dengan tujuan menunjukkan pada Muslimiin
mengenai kefadholan para sahabat Rasulillah SAW, dan kehebatan mereka di dalam
berjihad. Agar dengan itu kaum Rafdh (Syiah): kaum Khawarij, yang
menyerang kaum Ahlussunnah (bisa dipatahkan). Karena kalau bukan sebab Kehendak Allah Taala, dengan
perantaraan perjuangan mereka, niscaya negeri-negeri Syam tidak dimiliki oleh
Muslimiin. Dan ilmu agama ini pun juga tidak tersebar luas.”[7]
[1] أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ
قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ
آَبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ
لَهُ مُسْلِمُونَ [البقرة/133].
[2] مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا
وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ [آل عمران/67].
[3] أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ [آل عمران/83].
[4] أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ [آل عمران/83].
[5] قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ [الأنعام/161].
[6] وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ
أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ
الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ
فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ [الحج/78].
[7] Al-Waqidi menulis tentang
itu: فتوح الشام - (ج 1 / ص 194)
والله
الذي لا إله إلا هو عالم الغيب والشهادة ، ماعتمدت
في خبر هذه الفتوح إلا على الصدق وما حدثت حديثه إلا على قاعدة الحق لأثبت فضل
أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم وجهادهم حتى أرغم بذلك أهل الرفض الخارجين على
أهل السنة، إذ لولاهم بمشيئة الله تعالى لم تكن البلاد للمسلمين وما انتشر علم هذا
الدين.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar