(Bagian ke-135 dari seri tulisan
Khalid bin Walid)
Pada Zubair, pasukan Muslimiin dari Yaman mengucapkan salam, “Mas, kau dan
orang-orang itu, datang dari mana?.”
Zubair menjawab, “Dari Madinah Rasulillah SAW?.”
Mereka bertanya, “Bagaimana keadaan Muslimiin di sana?.”
Zubair menjawab, “Baik-baik saja.”
Mereka bertanya, “Apakah baginda Umar juga datang kemari?.”
Zubair balik bertanya, “Sebentar, kalian ini siapa?.”
Mereka menjawab, “Kami pasukan dari Yaman yang diperintah oleh baginda Abu
Ubaidah, agar mengecek apakah baginda Umar juga datang kemari.”
Zubair menjawab, “Sebentar” Lalu kembali menuju Umar, untuk menyampaikan
laporan.
Umar RA membenarkan Zubair, “Kau benar, ayah Abdillah.”
Sejumlah pasukan Muslimiin yang lain datang, untuk menanyakan, “Apakah
baginda Umar datang kemari?.”
Umar menjawab, “Hai! Umar di sini! Ada apa!?.”
Mereka berkata, “Ya Amiral Mukminiin, banyak orang yang menangis sedih, dan
leher mereka capek, karena menunggu kedatangan baginda. Semoga Baitul-Maqdis segera tuan
kuasai.”
Pasukan berkuda itu lega, setelah tahu bahwa Umar telah datang dengan
membawa bala bantuan. Mereka kembali lagi untuk memberitahukan pada kawan-kawan
mereka, mengenai kehadiran Umar dan pasukannya. Mereka berteriak, “Berbahagialah!
Baginda Umar dan pasukannya telah datang kemari!.”
Teriakan itu membuat pasukan Muslimiin di Baitul-Maqdis berbahagia. Tahlil,
takbir, dan teriakan mereka gegap gempita, karena yang ditunggu-tunggu telah
hadir. Hampir saja semuanya akan memacu kuda untuk menyambut kedatangan Umar.
Tetapi Abu Ubaidah mencegah, “Semuanya agar di markasnya saja!.”
Abu Ubaidah dan dan sejumlah kaum Anshar dan Muhajiriin, bergerak untuk
menyambut kedatangan Umar dan pasukanya.
Umar mengamati Abu Ubaidah, datang membawa pedang dan busur, berkendaraan
unta muda yang disebut qalush (قَلُوص). Abu Ubaidah berbusana abaya,
turun lalu menambatkan untanya, untuk menemui Umar di tempat yang nyaman.
Umar menambatkan untanya untuk menyambut kedatangan dan menerima uluran
tangan Abu Ubaidah. Mereka berdua bersalaman dan berpelukan. Rombongan Abu
Ubaidah bersalaman dan mengucapkan salam pada Umar RA dan rombongannya.
Di pagi yang indah itu Umar mengimami shalat subuh. Lalu menyampaikan
Khutbah bersejarah:
“Segala puji bagi Allah yang Maha terpuji Maha Agung, Maha Kuat, Maha
Dahsyat. Selalu melakukan pada yang dikehendaki. Sungguh Allah Taala telah
memuliakan kita dengan Islam. Dan telah membimbing kita melalui Muhammad. Semoga
afdholnya sholawat dan salam melimpah padanya. Dan Allah lah yang menghindarkan
kita dari kesesatan. Dan menyatukan hati kita yang tadinya saling membenci.
Maka pujilah Allah atas anugrah ini! Agar kalian mendapatkan tambahan.
Allah berfirman ‘jika kalian bersukur maka sungguh Aku niscaya akan menambah
pada kalian. Namun jika kalian kufur, maka sungguh siksaanKu niscaya sangat
pedih’. Barang siapa dibimbing oleh Allah, maka mendapat bimbingan. Barang
siapa disesatkan oleh Allah, maka kau takkan menemukan pembimbing untuknya’.”[1]
Seorang alim Nashrani yang hadir dan menyimak khuthbah Umar. Dan membantah,
“Allah tidak mungkin, menyesatkan seorangpun,” berkali-kali.
Umar RA perintah, “Jika dia mengulangi lagi perkataannya! Potong lehernya!.”
Sontak alim Nashrani itu diam; Umar meneruskan khuthbah:
“Ammaa bakdu: Sungguh saya nasehat pada kalian, agar bertaqwa pada Allah azza wajalla
yang akan kekal. Sedangkan selain Allah pasti akan fana (rusak).
Dialah yang akan memberi manfaat pada Kekasih-Kekasih-Nya yang taat. Dan akan menghabisi Musuh-Musuh-Nya yang maksiat. Hai semuanya! Tunaikan zakat kalian dengan
hati senang. Dalam beramal jangan berharap dipuji atau dibalas oleh manusia.
Pahamilah nasehat ini: orang pandai adalah yang menjalankan agamanya. Orang
beruntung adalah yang bisa menerima nasehat orang lain. Ketahuilah! Sejelek-jelek perkara keagamaan adalah yang diperbaharui. Amalkan sunnah
nabi kalian SAW! Mengamalkan sunnah dengan alakadar lebih baik daripada ijtihad
untuk bid’ah. Kaji dan amalkan Al-Qur’an! Yang akan menjadi obat sekaligus berpahala.
Hai semuanya! Dulu Rasulullah pernah berdiri di kalangan kami, seperti bediriku
di kalangan kalian. Lalu bersabda ‘ikutilah sahabat-sahabatku! Lalu orang-orang
yang mendekati mereka! Lalu orang-orang yang mendekati mereka! Lalu kebohongan
akan muncul! Hingga orang yang tidak dimintai persaksian, berani bersaksi! Dan
orang yang tidak diminta bersumpah, berani bersumpah. Barang siapa ingin ke kawasan
surga, maka tetapi Jamaah. Dan berlindunglah dari syaitan. Lelaki jangan
menyendiri dengan wanita. Wanita adalah jaring-jaring syaitan. Barang siapa
senang pada kebaikannya dan malu pada kejelekannya, berarti orang iman.
Shalatlah, shalatlah!.”[2]
Ketika Umar duduk; Abu Ubaidah berkisah mengenai Peperangannya dengan pasukan Romawi. Umar menyimak dengan serius. Terkadang
airmatanya berlinang, terkadang terperangah. Pembicaraan dua tokoh besar itu seris
sekali, hingga waktu shalat luhur tiba.
Beberapa orang bertanya Pada Umar, “Ya Amiral Mukminiin,
bagaimana kalau Bilal disuruh adzan?.”
Umar menyetujui permintaan mereka.
Bilal di daerah Balad terkejut, karena mendengar berita 'Umar telah datang'. Dia segera bergegas datang untuk menyalami Umar yang sangat dihormati. Beberapa orang berkata pada Bilal, “Para sahabat nabi minta, agar kau adzan. Agar mereka ingat, saat kau adzan di zaman Rasulillah SAW.”
Bilal di daerah Balad terkejut, karena mendengar berita 'Umar telah datang'. Dia segera bergegas datang untuk menyalami Umar yang sangat dihormati. Beberapa orang berkata pada Bilal, “Para sahabat nabi minta, agar kau adzan. Agar mereka ingat, saat kau adzan di zaman Rasulillah SAW.”
Bilal menjawab, “Ya.”
Ketika dia berteriak, “Allahu akbar Allahu akbar,”
hati semua yang mendengar bergetar.
Ketika dia berteriak, “Asyhadu an laaa Ilaaha illaa
Allah,” hingga, “asyhadu anna Muhammadan Rasulullah" Air mata mereka bercucuran, karena terharu. Karena ingat Allah dan
Rasul-Nya.
Bilal melaporkan, “Ya Amiral Mukminiin. Tokoh-tokoh
Muslimiin sama makan daging burung dan roti yang lezat, sementara makanan Muslimiin
yang lain sederhana. Padahal sebetulnya kita semua sama-sama akan mati dan
menjadi tanah.”
Yazid bin Abi Sufyan menimpal, “Harga
makanan di sini murah, sehingga kami bisa membeli.”
Umar berkata, “Silahkan dimakan dengan
nikmat. Untuk sementara saya ingin, kalian menghubungi Muslimiin yang sama
faqir. Untuk saya beri gandum, madu, dan minyak, dan bahan makan lain yang
mereka butuhkan.”
Muslimimiin faqir yang berada di sekitar wilayah
itu sama berdatangan untuk menerima bahan makan dari Umar. Umar berkata pada
mereka, “Ini pemberian dari amir-amir kalian, belum yang dari saya, yang dari
Baitul Mal. Jika ada amir yang menghambat fasilitas untuk kalian, laporkan pada
saya! Agar dia saya istirahatkan.”
Mereka berbahagia, karena bisa melihat Umar
dan mendapat santunan.
Umar perintah, “Ayo segera berangkat!.”
Pakaian yang dikenakan oleh Umar berbahan
wool bertambal 14 tambalan, yang salah satunya dari kulit.”
Beberapa Muslimiin berkata, “Ya Amiral Mukminiin, sebaiknya baginda berkendaraan kuda yang bagus dan berbusana putih.”
Umar melaksanakan permintaan mereka. Busana
yang dikenakan
oleh Umar buatan Mesir seharga 15 dirham. Bahan selendang yang dikenakan dari
katan (كَتّان), yang telah dipakai seorang, namun masih bagus. Kuda
jantan yang akan dikendarai gagah tampan, dari Romawi. Ternyata kuda yang
nyaman dikendarai itu kecepatan larinya luar biasa.
Umar berkata, “Batalkan coba-coba ini! Semoga Allah
membebaskan kalian dari cobaan berat di hari kiamat nanti. Hampir saja Amir
kalian celaka, karena terlalu senang dan bangga. Padahal saya pernah mendengar
Rasulallah bersabda ‘orang yang di dalam hatinya ada rasa sombong sebobot semut,
takkan masuk surga’. Busana putih mewah dan kuda
yang gagah ini hampir membuat saya celaka.”
Lalu melepas busananya yang dinilai terlalu
mewah dan mengenakan busananya yang ditambal 14 tambalan.[3]
[1] Al-Waqidi sejarawan pilihan yang mementingkan kebenaran, menulis di dalam
kitabnya tentang khutbah itu: فتوح الشام - (ج 1 / ص 187)
الحمد لله الحميد المجيد، القوي الشديد، الفعال لما يريد،
ثم قال: إن الله تعالى قد أكرمنا بالإسلام وهدانا بمحمد عليه أفضل الصلاة والسلام،
وأزاح عنا الضلالة وجمعنا بعد الفرقة وألف بين قلوبنا من بعد البغضاء فاحمدوه على
هذه النعمة تستوجبوا منه المزيد فقد قال الله تعالى: " لئن شكرتم لأزيدنكم
ولئن كفرتم إن عذابي لشديد " إبراهيم: 7، ثم قرأ: " من يهد الله فهو
المهتد ومن يضلل فلن تجد له ولياً مرشدا " الإسراء: 97
أما بعد: فإني أوصيكم بتقوى الله عز وجل الذي يبقى ويفنى كل
شيء سواه، الذي بطاعته ينفع أولياءه، وبمعصيته يفني أعداءه، أيها الناس أدوا زكاة
أموالكم طيبة بها قلوبكم وأنفسكم لا تريدون بها جزاء من مخلوق ولا شكوراً افهموا
ما توعظون به فإن الكيس من أحرز دينه، وإن السعيد من اتعظ بغيره ألا إن شر الأمور
مبتدعاتها وعليكم بالسنة سنة نبيكم صلى الله عليه وسلم فألزموها فإن الاقتصاد في
السنة خير من الاجتهاد في البدعة وألزموا القرآن فإن فيه الشفاء والثواب، أيها
الناس إنه قام فينا رسول الله صلى الله عليه وسلم كقيامي فيكم وقال: ألزموا أصحابي
ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم يظهر الكذب حتى يشهد من لم يستشهد ويحلف من لم
يحلف فمن أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة، وتعوذوا من الشيطان ولا يخلون أحد
منكم بامرأة فإنهن من حبائل الشيطان ومن سرته حسنته وساءته سيئته فهو مؤمن، والصلاة
الصلاة.
[3] Al-Waqidi penulis kitab Futuchussyam ini berkata, “Saya pernah
membacakan kitab ini di dekat kubur Imam Chanafi. Ketika mendengar 'Kisah Umar Berpakaian Sederhana' ini, Alim besar bernama Ubadah bin
Auf Addainuri yang menyimak pembacaan ini, berkata: ‘saya terkejut, karena dari saya lah kisah itu,
asalnya'. Dan dia melengkapi kisah itu.”
Karena
kitab ini bukan sembarangan, maka terkadang dipilih oleh Ibnu Chajar sebagai
rujukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar