(Bagian
ke-125 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Zubair
mengayun-ayunkan tombak untuk menyerang hingga para musuh mundur ke belakang. [1]
Laits
bin Jabir yang saat itu ikut Perang Yarmuk menyampaikan persaksian:
“Luarbiasa;
sungguh Zubair sendirian telah mengamuk atas mereka. Tak seorang pun membatu
dia. Hingga pasukan lawan mundur; dan Amer serta pasukanya bisa bergabung lagi
pada pasukan induk, sambil berteriak ‘kembali! Kembali!. Dan tabahlah!.”
Amer
dan pasukannya telah kembali lagi pada pasukan induk.
Jarjir
memimpin 30.000 pasukan berkuda untuk menyerbu penulis wahyu Rasulillah SAW
bernama Syurachbil dan pasukannya. Pasukan Jarjir yang melaut itu berhasil
memporak-porandakan pasukan Syurachbil.
Hanya
sekitar 500 pasukan berkuda Syurachbil yang bertahan dengan gigih menangkis
serangan yang ganas. Tapi Syurachbil RA justru melancarkan serangannya pada
Jarjir sambil berteriak, “Hai umat Islam jangat takut mati!. Gigihlah dalam
berjuang!.”
Pasukan
Syurachbil yang mundur, maju lagi untuk menyerang Jarjir dan pasukannya yang
melaut banyak sekali. Serangan Muslimiin yang membabi-buta melukai Jarjir dan
pasukannya, bahkan menewaskan pada sejumlah orang.
Syurachbil
kembali lagi pada tempatnya dikerumuni oleh pasukannya. Dia bertanya pada
mereka yang baru datang, “Kenapa kalian tadi berlari dari mereka?. Kalian ini
orang hebat selama berpegangan Al-Qur’an yang menghubungkan kita dengan Tuhan.
Tuhan berfirman ‘barang siapa memalingkan duburnya di hari itu (perang), maka
sungguh telah kembali dengan membawa murka dari Allah, dan tempatnya Jahannam,
sejelek-jelek tempat kembali. Kecuali (yang berpalingnya) untuk siasat atau
bergabung pada Jamaah’. [2]
Dia
Taala juga berfirman ‘sungguh Allah telah membeli dari orang-orang iman: diri-diri
dan harta-harta mereka; dengan imbalan surga untuk mereka’.[3] Kenapa kalian berlari?.”
Mereka
menjawab, “Ya sahabat Rasulillah, kami terpengaruh oleh syaitan seperti pada
zaman Perang Uhud dan Hunain. Sekarang kami telah sadar, silahkan menyerbu,
kami akan membantu.”
Syurachbil
bersyukur, “Jazaakumulaahu khaira,” lalu menggerakkan mereka agar
mendekati pasukan Said bin Zaid. Setelah seorang tokoh bernama Qais bin
Hubairah menyaksikan pasukan berkuda Syurachbil datang mendekat; Qais mengajak
Syurachbil menyerang kagi, “Ya Nashra Allah, anzil!.” Serunya dengan sandi yang
disepakati oleh Muslimiin sejak zaman Perang Badar dan Uhud.
Khalid
dan pasukannya menyerbu sayap kanan; Qais dan pasukannya menyerbu sayap kiri.
Dari mereka yang menyerang dengan sengit itu yang paling menonjol adalah
serangan Zubair, Hasyim bin Al-Marqal (هاشم بن المرقال), dan Khalid.
Berkat
perjuangan Muslimiin yang digerakkan oleh tokoh-tokoh itu, pasukan Romawi
terdesak jauh hingga mendekati pagar tenda utama yang ditempati oleh Raja
Mahan. Karena penjagaan pasukan di situ sangat ketat, maka di situ terjadi
pertempuran yang sangat sengit mengerikan.
Mahan
yang tadinya duduk santai di atas singgasana, turun untuk membentak pasukannya
yang lari, “Jangan lari!.”
Pasukan
Mahan kembali lagi menyerang pasukan Muslimiin. Abu Ubaidah perintah Said bin
Zaid dengan kata sandi, “Laa Ilaaha illaa Allah!. Yaa Manshur!.”
Said
dan pasukannya bergerak cepat untuk menyerang dengan garang. Serangan yang
bertubi-tubi itu membuat pasukan Romawi berguguran dan berlarian.
Ada
teriakan keras, “Ya Nashra Allah, anzil!. Jangan lari!.”
Ternyata
teriakan itu dari Abu Sufyan yang membawa panji menyanding putranya bernama
Yazid. Para pemimpin Muslimiin menggerakkan pasukan untuk menyerang
bersama-sama, sehingga terjadi peperangan yang sengit. Benturan pedang; tombak;
perisai; teriakan; jeritan; gertakan, gaduh membisingkan telinga.
Pasukan
Romawi terdesak mundur, kecuali yang sama disatukan dengan rantai. Pasukan
Romawi yang ganas selain mereka yang disatukan dengan rantai adalah; pasukan
berpanah berjumlah 100.000 orang. Jika mereka meluncurkan anak panah dengan
serempak, sinar matahari tertutup hingga gelap hingga beberapa saat. Kalau
Allah tidak menolong, niscaya pasukan Muslimiin telah berguguran terkena hujan
anak panah.
Banyaknya
pasukan Romawi yang berguguran membuat pasukan Muslimiin makin menyadari bahwa
Allah lah yang menolong mereka.
Seorang
pasukan tinggi besar berbaju dihias emas berhelm perang lapis emas muncul
membawa Salib emas dihias jauhar. Orang yang kudanya tampan berwarna putih itu
membawa tombak panjang sambil membusungkan dada dan menantang perang satu lawan
satu.
Pasukan
Muslimiin terperangah oleh orang itu. Mereka makin terkejut ketika Abu Ubaidah
berteriak, “Jangan takut oleh tinggi dan besarnya! Banyak yang besar tapi bodoh!.
Siapa berani melawan dia?! Berdoalah agar Allah menolong mengalahkan dia!.”
Hamba
sahaya milik Dzul-Kala Al-Chimyari (ذو الكلاع الحميري) muncul dengan berjalan kaki membawa pedang dan perisai untuk
melawan. Tapi lalu berhenti dan kembali karena dilarang oleh Dzul-Kala.
Dzul-Kala yang terkenal jago berkelahi itu terlalu percaya diri bahwa akan
mampu menaklukkan musuh itu.
Mereka
berdua berkelahi dengan tombak dan perisai. Perkelahian dilanjutkan dengan
pedang. Pedang Dzul-Kala melukai dia; pedang dia juga melukai Dzul-Kala. Hanya
saja pedang dia yang sangat kuat itu mampu mematahkan pedang dan membelah
perisai Dzul-Kala.
Dzul-Kala
terkejut karena luka di lengan kirinya sangat berat dan darah yang menyembur
telalu banyak. Dzul-Kala memacu kuda agar berlari cepat sekali; musuhnya terbengong-bengong
karena dalam waktu cepat Dzul-Kala telah bergabung pada Muslimiin.
Pasukan
Muslimiin terkejut melihat lengan kiri Dzul-Kala bersimbah darah. Di hadapan
mereka, Dzul-Kala berkata, “Hai pahlawan-pahlawan Chimyar! Jika berperang
jangan mengandalkan pedang yang kuat!. Berserahlah pada Allah!.”
Orang-orang
bertanya, “Kenapa begitu?.”
Dzul-Kala
menjawab, “Saya tadi melarang hamba sahaya saya melawan dia karena saya
berpikiran pedangnya hanya murahan. Saat itu saya berpikir saya jago berkelahi
dan pedang saya sangat kuat. Ternyata saya justru menderita luka berat oleh
serangan dia. Demi Allah perang yang paling berat saya rasakan justru ini
tadi.”
Kaum
itu mengobati luka lalu mempersilahkan agar Dzul-Kala istirahat.
Dzul-Kala
berteriak, “Hai pahlawan Chimyar!. Jika pimpinan kalian kembali dalam keadaan
luka, apakah ada yang akan membalaskan?!.”
Seorang
berkuda berbusana disomba, bergerak cepat untuk membalaskan Dzul-Kala
pimpinannya. Mulutnya diam tapi kudanya berlari kencang membawa dia yang bergerak
cepat menusuk dada hingga musuhnya gugur untuk masuk neraka. Ketika dia
mau turun dari kuda untuk merampas yang dimiliki oleh mayat itu; sekelompok
pasukan berkuda datang untuk menghalang-halangi.
Pedang
lelaki itu bergerak cepat menebas-nebas ke arah mereka hingga mereka ketakutan
dan pergi. Dia mengambil yang dimiliki oleh mayat itu untuk diberikan pada Abu
Ubaidah.
Abu
Ubaidah menyerahkan rampasan itu pada seorang; lelaki itu memacu kudanya menuju
medan tempur lagi. Ketika seorang Romawi datang untuk menyerang, dia telah
bersiap menangkis dan menebaskan pedang, hingga lawannya terkejut kesakitan bahkan
tewas.
Musuh
yang datang selanjutnya lebih marah dan serangannya ganas sekali, namun
akhirnya juga tewas oleh tebasan pedangnya.
Musuh
yang keempat yang berhasil membunuh lelaki Chimyar pasukan Dzul-Kala itu. Namun
ketika dia turun dari kuda untuk mengambil yang dimiliki oleh korbannya;
pangkal lengannya tertembus anak panah yang membuat dia sakarat dan tewas.
Pasukan
Romawi grogi dan mundur oleh serang pasukan Muslimiin yang bertubi-tubi. Lelaki
yang tewas oleh anak panah barusan adalah seorang bathriq yang
diagung-agungkan oleh mereka. Dia pula penguasa kota Nabulus (نابُلُس). [4]
Mahan
membentak agar pasukan Romawi jangan mundur. Seorang raja dari kota Allan
bernama Marius berbusana mewah dan berikat pinggang yang dihias jauhari, muncul
dengan berkendaraan kuda. Dengan membusungkan dada dia berkata, “Sayalah raja
kota Allan. Pimpinan kalian agar berperang melawan saya!.”
Syurachbil
bin Chasanah RA penulis wahyu Rasulillah SAW muncul membawa panji, berbaju
perang dari besi, untuk mengabulkan tantangnnya.
Abu Ubaidah
bertanya, “Siapa yang berkuda itu?.”
Beberapa
orang menjawab, “Syurachbil bin Chasanah.”
Abu Ubaidah
perintah, “Suruhlah dia agar menyerahkan panjinya pada seorang!. Setelah itu
baru berperang!.”
[1] Mengenai Zubair ikut dalam
Perang Yarmuk, Bukhari meriwayatkan: صحيح البخاري - (ج
12 / ص 371)
3678
- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلزُّبَيْرِ يَوْمَ
الْيَرْمُوكِ أَلَا تَشُدُّ فَنَشُدَّ مَعَكَ فَقَالَ إِنِّي إِنْ شَدَدْتُ
كَذَبْتُمْ فَقَالُوا لَا نَفْعَلُ فَحَمَلَ عَلَيْهِمْ حَتَّى شَقَّ صُفُوفَهُمْ
فَجَاوَزَهُمْ وَمَا مَعَهُ أَحَدٌ ثُمَّ رَجَعَ مُقْبِلًا فَأَخَذُوا بِلِجَامِهِ
فَضَرَبُوهُ ضَرْبَتَيْنِ عَلَى عَاتِقِهِ بَيْنَهُمَا ضَرْبَةٌ ضُرِبَهَا يَوْمَ
بَدْرٍ قَالَ عُرْوَةُ كُنْتُ أُدْخِلُ أَصَابِعِي فِي تِلْكَ الضَّرَبَاتِ
أَلْعَبُ وَأَنَا صَغِيرٌ قَالَ عُرْوَةُ وَكَانَ مَعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ
يَوْمَئِذٍ وَهُوَ ابْنُ عَشْرِ سِنِينَ فَحَمَلَهُ عَلَى فَرَسٍ وَوَكَّلَ بِهِ
رَجُلًا
Arti
(selain isnad)nya: Sesungguhnya para sahabat Rasulillah SAW telah berkata pada
Zubair di dalam Perang Yarmuk, “Maukah kau menyerbu, agar kami juga menyerbu bersamamu?.”
Dia
menjawab, “Sungguh kalau saya telah menyerbu (mereka), kalian bohong.”
Mereka
menjawab, “Kami takkan bohong.”
Zubair
menyerbu mereka (bertubi-tubi) hingga membelah lalu memotong barisan mereka,
namun taak seorang pun mengikuti dia. Lalu dia kembali lagi; mereka memegang
tali-kendali (kuda)nya untuk memukul dia dua kali pukulan (dengan pedang) pada
pundaknya. Di tengah dari dua pukulan itu bekas pukulan pedang pada zaman
Perang Badar.
Urwah
berkata, “Ketika saya dulu masih kecil pernah memasukkan jari-jariku di dalam
tiga bekas luka tusukan pedang itu untuk bermain-main.”
Urwah
berkata, “Saat Perang Yarmuk, Zubair membawa Abdullah bin Az-Zubair yang
umurnya 10 tahun, dengan kendaraan kuda. Di dalam perang itu beliau menyerahkan
Abdullah bin Az-Zubair agar dijaga oleh seorang lelaki.”
[2] وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا
لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ
وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ [الأنفال/16].
[3] إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ [التوبة/111].
[4] Dalam kamus dijelaskan di
dekat kota ini Nabi Uzair AS dikubur: القاموس المحيط -
(ج 1 / ص 471)
عَوْرتَا:
د قُرْبَ نابُلُسَ، قيلَ: بها قَبْرُ سَبْعين نبيّاً، منهم: عُزَيرٌ ويُوشَعُ .
Baca:
Aurata qurba Nabulusa. Qiila bihaa qabru sab’iina nabiyyan. Minhum Uzairu wa
Yuusya’u.
Artinya:
Kota Aurata dekat kota Nabulus. Ada yang menjelaskan, “Di dekat kota itu ada
kuburan 70 nabi. Di antara mereka ada yang bernama Uzair dan Yusya AS.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar