(Bagian ke-122 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Khalid berkata pada pasukan andalannya yang bernama Jaisyuz-Zachf
(جيش الزحف): “Peperangan ini luar biasa.”
Khalid berdoa, “Ya Allah, tolonglah pasukan Muslimiin” Lalu
berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia, ternyata para pasukan yang datang kemari
membawa gada itu, disatukan dengan
rantai.”
Abu Ubaidah menjawab, “Yang bisa mengalahkan mereka hanyalah orang yang tabah”
Lalu bertanya pada Khalid, “Bagaimana sebaiknya hai Ayah Sulaiman?.”
Dari lautan pasukan Romawi itu, Mahan memilih 100.000 lelaki yang
gagah berani agar menyerang di bagian depan.
Khalid segera sadar dengan keadaan. Dia berkata pada Abu Ubaidah,
“Sebaiknya yang mulia menempati yang ditempati oleh Said bin Zaid di belakang
bersama 200 hingga 300 sahabat Rasulillah SAW. Agar orang di sana sungkan pada
Allah dan pada yang mulia, sehingga tidak kabur.”
Saat itu nama Said bin Zaid sangat masyhur hampir seperti Abu
Ubaidah, karena dia juga tergolong dari sepuluh orang yang dipastikan akan
masuk surga berdasarkan sabda Rasulillah SAW.
Said dipanggil agar menempati tempat Abu Ubaidah; Abu Ubaidah mundur
menempati tempat Said. Abu Ubaidah memilih 200 hingga 300 pasukan berkuda dari
Yaman. Di antara mereka ada beberapa orang Muhajiriin dan Anshar. Mereka lah
yang mendampingi Abu Ubaidah yang tempatnya bersebelahan dengan Said bin Zaid.[1]
Menurut pengakuan Waraqah bin Muhalhil Attanukhi (ورقة بن مهلهل التنوخي) pembawa panji Abu Ubaidah di dalam Perang
Yarmuk:
Awalnya pasukan Islam yang memulai menyerang adalah pemuda dari
Al-Azd yang cerdas. Dia berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia! Saya ingin
mengobati luka hati saya dengan cara memerangi musuh saya dan musuh Islam.
Dalam berjuang ini saya ingin meraih pahala mati syahid. Bolehkah? Jika yang
mulia ingin menyampaikan pesan untuk Rasulallah, akan saya sampaikan pada
beliau.”
Abu Ubaidah menangis terharu dan berkata, “Sampaikan salam saya
pada baginda SAW, dan katakan
‘kami telah menjumpai janji Tuhan untuk kami, benar.”
Abu Ubaidah menyerahkan kuda agar dikendarai oleh pemuda itu.
Pemuda itu memacu kudanya untuk persiapan menyerang lawan. Kedatangannya disambut
oleh lelaki Romawi berkuda.
Pemuda itu mendekati musuh sambil melantunkan syair:
Tak lama lagi kita akan berperang
Dengan pedang telanjang
Semoga saya berhasil meraih keberuntungan
Di dalam Firdaus yang menawan
Pemuda itu bertempur melawan musuhnya, dan pedangnya menembus
hingga musuhnya roboh dan sakarat. Pemuda itu merampas harta dan kuda musuh
yang telah tewas untuk diserahkan pada lelaki dari kaumnya. Lalu bergerak ke
tengah medan untuk menantang perang.
Seorang datang untuk melayani perkelahian, namun beberapa jurus
kemudian gugur oleh tebasan pedang.
Musuh yang ketiga dan keempat bernasib sama, gugur oleh tebasan
pedangnya.
Musuh yang kelima lah yang mampu mengalahkan pemuda itu.
Kaum dari suku pemuda itu marah karena jagoan mereka tewas. Mereka
bergerak untuk menyerang kaum Romawi untuk membalaskan kematian saudara sekakek mereka.
Arak-arakan pasukan Romawi yang berdatangan jauh lebih banyak, bagaikan
kawanan belalang yang takterhitung. Yang mereka dekati pasukan Muslimiin yang
berada di sayap kanan.
Dengan penuh semangat, Abu
Ubaidah berkata, “Hai! Musuh-musuh Allah telah mendekat! Bersiaplah! Ketahuilah
bahwa Allah bersama kalian! Tabahlah dalam menghadapi serangan untuk menyambut
pertolongan Allah.”
Abu Ubaidah memandang langit lalu berdoa, “Ya Allah, hanya
kepadaMu kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan. Hanya
kepadaMu kami meyakini sebagai satu-satunya Tuhan, dan meyakini bahwa tidak ada
yang menyamaiMu. Sementara musuh-musuhMu ini mengkufuriMu dan ayat-ayatMu.[2] Dan
mereka menganggap
Kau berputra. Ya Allah buatlah mereka kabur dan hati mereka kacau-balau ketakutan. Dan turunkanlah ketenangan
pada kami. Tetapkanlah kami pada kalimat taqwa. Amankanlah kami dari adzabMu
wahai yang takkan menyelisihi janji. Ya Allah tolonglah kami mengalahkan
mereka. Wahai yang telah berfirman di dalam KitabNya ‘dan berpeganglah
pada Allah! Dia lah pelindung kalian. Sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik
penolong’.” [Qs Al-Chajj 78/الحج: 78].
Tiba-tiba pasukan Romawi menyerang sayap kanan pasukan Muslimiin
dengan sengit. Yang menyambut serangan mereka kaum Al-Azd, kaum Madzchaj, kaum
Chadhramaut, dan kaum Khaulan.
Serangan pasukan Romawi yang menggila dilawan dengan garang.
Tiba-tiba bala bantuan pasukan Romawi berdatangan banyak sekali. Namun pasukan Muslimiin
tidak mundur.
Ketika bala bantuan Romawi yang ketiga yang berjumlah sangat
banyak datang untuk menyerang; pasukan Muslimiin terdesak dan surut ke belakang.
Pimpinan pasukan Muslimiin di bagian itu bernama Amer bin
Madikarib yang sangat dihormati, yang telah berumur 120 tahun. Dia berteriak, “Hai kaum Zubaid!
Hai kaum Zubaid! Kenapa mundur takut musuh? Apakah kalian senang namanya
tercoreng dan hina? Jangan takut terhadap serangan anjing-anjing ini! Apa
kalian tak tahu bahwa Allah mengamati kalian yang berjihad dengan tabah? Jika
Allah telah tahu kalian tabah, akan segera menurunkan pertolonganNya! Apa
kalian akan berlari meninggalkan surga menuju neraka dan kemurkaan yang Maha
Kuasa?!.”
Kaum Zubaid berjumlah sekitar 500 orang berkuda; yang lain berjalan kaki itu
tidak jadi berlari karena pengaruh nasehat pimpinan mereka. Lalu kembali lagi
untuk mengerumuni pimpinan dan menyerang pasukan Romawi dengan serangan paling
ganas.
Kaum Chimyar, Chadhramaut, dan Khaulan, berdatangan untuk
membantu menyerang. Pasukan Romawi tersapu ke belakang dan berguguran. Apalagi ketika kaum Daus
di bawah pimpinan Abu Hurairah berdatangan untuk membantu menyerang. Abu
Hurairah lah yang membawa panji untuk menggerakkan pasukanya agar menyerang,
“Hai semuanya! Berperang ini adalah upaya agar kita bisa memeluk para bidadari
bermata indah di sisi Tuhan seluruh alam. Tidak ada tempat yang lebih
menyenangkan Allah untuk kita dari
pada medan perang ini. Ketahuilah bahwa orang-orang yang tabah lebih diutamakan
oleh Allah mengalahkan lainnya yang tidak berjihad dan tabah!.”
Ucapan Abu Hurairah sangat berpengaruh pada kaum Daus. Mereka
mengerumuni Abu Hurairah RA untuk bersama-sama melancarkan serangan mematikan atas pasukan Romawi.
Peperangan berkecamuk dengan sengit.
Tetapi titik serbuan yang diutamakan oleh pasukan Romawi adalah
bagian sayap kanan dari pasukan Muslimiiin.
Pasukan sayap kanan mundur bersama kuda mereka, karena serangan
pasukan Romawi terlalu ganas dan bertubi-tubi. Para wanita Muslimaat berteriak,
“Hai para wanita Arab! Ayo kita turun untuk memberi semangat pasukan agar
kembali lagi menghadapi lawan!.”
Ufairah bintu Ghoffar berpakaian menyerupai pria karena akan ikut
berperang. Dia berteriak, “Hai wanita Arab! Ayo kita beri semangat pasukan
kita! Angkatlah anak-anak kalian! Untuk menyuruh pasukan kita bertempur dan berjihad!.”
Sejumlah wanita melemparkan batu pada pasukan Muslimiin yang lari
ke belakang. Anak perempuan Ash bin Munabbih berteriak, “Allah akan menghina
lelaki yang tidak berjuang membela istrinya!.”
Beberapa wanita berkata pada para suami yang lari, “Kalian bukan
suami kami yang hebat! Jika tidak melindungi kami dari serangan orang-orang
kafir ini!.”
Khaulah bintil-Azwar, Khaulah bintu Tsalabah, Kaub binti Malik (كعوب ابنة مالك), Salma bintu Hasyim, Nakm bintu Fayadh (ونعم ابنة فياض), Hind bintu Utbah, Lubna bintu Jarir,
menggerakkan para wanita Muslimaat agar ikut berjihad.
Khaulah melantunkan syair pemacu semangat jihad:
Hai yang berlari dari berjuang melindungi istri yang jelita
Tegakah kalian menyerahkan kami pada lawan yang buta
Dari petunjuk yang Maha Cinta
Pengaruh syair yang dilantunkan itu luar biasa. Pasukan Muslimiin
yang telah berlari, berbalik maju lagi untuk menyerang. Bahkan serangan mereka
ganas sekali hingga pasukan Romawi kocar-kacir dan berguguran.
Hind bintu Utbah muncul membawa tongkat, diikuti para wanita
Muhajiraat. Hind membaca syair pemacu semangat jihad:
Kamilah anak-anak perempuan Thariq
Yang berjalan membawa namariq[3]
Bagai burung Qutha yang aduhai
Barang siapa enggan berpisah dengan kami
Taklukkan musuh untuk kami
Jika kalian berlari kalah
Sebaiknya kita berpisah
Lelaki perkasa adalah
Pelindung para Muslimah[4]
[1] Said bin Zaid RA
lah sahabat nabi SAW yang menganggap dosa sangat besar pada pembunuhan Utsman
bin Affan RA, ketika Islam telah berjaya. Bukhari meriwayatkan tentang itu: صحيح
البخاري - (ج 12 / ص 246)
3578
- حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ
حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ يَقُولُ لِلْقَوْمِ لَوْ
رَأَيْتُنِي مُوثِقِي عُمَرُ عَلَى الْإِسْلَامِ أَنَا وَأُخْتُهُ وَمَا أَسْلَمَ
وَلَوْ أَنَّ أُحُدًا انْقَضَّ لِمَا صَنَعْتُمْ بِعُثْمَانَ لَكَانَ مَحْقُوقًا
أَنْ يَنْقَضَّ.
Arti
(selain isnad)nya:
Qais
berkata, “Saya pernah mendengar Said bin Zaid berkata pada kaum ‘kalau saya
melihatku saat diikat oleh Umar karena saya dan sudara perempuannya beragama
Islam. Kalau gunung Uhud telah diqadar remuk-redam karena perlakuan kalian pada
Utsman, niscaya saat itu benar-benar remuk-redam.
ثم
رمق إلى السماء بطرفه وقال: اللهم إياك نعبد وإياك نستعين ولك نوحد ولا نشرك بك
شيئاً وأن هؤلاء أعداؤك يكفرون بك وبآياتك ويتخذون لك ولداً: اللهم زلزل أقدامهم
وارجف قلوبهم وأنزل علينا السكينة وألزمنا كلمة التقوى وآمنا عذابك يا من لا تخلف
الميعاد، اللهم انصرنا عليهم يا من قال في كتابة العزيز: " واعتصموا بالله هو
مولاكم فنعم المولى ونعم النصير.