(Bagian
ke-121 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Seorang
Muslim berkata pada Abu Ubaidah, “Yang mulia, semoga Allah berbuat baik pada
tuan. Semalam saya juga bermimpi.”
Abu
Ubaidah berkata, “Berarti in syaa Allah, kita akan bernasib baik. Semoga
Allah menyayangmu! Mimpi bagaimana?.”
Dia
menjawab, “Saya bermimpi, kita pergi ke arah musuh, untuk berperang. Sejumlah
burung bersayap hijau berkuku tajam, dari langit sama turun. Dengan kuku setajam
kuku macan, kawanan burung itu menyerbu bagai burung garuda. Musuh yang diserang itu, tewas berserakan.”
Setelah
mendengarkan penuturan mimpi Abu Ubaidah dan lelaki Muslim itu, pasukan
Muslimiin berbahagia. Sebagian mereka berkata pada yang lain, “Berbahagialah!
Allah akan menyelamatkan dan menolong kita, dengan mengerahkan para Malaikat-Nya, seperti pada zaman Perang Badar.”
Abu
Ubaidah bahagia dan berkata, “Ini mimpi baik yang artinya, kita akan segera
mendapat pertolongan. Pemenang final akan direbut oleh orang-orang Taqwa.”
Seorang
Muslim berdiri dan berkata, “Yang mulia, kenapa kita tidak segera menyerang
mereka? Padahal mereka mengulur waktu hanya bersiasat mencari kelengahan
kita?.”
Abu
Ubaidah berkata, “Qadar baik lebih cepat bergerak daripada persangkaanmu.”
Tiba-tiba
suara gaduh menggemuruh menyeruak. Beberapa orang dari mereka yang datang itu memekikkan,
“Serang!”
Ternyata
pasukan Romawi telah berdatangan untuk menggempur pasukan Muslimiin.
Abu
Ubaidah khawatir jika sebagian Muslimiin ada yang telah terluka. Dia
bergerak untuk meneliti keadaan. Tiba-tiba Said bin Zaid dan Amer bin Nufail
muncul dari tempat penjagaan, untuk laporan.
Mereka
berdua membawa tahanan lelaki Nashrani yang menyatakan Islam, untuk dihadapkan
pada Abu Ubaidah. Seorang dari mereka berdua berkata, “Yang mulia, ternyata
Raja Mahan telah melancarkan siasat perang atas kita, dengan cara
mengulur waktu. Sekarang dia datang mendadak menuju kemari dengan membawa
pasukan, untuk menyerang kita. Mereka tahu kita sedang lengah. Lelaki Nashrani
yang kami tangkap ini telah menyatakan Islam dan melaporkan semua itu karena
membela kita. Dia melaporkan bahwa Mahan telah mengutus seorang bathriq
pilihannya, agar memimpin serangan atas kita. Raja-raja Romawi telah bersepakat
akan menyerang kita dengan pasukan mereka masing-masing. Ini berarti kita akan
kesulitan mengatasi mereka.”
Pasukan
Muslimiin mengulurkan wajah dan terkejut saat melihat sejumlah panji
berkibar-kibar dan Salib-salib gemerlapan, dibawa oleh lautan pasukan Romawi
yang berdatangan makin mendekat. Derap kaki kuda mereka membahana dan debu-debu
beterbangan.
Dengan
hati berdebar, Abu Ubaidah membaca, “Laa chaula wa laa quwwata illaa bi
Allah Al-Aliyy Al-Adlim.”
Lalu
bertanya, “Di mana ayah Sulaiman, Khalid bin Al-Walid?!.”
Khalid
menjawab, “Ya, saya datang.”
Abu
Ubaidah perintah, “Siapkan pasukan Muslimiin untuk melindungi para wanita!
Aturlah agar semua pasukan siaga sepenuhnya!.”
Khalid
menjawab, “Akan saya laksanakan dengan senang dan sebaik-baiknya.”
Khalid
berteriak, “Mana Zubair bin Al-Awwam!? Abdur Rohman bin Abi Bakr?! Fadhl bin
Abbas?! Yazid bin Abi Sufyan?! Rabiah bin Amir?! Maisarah bin Masruq?! Maisarah
bin Qais?! Abdullah bin Unais?! Shakhr bin Charb?! Umarah Addausi?! Abdullah
bin Sallam?! Ghanim Al-Ghanawi?! Miqdad bin Al-Aswad?! Abu Dzarr Al-Ghifari?!
Amer bin Madikarib?! Amar bin Yasir?! Dhirar bin Al-Azwar?! Amir bin
At-Thufail?! Aban bin Utsman bin Affan?!.”
Mereka
yang dipanggil oleh Khalid lah yang bergerak cepat untuk menyambut datangnya
pasukan Romawi yang melaut. Dengan gagah-berani mereka bersiap melayani
serangan lawan yang jumlahnya banyak sekali.
Abu
Ubaidah mempersiapkan pasukan Muslimiin yang lain.
Abu
Sufyan datang pada Abu Ubaidah untuk berkata, “Yang mulia, perintahlah
wanita-wanita kita agar mendaki gunung ini.”
Abu
Ubaidah menjawab, “Usulanmu akan saya laksanakan.”
Abu
Ubaidah perintah para wanita agar mendaki gunung untuk berlindung dan
melindungi anak-anak mereka. Abu Ubaidah berpesan pada para wanita itu,
“Membawalah tongkat dan kumpulkanlah batu-batu untuk melempar! Berilah semangat
para pasukan Muslimiin! Jika ada yang lari pukullah dengan tongkat dan
lemparlah dengan batu! Angkatlah anak kalian sambil berkata ‘belalah anak istri
dan agama kalian ini!’.”
Para
wanita Muslimaat menjawab, “Yang mulia, berbahagialah! Kau akan segera mendapat
kemenangan.”
Setelah
Abu Ubaidah selesai memberi pengarahan pada wanita Muslimaat agar naik ke atas
gunung, perintah agar pasukan Muslimiin mempersiapkan perlawanan.
Pasukan
Muslimiin sebelah kiri, sebelah kanan, dan tengah, telah siap sepenuhnya.
Kebanyakan panji-panji yang dibawa oleh pasukan Muhajirin berwarna kuning; ada
yang berwarna putih, hijau, dan hitam.
Panji-panji
yang dibawa oleh kabilah-kabilah (selain pasukan Muhajirin) berkibar-kibar
dengan warna berbeda-beda. Pasukan yang bertempat pada barisan paling tengah
adalah kaum Muhajirin dan Anshar.
Secara
keseluruhan pasukan Muslimiin dibagi menjadi tiga:
· Pasukan berpanah
terdiri dari kaum Yaman.
· Pasukan berkuda.
·
Pasukan berunta.
Pasukan
berkuda dibagi tiga. Sebagian dipimpin oleh Ghiyats bin Charmalah Al-Amiri (غياث بن حرملة العامري).
Sebagian
lagi dipimpin oleh Maslamah bin Saif Al-Yarbui (مسلمة بن سيف اليربوعي).
Yang
lainnya dipimpin oleh Qaqa bin Amer Attaimi (القعقاع بن عمرو التميمي).
Di
belakang panji-panji berkibar itulah pasukan Muslimiin berbaris-baris. Panji
yang paling dibanggakan oleh pasukan Muslimiin adalah yang dibawa oleh Abu
Ubaidah. Panji itulah pemberian dari Abu Bakr Assiddiq Al-Marhum ketika Abu
Ubaidah diperintah agar pergi ke Syam untuk berdakwah dengan pedang. Bahkan
panji kuning itu pula yang dulu pernah dibawa oleh Rasulillah SAW di dalam
Perang Khaibar tahun tujuh Hijriyah. Panji yang menarik setelah itu panji
Khalid bernama Al-Iqab berwarna hitam.
Yang
ditunjuk memimpin pasukan berjalan kaki, Syurachbil bin Chasanah.
Yang
memimpin pasukan sayap kanan, Yazid bin Abi Sufyan.
Yang
memimpin pasukan sayap kiri Qais bin Hubairah.
Dan
yang diserahi memimpin semuanya adalah Khalid, di bawah kendali Abu Ubaidah.
Cukup
banyak pasukan Muslimiin yang menitikkan dan mengalirkan air mata karena
melihat kebesaran Allah yang tampak dibalik kenyataan yang ada. Banyak juga
yang berdoa sambil menangis karena ingin diperhatikan oleh Allah
Subhanah.
Seluruh
barisan telah disiapkan; Abu Ubaidah memasuki celah-celah barisan untuk
memeriksa keadaan. Dan mengarahkan agar mereka bersemangat di dalam berperang, “In
tanshuruu Allaha yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum.”
Artinya:
Jika kalian menolong Allah, Allah akan menolong dan menetapkan tumit-tumit
kalian. [1]
Abu
Ubaidah berkata pada mereka, “Tabahlah dalam berperang! Agar kalian segera
lepas dari kesusahan ini dan dirodhoi oleh Tuhan! Selain itu! Tabah lah ‘yang
akan mengalahkan musuh’! Maka jangan meninggalkan barisan kalian! Jangan turun
semangat! Selain itu kalian supaya selalu menyebut Nama Allah! Biarkan mereka
memulai serangan! Tetapi panah dan perisai agar selalu siap di tangan! Jangan
banyak bicara! Kecuali untuk menyebut Nama Allah! Jangan coba-coba melakukan
yang membahayakan! Laporkan padaku sebelum melakukannya!.”
Abu
Ubaidah kembali lagi pada tempatnya. Muadz bin Jabal muncul untuk mengelilingi
pasukan dan menyampaikan pengarahan, “Hai umat Islam penegak Al-Huda dan
kebenaran! Ketahuilah bahwa rahmat Allah takkan kalian raih kecuali dengan
beramal! Tidak mungkin bisa diraih hanya dengan berangan-angan! Surga juga tak
mungkin bisa dimasuki kecuali dengan beramal dan rahmat Allah!
Dan orang-orang yang tabah lah yang akan diberi rahmat dan ampunan luas oleh
Allah! Bukankah kalian sering mendengar Firman Allah ‘Allah telah
menjanjikan pada sebagian orang-orang yang beriman dari kalian:
· Niscaya Dia akan
menjadikan mereka sebagai khalifah di dalam bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan khalifah pada orang-orang sebelum mereka.
· Niscaya Dia akan
memberi tempat sungguh pada agama mereka yang Dia ridhoi demi mereka.
· Niscaya Dia akan
memberi ganti rasa aman dari setelah ketakutan mereka. Mereka akan menyembahKu
tidak mensyirikkanKu pada sesuatu. Namun barang siapa kufur setelah itu,
berarti mereka itu orang-orang fasiq?’. [2]
Sungkanlah
pada Allah agar kalian tidak lari dari perang! Kita ini di dalam genggaman
Allah! Jalan selamat kita justru berlindung pada Allah!.”
Muadz
mengulang-ulang nasehatnya pada pasukan Muslimiin lalu kembali lagi pada
tempatnya.
Sahl
bin Amer muncul dan berjalan dengan kudanya di hadapan barisan dengan membawa
pedang terhunus. Dia menyampaikan nasehat yang hampir sama dengan nasehat
Muadz.
Abu
Sufyan muncul berkendaraan kuda membawa pedang dan tombak, untuk berkata, “Hai
orang-orang Arab yang hebat! Di wilayah kaum kafir ini demi Allah! Yang bisa
menyelamatkan kalian hanyalah menyerang dan membelah kepala mereka! Dengan
itulah kalian akan dekat pada Tuhan dan mendapatkan kebahaigaan! Ketahuilah
bahwa ketabahan kalian dalam perang ini lah yang akan dipergunakan sebagai
alasan oleh Allah, untuk memberi pertolongan pada kalian! Semangatlah dalam
berjihad ini! Pertolongan akan turun jika kalian telah terbukti tabah! Bahkan
jika kalian tabah, negri-negri dan kota-kota mereka akan kalian rebut! Anak
lelaki dan anak perempuan mereka akan menjadi pelayan kalian! Kalau kalian lari
justru akan sengsara! Karena harus menyusuri jalan sangat panjang yang tak
mungkin bisa dilalui kecuali dengan perbekalan yang memadai! Dan itu berarti
kalian justru takkan mungkin bisa merebut lagi rumah-rumah mewah dan
istana-istana megah yang tadinya telah kalian kuasai! Lawanlah mereka dengan
pedang untuk berjihad yang maksimal! Dan jangan sekali-kali mati kecuali dalam
keadaan Islam!.”
Tidak
semua pasukan Muslimiin ketakutan ketika menyadari harus berhadapan dengan
lautan pasukan Romawi yang sangat ganas. Bahkan di antara mereka banyak yang
justru menangis bahagia karena bisa berdekatan pada Allah dan bisa menumpahkan
segala rasa syukur dan berdoa.
Abu
Sufyan meninggalkan barisan untuk naik gunung. Pada para wanita Muhajiraat dan
para anak perempuan Anshar, Abu Sufyan nasehat, “Sungguh Rasulullah SAW
bersabda ‘sesungguhnya akal dan agama para wanita kurang’. Oleh karena itu
kalian harus menjaga agama kalian, dan tekat kalian agar diteguhkan! Berilah
semangat suami-suami kalian untuk berjihad! Jika ada seorang suami yang lari,
lemparlah dengan batu! Pukullah kaki kudanya dengan tongkat! Angkatlah
anak-anak kalian agar dia sadar harus kembali berperang untuk melindungi
anak-istri!.”
Walau
hati berdebar, para wanita Muslimaat menyenandungkan syair pemacu semangat
jihad; Abu Sufyan kembali ke barisan untuk mengucapkan, “Hai Muslimiin
semuanya! Kalian telah menyaksikan lawan mendekat! Berjihad inilah jalan agar
kita bisa berdekatan dengan Rasulallah SAW! Surga di depan kita! Syaitan dan
neraka di belakang kita.”
Perkiraan
Mahan dalam pertempuran itu, pasukan Muslimiin akan lari ketakutan, meleset.
Bahkan banyak pasukan Romawi yang berlarian ke belakang, ketika Khalid dan 500
pasukan berkudanya mengamuk memulai serangaran paling ganas.
Mahan
menggertak, “Serbu!,” pada pasukannya yang diam tidak segera melancarkan
serangan.
Tak
lama kemudian lautan pasukan Romawi melancarkan serangan bertubi-tubi. Dalam
peperangan akbar itu Mahan telah memilih 30.000 orang penting untuk ditempatkan
pada lobang-lobang yang baru saja digali berderet memanjang ke belakang, di
sebelah kanan barisan pasukan.
Tiap
10 orang dari mereka disatukan dengan rantai agar tidak bisa berlari
meninggalkan tempat. Mereka ditugaskan melindungi pasukan dari sebelah kanan.
Orang-orang itu telah disumpah, “Demi Isa bin Maryam! Demi Salib! Demi para
ulama Nashrani! Demi para rahib Nashrani! Demi empat Gereja: mereka takkan
lari meskipun semua pasukan Romawi tewas.”
Khalid
berkata, “Sepertinya peperangan ini akan menjadi akbar,” lalu berdoa, “Ya
Allah, bantulah kaum Muslimiin dengan pertolongan.”
[2] وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [النور/55.
Perang Tabuk yang terjadi sekitar tahun 15 Hijriyah adalah peperangan yang sangat mendebarkan. Kalau saja ada filmnya, dipastikan in syaa Allah akan ditonton oleh kaum Muslimiin di seluruh dunia. Karena melalui perjalanan perang itu kita tahu betapa sahabat nabi SAW bernama Abu Ubaidah RA sangat arif dan sopan. Melalui perjalanan perang itu pula kita tahu betapa kejeniusan dan keberanian Khalid bin Al-Walid yang bergelar Pedang Allah, luar biasa.
BalasHapusYang benar Perang Yarmuk 'bukan Tabuk'. Perang Tabu tahun 9 Hijriyah
Hapus