(Bagian ke-91 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Sa’id bin Zaid perintah, “Hai putra Ibnu Abi Waqqash, berilah khabar gembira pada yang mulia Abu Ubaidah mengenai yang telah kau dengar ini! Dan bergegaslah kemari untuk menyampaikan jawaban beliau padaku!.”
Ibnu Abi Waqqash berlari dengan kuda yang kecepatan larinya luar biasa. Dalam waktu cepat dia telah sampai pada Abu Ubaidah untuk mengucapkan salam dan berkata, “Semoga Allah berbuat baik dalam semua urusan kau. Saya datang untuk melaporkan bahwa Bathriq Harbis telah menyerah dan memohon pada Sa’id agar dijamin keselamaannya. Sa’id bin Zaid akan menghadap kemari membawa dia agar dia memohon damai pada kau untuk penduduk kota ini.”
Abu Ubaidah bersujud syukur setelah mendengar laporan selengkapnya, lalu mengangkat kepala untuk berkata, “Hai semuanya! Segeralah memerangi penduduk kota ini dan bertakbirlah yang keras dan kompak agar mereka ketakutan!.”
Takbir bergema membahana membuat takut penduduk kota. Meskipun begitu, pasukan di dalam kota Balbek mengangkat senjata untuk persiapan melawan pasukan Muslimiin yang telah mengepung mereka. Pengepungan pasukan Mualimiin makin merapat; Marqal bin Utbah (المرقال ابن عتبة) yang barusan menyampaikan laporan pada Abu Ubaidah berteriak, “Selamatkanlah diri! Anak! Dan harta kalian! Dengan mengajukan permohonan damai pada kami! Jika kalian membangkang! Sungguh Allah telah menjanjikan kemampuan menaklukkan negri-negri dan kota-kota kalian dan lainnya melalui lisan Muhammad nabi kami SAW, untuk kami!.”
Teriakan yang sangat keras itu membuat penduduk kota Balbek makin panik. Mereka mendebui wajah karena susah dan ketakutan. Sebagian mereka berkata dengan sedih, “Berarti tuan Harbis telah merusak keluarganya dan kita. Kalau sejak kemarin dia mengajukan permohonan damai pada kaum Arab tentu takkan terjadi seperti ini!.”
Serangan dari pasukan Muslimiin telah dimulai dengan menghujankan anak panah ke dalam beteng. Ketika Abu Ubaidah menyaksikan peperangan berkobar-kobar, menyampaikan perintah pada Sa’id bin Zaid melalui utusan Sa’id: “Katakan pada Sa’id agar dia segera membawa Harbis kemari, saya memperkuat jaminan selamat dari Sa’id untuk Harbis! Dan kami takkan berkhinat.”
Setelah utusan datang dan menyampaikan pesan Abu Ubaidah pada Sa’id; Sa’id menyuruh seorang wakilnya agar memimpin penjagaan pasukan Harbis. Sa’id menemani Bathriq Harbis menghadap Abu Ubaidah RA yang di mata pasukan Muslimiin sangat agung karena nabi pernah bersabda, “Orang kepercayaan ini umat adalah Abu Ubaidah.”
Bathriq Harbis menghadap Abu Ubaidah dan menyaksikan pasukan Muslimiin berempur sengit melawan pasukan Balbek. Hatinya bergetar dan perasaannya takut, kepalanya bergerak-gerak sambil menggigit beberapa jari. Abu Ubaidah bertanya pada penerjemah, “Kenapa dia menggerak-gerakkan kepala dan menggigit jari-jarinya seperti orang yang susah sekali?.”
Penerjemah bertanya pada Harbis, “Ada apa dengan kau?.”
Harbis menjawab, “Demi kebenaran Al-Masih dan yang pernah beliau sentuh, dan yang pernah disembelih, sungguh sebelum ini, setahu saya jumlah pasukan kalian lebih banyak dari pada kerikil. Ketika kami berperang dengan kalian, jumlah kalian tampak seperti pasir yang banyak sekali. Kami juga telah menyaksikan, seperti ada sejumlah pasukan berkuda membawa panji berwarna kuning, namun setelah saya sampai di sini ternyata jumlah kalian hanya sedikit. Apakah yang lain, kalian kirim ke kota Ainul-Jauz (عين الجوز), atau Jausiyah (جوسيه), atau kota lainnya?.”
Penerjemah memberi tahukan maksud pertanyaan Harbis tersebut pada Abu Ubaidah. Abu Ubidah perintah, “Katakan padanya ‘celaka kau, kami ini umat Islam. Allah memperbanyak kami dengan pasukan malaikat sehingga mata kalian melihat kami banyak sekali, seperti pada zaman Perang Badar. Dengan itulah, Allah menaklukkan negri-negri dan kota-kota, dan menghina raja-raja kalian untuk kami.”
Harbis mendengarkan seorang menterjemahkan ucapan Abu Ubaidah, lalu berkata pada Abu Ubaidah melalui penerjemah, “Sungguh kalian telah menaklukkan kota Syam yang belum pernah ditaklukkan oleh raja-raja Persia dan Turki dan Jaramiqah (الجرامقة).[1] Sebelumnya kami tak menyangka bahwa kalian memiliki kekuaan sedahsyat ini. Kota kami dikelilingi beteng yang belum pernah dikepung suatu kaum karena pertahanannya terlalu kuat. Beteng terkuat di negri Syam ini, yang membangun Nabi Sulaiman AS untuk tempat pribadinya. Kalau pasukan kami tidak terlanjur kelur menuju gunung, pasti kami takkan mengajukan permohonan damai pada kalian, meskipun kalian mengepung kami selama 100 tahun. Bukankah kalian mengabulkan permohonan damai kami?. Saya berpikir damai akan lebih baik, karena jika pintu gerbang kota ini telah dibuka, akan mempermudahkan kalian menyerang dan menaklukkan negri Syam semuanya.”
Penerjamah menyampaikan pernyataan Harbis pada Abu Ubaidah dengan bahasa Arab. Setelah Abu Ubaidah selesai mendengarkan, berkata, “Katakan padanya ‘segala puji hak Allah yang telah memberikan negri dan kota-kota kalian pada kami. Kalian diwajibkan membayar upeti. Sebetulnya tadinya kau mengajukan permohonan damai hanyalah siasat, namun akhirnya Allah merendahkanmu dari kemuliaanmu. In syaa Allah kami akan segera menguasai kota kalian dan membunuh pasukan kalian yang belum mengajukan permohonan damai. Untuk itu, siapa saja yang ingin melawan serangan kami, kami minta agar membatalkan permohonan damainya'. Dia melanjutkan ucapan 'Wa laa chaula wa laa quwwata illaa bi Allah Al-‘Aliyyil ‘Adliim (tiada upaya maupun kekuatan kecuali karena Allah yang Maha Tinggi Maha Agung).”[2]
Bathriq Harbis tahu maksud kalimat itu setelah diartikan oleh penerjemahnya. Dia berkata, “Aku yakin sepenuhnya bahwa Al-Masih telah murka pada penghuni kota ini, sehingga mengirim kalian kemari. Sebetulnya saya telah berusaha sekuat tenaga untuk melawan kalian, namun segala usaha saya tak bermanfaat, karena kalian kaum yang diberi kekuatan oleh Tuhan. Sungguh saya datang kemari untuk memohon damai pada kalian. Saya menyerahkan tangan saya pada kalian karena saya telah kalah. Kerajaan saya akan berakhir, permohonan damai yang saya maksud adalah untuk seluruh rakyatku, karena Allah tidak senang berbuat kerusakan. Bukankah sekarang kalian menerima permohonan damai kami semua penduduk Balbek?.”
Abu Ubaidah menjawab, “Lalu apa yang akan kau serahkan dalam perdamaian ini?.”
Bathriq Harbis menjawab, “Silahkan menentukan kebijakan dalam hal ini.”
Abu Ubaidah berkata, “Kalau Allah memberi kemenangan pada kami melalui perdamaian yang membuahkan emas dan perak sepenuh kota ini untuk kami; saya takkan rela jika ada seorang pasukanku yang tewas menjadi korban perang. Beruntung sekali bahwa orang-orangku yang mati syahid, akan deberi oleh Allah yang jauh lebih baik dari pada itu semua.”
Bathriq Harbis berkata, “Dalam perdamaian ini saya sanggup menyerahkan 1.000 auqiyah perak putih dan 1.000 pakaian dari sutra.”[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar