Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/05/06

KW 45: Damaskus

(Bagian ke-45 dari seri tulisan Khalid bin Walid) 

Di balik dinding yang dipergunakan oleh Khalid dan pasukannya melancarkan serangan mengerikan, ada seorang alim Nashrani (istilah mereka qiss atau qissiis), bernama Yunus bin Marqus (يونس بن مرقص). Rumah Yunus berhimpitan dengan beteng kota sebelah timur. Khalid dan pasukanya berada di luar beteng itu, melancarkan serangan ganas. Yunus di dalam rumahnya ketakutan dan putus asa. Sebelum itu, Yunus sering membaca kitab Malachimu Daniyal AS (ملاحم دانيال عليه السلام).[1] Dalam kitab itu dijelaskan:
Allah akan menyerahkan negri ini ke tangan seorang sahabat nabi SAW. Agama mereka akan menaklukkan seluruh agama.[2]

Di malam itu Yunus bekerja keras membobol dinding rumahnya. Lalu menggali tanah di bawah tembok beteng-kota. Keluarga dan anak-anaknya tidak tahu bahwa dia telah membobol dinding rumah dan menggali bawah beteng lalu keluar menuju pasukan Muslimiin.
Yunus menghadap Khalid dan bercerita bahwa dia bisa keluar karena membobol dinding rumah dan menggali lobang di bawah beteng. “Saya menghadap tuan agar saya dan keluarga saya, dan anak-anak saya, tuan jamin selamat,” mohon Yunus.
Khalid mengabulkan permohonan lalu menyerahkan Yunus agar dijaga ketat oleh 1.00 orang yang kebanyakan dari Chimyar.

Kini pasukan Muslimiin yang dipimpin Khalid akan bisa memasuki kota melaui lobang bawah beteng. Khalid perintah, “Masuklah melalui lobang itu! Jika semuanya telah masuk! Bertakbirlah dengan serempak! Selanjutnya rusakkanlah kunci pintu gerbang dan singkirkanlah rantai-rantainya dari dalam! Jika pintu gerbang telah bisa dibuka! Yang masih di luar in syaa Allah akan bisa masuk semuanya.”
Seratus pasukan melaksanakan perintah Khalid. Di depan mereka Yunus bin Marqus. Ketika Yunus memasuki rumahnya; seratus orang itu berperisai sambil menjaga ketat. Sambil membaca takbir, mereka mengajak Yunus keluar menuju pintu gerbang.
Ketika penduduk Damaskus mendengar takbir, ketakutan dan kebingungan. Mereka tahu bahwa para sahabat Rasulillah SAW telah memasuki kota mereka. Sebagian mereka tahu para sahabat Rasulillah SAW berjalan ke arah pintu gerbang untuk merusak kunci dan memutus sejumlah rantai.
Di hari yang mendebarkan itu, pintu gerbang dibuka; Khalid dan pasukannya berpedang terhunus masuk kota. Semakin Khalid dan pasukannya masuk ke dalam untuk menyerang; korban yang berjatuhan karena tebangan pedang sangat banyak. Yang masih hidup lari kebingungan ke berbagai arah. Khalid dan pasukannya maju ke depan, melancarkan serangan dan menangkapi orang-orang. Dia bergerak menyerang terus hingga akhirnya mendekati Gereja Maryam.   
Khalid dan pasukannya terkejut karena ternyata di dekat Gereja itu ada Abu Ubaidah dan semua pasukannya, tak ada yang ketinggalan. Yang lebih mengherankan: banyak sekali rahib juga berada di situ, tidak diserang oleh Abu Ubaidah maupun pasukannya. Bahkan pedang Abu Ubaidah dan pasukannya disarungkan. Khalid benar-benar heran kenapa bisa begitu. Abu Ubaidah tahu bahwa Khalid marah karena Abu Ubaidah dan pasukannya tidak menyerang kaum Nashrani. Abu Ubaidah menyapa, “Hai Aba Sulaiman! Allah telah menyerahkan negri ini padaku dengan damai. Allah telah membereskan urusan peperangan orang-orang iman.” [3]
Adanya Abu Ubaidah menyapa karena Khalid marah, kenapa Abu Ubaidah dan pasukannya tidak menyerang mereka. Abu Ubaidah berkata, “Wahai pimpinan, perdamain dengan mereka telah sah dan sempurna.”
Khalid membantah, “Damai apaan?! Allah takkan mendamai perbuatan mereka ini! Bagaimana mungkin kau bisa damai dengan mereka?! Saya saja telah berusaha menaklukkan mereka dengan pedang! Pedang pasukan Muslimiin yang saya gerakkan juga telah berlumuran darah kaum mereka! Harta dan anak mereka telah saya tahan! Ada juga harta mereka yang saya ambil dengan paksa?.”
Abu Ubaidah menjawab, “Wahai pimpinan, kalau saya telah memasuki kota ini dengan damai.”
Khalid protes, “Dalam peperangan ini kau terlalu tenang tidak seperti saya. Saya telah melancarkan serangan dengan pedang ganas namun belum berhasil menaklukkan mereka. Bagaimana mungkin kau bisa menaklukkan mereka dengan damai?.” 
Abu Ubaidah menjawab, “Wahai pimpinan, takutlah Allah! Demi Allah mereka telah minta damai kepada saya,” lalu memberikan surat perjanjian damai yang telah ditulis sebelumnya.
Khalid marah, “Kenapa kau bisa berdamai dengan mereka tanpa persetujuanku? Padahal sayalah pimpinan tertinggi semua yang dibelakang panjimu! Bahkan saya panglima perang?! Mauku mereka akan saya habiskan semuanya!.”
Abu Ubaidah berkata, “Demi Allah sebelumnya saya telah yakin bahwa kau takkan menyelisihi keputusanku. Ini kebijaksanaanku! Takutlah Allah! Takutlah Allah mengenai kebijakanku! Demi Allah saya bertujuan agar jangan sampai penduduk Damaskus mati semuanya. Terus terang mereka telah saya jamin aman dan damai, semata-mata karena Allah dan berdasarkan keamanan Rasulillah SAW. Selain itu semua pasukanku telah menyetujui perjanjian ini. Kalau kita akan mengkhianati perjanjian itu jelas bukan sifat kita lagi.”
Khalid dan Abu Ubaidah adu argumen dengan suara keras. Pengaruh dua tokoh besar itu sangat besar, sehingga semua yang berada di situ tegang memperhatikan bedebatan seru itu. Khalid bersikeras mempertahankan pendapatnya.
Abu Ubaidah berpikir sejenak. Matanya memandang para sahabat Rasulillah SAW. Mereka yang dari pedesaan berpendapat seperti Khalid: kaum Damaskus harus diperangi terus dan harta mereka harus dirampas.
Abu Ubaidah berteriak, “O Allah! Kau telah bertentangan dengan Allah! Bagaimana mungkin perjanjianku dirusak?.”
Dia menggerak-gerakkan kudanya lalu tangannya menunjuk pada pasukan Muslimiin ke kiri dan ke kanan. Mulutnya berteriak, “Hai kaum Muslimiin! Saya bersumpah atas nama Rasulillah, jangan sekali-kali mengayunkan pedang ke sepanjang jalan yang telah saya lewati! Kecuali saya dan Khalid telah mufakat dalam kebijakan ini!.”[1]
Luar biasa, pengaruh Abu Ubaidah pada pasukan Muslimiin sangat besar: mereka yang tadinya masih melancarkan serangan dan perampasan harta, kini berhenti. Kini para pasukan berkuda, para komandan, dan tokoh-tokoh Muslimiin berkumpul. Tampak di antara mereka yang menjadi pusat perhatian selain Abu Ubaidah dan Khalid: Mu’adz bin Jabal RA, Yazid bin Abi Sufyan RA, Amer bin Ash RA, Syurachbil bin Chasanah RA, Rabi’ah bin Amir, Abdullah bin Umar bin Khatthab RA, dan para sahabat nabi yang selefel mereka. Mereka berkumpul di dekat Gereja itu.


[1] Artinya: Perang-Perang Besar Nabi Daniyal AS.
[2] أن الله تعالى يفتح البلاد على يد الصحابة ويعلو دينهم على كل دين.
[3] Aba Sulaiman nama panggilan (kuniyah) Khalid bin Al-Walid.
[1] Mungkin Abu Ubaidah tidak tahu bahwa nabi SAW pernah melarang bersumpah dengan selain nama Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar