Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/05/04

KW 40: Khalid dan Pasukannya Bergerak Cepat

(Bagian ke-40 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Mantan istri Aban yang barusan menjada bertanya, “Siapa dia?.” 
Beberapa orang menjawab, “Dia menantu Raja Hiraqla yang telah membunuh Aban bin Sa’id suamimu.”
Janda muda itu marah dan melancarkan serangan ganas. Ketika dia telah dekat, mengulur busur untuk memanah Tuma. Sejumlah pasukan Romawi mengancam dan menggertak agar dia tidak memanah; dia bersikeras membidikkan panahnya. Bibirnya berdoa, “Bismillah wa barokati Rasulillah[1],” lalu melepaskan anak panahnya.
Tuma yang sudah mendekat untuk menyerang Syuracbil, terkejut oleh anak panah yang menembus mata kanannya. Tuma mundur ke belakang sambil berteriak. Janda Aban mengulur busur lagi ditujukan pada Tuma; sejumlah pasukan Romawi berperisai bergerak cepat menyerang dia; sejumlah pasukan Muslimiin bergerak cepat melindungi dia. Dia aman karena pasukan Romawi yang menyerang telah dilawan dengan sengit oleh teman-teman Muslimiin. Dia mengulur busur dibidikkan pada lelaki Romawi di atas benteng; anak panah melesat cepat menembus dada. Pria itu jatuh ke bawah dan tewas.
Saat kaum Muslimiin menyerang kaum Romawi, yang pertama kali lari justru musuh Allah menantu Hiraqla, karena tak tahan merasakan sakit dari luka matanya. Tuma berteriak-teriak terus sambil berlari memasuki benteng. Setelah itu kaumnya yang berlari kabur juga banyak sekali.
Syurachbil tertegun lalu berteriak, “Hai sobat-sobat, kalian ini bagaimana?. Kejar anjing Romawi itu!. Serang anjing-anjing lainnya untuk menangkap dia!.”
Serangan kaum Muslimiin yang dahsyat memaksa pasukan-pasukan Romawi mundur ke belakang ke pintu gerbang. Namun Tuma telah dilindungi dengan ketat menggunakan lemparan batu dan anak-panah-panjang yang bertubi-tubi dari atas benteng. Amukan Muslimiin telah memakan korban pasukan Romawi berjumlah banyak sekali. Barang-barang berharga yang ditinggalkan diambil kaum Muslimiin.

Tuma telah masuk ke kota; seluruh pintu gerbang kota Damaskus telah ditutup. Yang menangani luka-mata Tuma bukan hanya tabib, bahkan para pejabat tinggi kehakiman. Mata-anak panah membandel tidak mau dikeluarkan dari mata Tuma. Tuma meronta-ronta dan berteriak-teriak ketika luka matanya ditangani oleh mereka. Segala usaha telah dicurahkan, namun besi tajam itu tetap tidak bisa dikeluarkan dari matanya.
Sejumlah kaum minta agar Tuma pulang ke rumah, tapi dia menolak. Tuma duduk di arah pintu gerbang hingga rasa sakitnya mereda. Sejumlah pejabat minta, “Silahkan tuan pulang ke rumah untuk istirahat. Biarlah kita hari ini menderita dua kerugian besar: Salib terbesar dirampas oleh kaum Arab, dan mata tuan terluka. Ini karena dahsyatnya serangan panah mereka. Padahal setahu kami sebelum ini, mereka bukan kaum pemberani. Yang pasti bahwa kami sebelumnya telah mohon agar tuan berdamai dengan mereka dengan cara memberi apa yang mereka minta.”
Tuma marah karena ucapan itu. Dia menggertak dengan nada tinggi sekali: “Goblok!. Salib terbesar telah dirampas dan mataku telah cacat!. Ini belum kalau Raja mendengar berita kekalahan ini, saya pasti diremehkan dan dinilai tak mampu melawan mereka. Apapun yang terjadi mereka harus saya balas. Salibku harus kembali lagi dan mataku harus diganti dengan 1.000 mata mereka. Saya akan berupaya menangkap panglima mereka, dan semua yang telah dirampas akan kurebut lagi. Setelah itu pimpinan tertinggi mereka yang di Chijaz[2] akan aku datangi dan kuperangi kotanya. Tempat tinggalnya akan saya robohkan. Selanjutnya negri mereka akan saya jadikan tempat tinggal binatang liar.” Orang-orang ketakutan ketika melihat Tuma marah dan mengucapkan sumpah-serapah.
Di hari yang mendebarkan itu penduduk Damaskud merasa kasihan pada Tuma yang mata kanannya dibalut dan buta. Tuma menaiki benteng untuk menggerakkan pasukannya agar melancarkan serangan balasan pada kaum Muslimiin. Dia berpesan, “Jangan takut pada mereka!. Jangan grogi menghadapi serangan mereka!. Salib agung harus kita rebut lagi. Saya yang bertanggung jawab atas keselamatan kalian.”
Pasukan Tuma melancarkan serangan bertubi-tubi. Jumlah pasukan romawi yang keluar dari benteng makin banyak sekali. Bahkan semua pintu gerbang telah dibuka untuk mengalirkan pasukan berjumlah banyak sekali menuju keluar. Peperangan semakin sengit dan terjadi suara ribut dan bising bahkan menggemuruh.
Syurachbil mengutus seorang agar memberi khabar pada Khalid tentang jumlah musuh yang terlalu banyak.
Utusan Syurachbil melaporkan pada Khalid: “Kini Tuma mengerahkan pasukan berjumlah sangat banyak bagai air yang dihimpun dalam mendung. Kami mohon kirimkan pada kami sejumlah pasukan, karena semua pintu gerbang telah dibuka untuk menumpahkan beribu-ribu pasukan.
Khalid membaca, “Al-Hamdu lillah,” lalu bertanya, “Bagaimana mungkin kalian bisa merebut Salib itu dari pasukan Romawi?.”
Utusan Syurachbil menjawab, “Tadinya yang membawa Salib itu seorang lelaki berada di depan Tuma menantu Raja Hiraqla. Dia dipanah oleh janda Aban hingga gugur ke bawah bersama Salibnya. Salib jatuh ke arah kami. Tuma marah dan mengamuk keluar mencari Salibnya; saat itulah mata dia yang kanan dipanah oleh janda Aban.”
Khalid berkata, “Sungguh Tuma orang yang sangat penting bagi Raja Hiraqla. Dia pula yang telah menghasud agar Hiraqla tidak berdamai dengan kita. Kami berharap semoga Allah menghalang-halangi kejelekannya. Sekarang kembalilah pada Syurachbil. Katakan padanya ‘laksanakanlah perintahku, jangan dilanggar. Semua regu akan menghadapi lawannya masing-masing. Saya akan selalu di dekat pasukanmu. Selain itu ada kekutan untuk kalian, yaitu Dhirar. Dia dan pasukannya mengelilingi kota Damaskus. Dia juga bisa dihubungi sewaktu-waktu’.”
Utusan kembali membawa pesan Khalid pada Syurachbil.
Syuracbil dan pasukannya berperang hingga sore.

Di tempat yang berbeda Abu Ubaidah menerima berita bahwa Syurahcbil telah berhasil mematahkan serangan Tuma dan pasukannya. Bahkan justru pasukan Syurachbil berhasil merebut Salib dan membutakan mata kanan Tuma, dan memporak-porandakan pasukan Tuma. Abu Ubaidah berbahagia.

Di pagi buta di dalam benteng, Tuma memanggil sejumlah pejabat dan pasukan elit. Di hadapan mereka Tuma berkhutbah, “Hai kaum Nashrani, sungguh kalian telah dikepung oleh kaum yang harus segera kita perangi dengan lebih sengit lagi. Mereka telah lama menjajah negri kita. Bagaimana mungkin kalian masih tenang-tenang, padahal banyak perempuan dan anak-anak yang mereka tangkap. Di sana istri-istri dan anak-anak kalian diperbudak oleh mereka. Adanya Salib agung bisa mereka rampas karena Salib murka pada kalian: kalian telah berniat damai dengan mereka. Kalian sudah tidak mengagungkan pada Salib. Saya telah berjuang mati-matian menyerang mereka. Kalau mata saya tidak sakit, niscaya telah mengamuk dan membantai mereka semuanya sebagai balas dendam. Saya ingin mencongkel seribu mata kaum Arab lalu merebut lagi pada Salibku. Salib keramat itu akan kubawa memerangi mereka.”
Khutbah yang berapi-api membakar emosi mereka. Mereka marah dan berkata, “Inilah kami, yang ingin selalu mendampingi tuan. Kami akan berjuang untuk meraih apa yang tuan harapkan. Perintahlah kami menyerang mereka sewaktu-waktu, kami akan selalu siap. Kami telah bersiap berperang mati-matian.”
Tuma berkata, “Jangan terlalu emosi agar bisa mengendalikan diri!. Saya akan menyerang mereka di malam hari, karena serangan di waktu malam lebih mengerikan. Karena kalian lebih mengetahui keadaan wilayah ini daripada mereka. Untuk itulah maka malam nanti, semua saja agar bersiap melancarkan serangan keluar benteng. Saya ingin sebelum pulang ke rumah, mereka telah kita bantai. Saya ingin menangkap panglaima perang mereka sebagai tawananku, akan kuserahkan pada Raja Hiraqla, agar dihukum.”
Perkataan yang disampaikan dengan berapi-api itu membuat pasukannya terhibur. Beberpa orang berkata, “Petunjuk tuan akan kami laksanakan dengan gembira dan dengan sebaik-baiknya.”
Sebagian pasukan Romawi bersiap-siap di dekat pintu gerbang timur. Sebagian lagi bersiap-siap di dekat pintu gerbang Jabiyyah. Dan di dekat semua pintu gerbang telah berkerumun pasukan berjumlah banyak sekali.
Di hadapan para tokoh, Tuma berpesan, “Jangan khawatir, panglima mereka berada di tempat yang jauh. Yang berada di dekat kita hanya kroco-kroco dan para budak!. Seranglah mereka dengan batu dari atas benteng agar tubuh mereka hancur!.”
Tuma perintah pada sekelompok pasukan agar keluar dari pintu gerbang Farodis (الفراديس), untuk menyerang pasukan Amer bin Ash. Sejumlah pasukan mengalir melaui pintu gerbang untuk menyerang pasukan Amer bin Ash.
Tuma dan pasukannya keluar melalui pintu gerbang bernama Tuma. Yang mendampingi dia sejumlah pasukan elit yang pemberani. Sejumlah lonceng telah dipersiapkan. Tuma berpesan pada para tokoh, “Jika kalian mendengar lonceng berbunyi, segeralah membuka semua pintu gerbang dan keluarlah serempak untuk menyerang mereka. Bunuhlah mereka yang sedang tidur itu dengan pedang kalian!. Serangan yang dahsyat nanti pasti akan membuat mereka mati, yang masih hidup berlarian. Jangan tanggung-tanggung menyerang mereka agar mereka kalah total dan jera!.”
Para komandan senang karena pengarahan Tuma sangat jitu. Para komandan menggerakkan pasukan mereka masing-masing mendekati pintu gerbang untuk menunggu aba-aba berupa lonceng yang akan segera dipukul. Tekat mereka, jika lonceng telah dipukul, akan segera kuluar dari pintu gerbang dan segera mengamuk pasukan Muslimiin. Lonceng akan segera dipukul. Tuma memanggil seorang pria untuk diperintah, “Ambillah lonceng!, lalu bawalah naik benteng di atas pintu gerbang!. Jika kau telah menyaksikan kami membuka pintu, pukullah loncengmu pelan saja!, yang penting kami semua mendengar.”
Tuma berjalan diikuti pasukan berperisai dan berpedang. Tuma membawa selembar kulit olahan Hindia. Helm perang made in Persia hadiah dari Raja Hiraqla menutup kepala Tuma. Pedang sehebat apapun takkan mampu membelah helm perang kebanggaan itu. Tuma telah mendekati pintu gerbang, menunggu pasukannya berkumpul semuanya.
Tuma berkata, “Hai semua pasukan!, pintu gerbang ini jika telah kami buka, bergegaslah menyerang musuh kalian!. Semangatlah dalam menyerang mereka!. Gunakanlah pedang kalian untuk mengamuk mereka!. Jika ada yang berteriak minta diselamatkan, jangan kalian percaya. Kecuali jika yang berteriak panglima perang mereka. Jika kalian melihat Salib agung, rebutlah!.”
Jawaban pasukan hampir kompak, “Akan kami laksanakan dengan senang, dan dengan sebaik-baiknya!.” Tuma perintah pada lelaki agar mendatangi yang membawa lonceng, agar segera memukul lonceng dengan pelan. Tepat di waktu hati mereka berdebar-debar pintu gerbang dibuka. Pasukan Romawi berjejal-jejal keluar untuk menyerbu para sahabat Rasulillah SAW. Saat itu para sahabat nabi sedang lengah, tetapi dalam keadaan terjaga.
Ketika suara hiruk pikuk dan derap kaki pasukan dari kejauhan mengusir sepi; kaum Muslimiin sama membangunkan temannya yang tidur. Banyak yang bergegas berdiri mengambil senjata bagai singa buas yang bersiap menghadapi mangsanya. Di waktu pasukan Romawi semakin dekat, pasukan Muslimiin telah waspada sepenuhnya. Peperangan segera berkecamuk di malam yang gelap. Sejumlah pedang telah terayun cepat mencari sasaran.

Di tempat yang berbeda Khalid terkejut oleh suara peperangan yang gaduh dan ricuh dari jarak jauh. Dia bingung karena bangun tidur. Bibirnya berteiak, “Awas!, waspada!. Hai kaumku, demi Tuhan Ka’bah bersiasatlah!. Ya Allah buatlah kaumku bisa melihat dengan Mata-Mu yang tak pernah tidur. Dan tolonglah mereka wahai Lebih sayangnya para penyayang[3].”
Khalid segera menggerakkan 4.00 pasukan berkuda. Khalid sendiri tidak mengenakan baju perang. Dia hanya mengenakan pakaian berbahan katan made in Syam. Kepalanya juga tidak berhelm-perang. Dia dan 4.00 pasukannya berlari cepat dengan kuda, menakutkan seperti singa-singa jantan yang berwajah garang.
Ketika Khalid dan pasukannya sampai di tempat; pasukan Rafi’ bin Umairoh telah diserbu pasukan Romawi. Sambil melawan, pasukan Rafi’ mengucapkan tahlil dan takbir. Kini peperangan semakin sengit, pasukan Romawi di atas benteng sama berteriak karena melihat pasukan Muslimiin telah terbangun semuanya. 
Khalid maju sambil berteriak, “Hai semua Muslimiin!, berbahagialah!. Pertolongan dari Tuhan kalian telah datang!.  Sayalah tentara berkuda yang dahsyat. Sayalah Khalid bin Al-Walid!.”
Khalid dan pasukannya bergerak cepat melancarkan serangan; sejumlah pasukan Romawi berguguran sakarat karena tebasan pedang; sejumlah yang lain langsung tewas. Sambil berperang, Khalid memikirkan nasib Abu Ubaidah dan pasukan Muslimiin lainnya yang tempatnya berbeda-beda.
Suara pedang, perisai, tombak, teriakan, jeritan, rintihan, perintah, gertakan, derap kaki, berkumpul sehingga sangat gaduh. Teriakan kaum Yahudi dan Nashrani lebih keras dari suara lainnya. 

[1] بسم الله وبركة رسول الله صلى الله عليه وسلم.
[2] Maksudnya Abu Bakr di Madinah.
[3] اللهم انظر لهم بعينك التي لا تنام وانصرهم يا أرحم الراحمين.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar