(Bagian ke-29 dari seri tulisan Khalid bin Walid)
Ishthofan keluar dari barisan ingin membunuh Dhirar. Semangatnya menyala-nyala bagai api yang takkan terpadamkan. Sebelum menyerang, Ishthofan berkata: “Celaka kau, kali ini yang menghadapimu seorang yang takkan mungkin bisa kau taklukkan.” Dhirar tidak paham bahasa Romawi yang dipergunakan Ishthofan. Yang dia ketahui Ishthofan perintah agar Dhirar bersiap menerima serangannya. Isthofan mengeluarkan Salib emas yang digantungkan di kalung dari perak. Ishthofan mencium Salib lalu meletakkannya di atas kepalanya. Dhirar paham bahwa maksud Ishthofan minta pertolongan pada Salib agar diberi kemenangan.
Dhirar berkata, “Silahkan kau minta tolong padanya. Saya minta tolong pada Al-Qoriib Al-Mujiib (بالقريب المجيب)[1] yang Maha Dekat pada orang yang menyeru pada-Nya.
Saat yang mendebarkarkan dan mengejutkan adalah saat Isthofan memulai melancarkan serangan ganas pada Dhirar yang menyambut dengan serangakaian tangkisan. Hampir semua penonton Romawi berkata, “How,” tapi serempak hingga suaranya membahana.
Khalid berteriak, “Hai Putra Azwar[2], kenapa kurang semangat dan terlalu santai melayani dia, padahal surga telah dibukakan untukmu dan nereka telah dibukakan untuk musuh-musuhmu?. Yang cekatan!, karena Allah akan menolongmu!.”
Dhirar menghapus rasa malasnya dan menyerang ganas sekali. Pasukan Romawi berteriak agar Ishthofan tetap berani. Dhirar dan Ishthofan saling menyerang dan menangkis bagai orang kalap yang mengerikan, mendebarkan. Saat itu sudah siang sehingga rasanya panas karena sengatan matahari.
Batriq Ishthofan minta agar Dhirar turun dari kuda untuk berperang di atas tanah. Dhirar menuruti keinginannya, turun dari kuda. Tiba-tiba sekelompok pasukan Romawi berdatangan dipimpin oleh pemuda, putra Ishthofan. Batriq muda itu mengendarai kuda penurut yang dituntun seorang tentara. Dhirar memanggil kudanya yang segera datang. Dhirar berteriak pada kudanya, “Temani saya sebentar!, jika tak mau kau kulaporkan pada Rasulillah SAW.” Kuda lari kencang menghadap Dhirar. Dhirar menusuk batriq muda yang akan menolong Ishthofan ayahnya. Lalu mengambil dan mengendarai kuda batriq muda itu. Lalu melepas kuda yang telah menemani agar berlari kearah pasukan Muslimiin. Di sana kuda itu diterima pasukan Muslimiin.
Dhirar kembali menghadap batriq Ishthofan. Ishthofan terkejut, berdebar-debar, marah dan takut, karena putranya telah terbunuh, dan kuda putranya telah diambil Dhirar. Saat itulah Ishthofan yakin bahwa dirinya juga akan mati. Dia berpikir jika lari pasti dibunuh secepatnya, jika melawan juga pasti kalahnya.
Di saat Ishthofan telah ketakutan itulah tiba-tiba ada sekelompok pasukan berkuda dari Romawi bergerak mendekat. Wardan telah menyaksikan Ishthofan sudah tak mampu lagi mengimbangi serangan Dhirar yang ganas. Wardan berpikir jika tidak segera ditolong Ishthofan bisa mati. Wardan berkata, “Hai pahlawanku, syaithan[3] inilah yang pernah memakan seiris hatiku. Jika saya tak mampu membunuh dia saya akan bunuh diri. Saya harus membunuh dia.”
Wardan bergerak mendekati Dhirar bersama sepuluh batriq berbaju perang. Kaki sepuluh batriq dibungkus sepatu lars dari besi, berlengan lapis besi, membawa tongkat besi. Wardan berbaju perang, mengenakan mahkota agung gemerlapan.
Wardan memimpin sepuluh batriq untuk mendekati Dhirar. Ishthofan berteriak agar Dhirar menoleh, namun Dhirar hanya bergerak untuk siaga.
Khalid melihat sebelas orang Romawi bergerak mendekati Dhirar. Khalid melihat kilauan mahkota Wardan karena sinar matahari. Dari agak jauh Khalid berkata, “Yang mengenakan mahkota itu pasti raja[4]. Berarti yang memimpin sepuluh orang mendekati teman kami itu Raja Wardan. Kami harus membantu kawan. Yang ikut saya hanya sepuluh saja agar jumlahnya sama mereka.”
Khalid dan sepuluh orang temannya keluar dari pasukan mendekati kuda untuk mendekati dan membantu Dhirar.
Subhanallah, meskipun Wardan dan sepuluh pasukan pengawalnya telah makin dekat, namun Dhirar tak mundur setapak pun. Bahkan dia tenang sekali, seakan-akan hatinya lebih keras dari batu.
Wardan dan pasukan pengawalnya terkejut oleh suara khalid, “Berbahagialah hai Dhirar, kau akan ditolong oleh Al-Jabbar[5]. Jangan takut kaum kuffar[6]!.”
Dhirar berkata, “Kali ini pertolongan telah dekat sekali.”
Khalid dan pasukannya mendekati dan menyerang Wardan dan pasukannya. Kini setiap seorang berperang melawan seorang. Khalid bertempur melawan Wardan. Ishthofan ketakutan ketika melihat Khalid dan sepuluh pasukan Muslimiin. Dia menoleh kekiri dan kekanan akan berlari kabur. Tombak Dhirar bergerak cepat kearah Ishthofan. Ishthofan menghindar terjun dari kuda untuk berlari. Dhirar mengejar dengan kuda lalu terjun untuk menangkap Ishthofan.
“Grubyuk,” mereka berdua jatuh ketanah. Tubuh Isthofan besar keras seperti batu; tubuh Dhirar ramping. Dhirar menjadi hebat karena keimanannya kuat. Setelah pergulatan seru berlangsung cukup lama, Dhirar memukul lempeng dan membanting hingga Ishthofan berteriak minta tolong pada Wardan: “Tonglah saya mengatasi kesulitan wahai tuan. Saya hampir kalah.”
Wardan menjawab, “Lalu yang menolong saya menghadapi singa-singa buas ini siapa?.”
Dua golongan yang bertikai saling memandang tetangganya dengan terbengong. Dhirar mendekati Ishthofan yang tak berdaya. Lalu menduduki dada dan menyembelih ishthofan bagai menyembelih unta.
Di waktu Khalid berperang melawan Wardan; Dhirar memotong leher Ishthofan. Dhirar bangkit untuk naik kuda; pasukan Romawi telah kalap dan melancarkan serangan dahsyat atas kaum Muslimiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar