Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/03/03

Purandokht (بُورَان) dari Persia

Buran (بُورَان) atau Poran atau Burandokht atau Purandokht (Persia: بوراندخت), adalah putri Raja Khosrau II dari Persia (tahun 590-628 M). Dia salah satu dari dua wanita yang bertakhta menjadi ratu dari dinasti Sassanid (yang lain adalah adiknya, Azarmidokht yang menggantikan setelahnya). Dia adalah penguasa kedua-puluh-enam Sassanid Persia, memerintah tahun 630-631 M. Ketika Buran (بُورَان) atau Purandokht naik tahta setelah wafatnya Shahrbaraz, karena dibunuh keponakannya (Ardashir III) (mungkin diracun atas perintah sebelum wafatnya Raja Barwiz). Buran atau Poran mencoba untuk membawa stabilitas kerajaan, stabilitas hal ini diupayakan melalui perjanjian damai dengan Kekaisaran Bizantium yang rajanya saat itu Hiraqla, revitalisasi kerajaan melalui penerapan keadilan, rekonstruksi infrastruktur, penurunan pajak, dan pencetakan koin. Sebagian besar usahanya untuk mengembalikan kekuasaan otoritas sentral yang sangat lemah oleh perang sipil tidak berhasil, akhirnya mengundurkan diri atau dibunuh setelah itu.
Firdausi mengacu pada Purandokht dalam puisi epik-Nya, Shahnameh. Buran atau Poran (Purandokht) berkomitmen untuk menghidupkan kembali memori dan prestise ayahnya, selama yang memerintah Kekaisaran Sassanid telah tumbuh menjadi terbesar tingkat teritorial.
Beberapa tokoh Muslim menyatakan “Adanya Nabi saw menjelaskan kaum yang menyerahkan perkara mereka pada wanita takkan beruntung’karena saat itu Ratu Buran dari Persia ‘memang tidak pecus memimpin’ kata Al-’Asqalani.” Ibnul-Atsir yang lebih pandai dari pada tokoh Muslim tersebut justru menilai “Konon dia[1] adil, hingga akhirnya terwujud perdamaian di kalangan rakyatnya.” Dan Al-’Asqalani[2]menyebut nama Buran tiga kali dalam kitabnya[3]tak sekalipun menjelaskan “Buran tidak pecus memerintah.”

[1] Di sana dijelaskan: وكانت عدلاً بين الناس حتى يصطلحوا. Bahkan dalam sebuah tulisan dijelaskan: Buran or Poran, or more correctly Burandokht orPurandokht (Persianبوراندخت), was the daughter of the King Khosrau II of Persia (590–628). She was one of only two women on the throne of theSassanid dynasty (the other was her sister and successor Azarmidokht). She was the twenty-sixth Sassanid monarch of Persia, reigning from 630 to 631. When Purandokht ascended to the throne after the murder of the generalShahrbaraz, who killed her nephew Ardashir III, she attempted to bring stability to the empire. This stability was brought about by a peace treaty with the Byzantine Empire, the revitalization of the empire through the implementation of justice, reconstruction of the infrastructure, lowering of taxes, and minting coins. She was largely unsuccessful in her attempts to restore the power of the central authority which was weakened considerably by civil wars, and resigned or was murdered soon after.

Ferdowsi refers to Purandokht in his epic poem, the Shahnameh. She was committed to reviving the memory and prestige of her father, during whose reign the Sassanid Empire had grown to its largest territorial extent.
[2] Di kalangan ulama dia disebut “Ustdzul-Asaatidz, yakni guru-besarnya para guru-besar.” Ada yang menyebut “Usadzud-Dunya, yakni guru-besaaar dunia.”
[3] فتح الباري لابن حجر

Tidak ada komentar:

Posting Komentar