Pages - Menu

Pages - Menu

Pages

2011/03/03

IAP 4: Doa Nabi SAW yang Harus Diperhatikan



(Bagian ke-4 dari seri tulisan Imam Al-Ghazali Pengikut Ahlus-sunnah)


Konon Nabi صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ pernah berdoa “اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ ، وَقَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَعَمَلٍ لاَ يُرْفَعُ وَدُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ – Ya Allah, sungguh saya berlindung pada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dan hati yang tak khusuk, dan amalan yang tidak diangkat (ke langit), dan doa yang tak didengar.” 
Kata Imam Ghazali, “Ada lagi yang kalian akan dibuat lupa oleh Syaitan: sabda Nabi “مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِي بِأَقْواَمٍ تُقْرَضُ شَفاَهُهُمْ ِبمَقاَرِضَ مِنْ ناَرٍ، فَقُلْتُ: مَنْ أَنْتُمْ؟ قاَلُوْا: كُناَّ نَأْمُرُ بِالْخَيْرِ وَلاَ نَأْتِيْهِ وَنَنْهَى عَنِ الشَّرِّ وَنَأْتِيْهِ – Di malam saya diisra’kan saya bertemu kaum yang bibir mereka dipotong dengan gunting dari api. Sontak saya bertanya ‘siapakah kalian?’. Mereka menjawab ‘kami dulu perintah pada kebajikan namun tidak menjalaninya. Dan mencegah kemungkaran, namun kami justru menjalaninya’.”

Pesan Ghazali, “فَإِياَّكَ ياَ مِسْكِيْن أَنْ تُذْعِنَ لِتَزْوِيْرِهِ فَيُدْلِيْكَ بِحَبْلِ غُرُوْرِهِ، فَوَيْلٌ للْجاَهِلِ حَيْثُ لَمْ يَتَعَلَّمْ مَرَّةٌ واَحِدَةٌ، وَوَيْلٌ لِلْعاَلِمِ حَيْثُ لَمْ يَعْمَلْ بِماَ عَلِمَ أَلْفُ مَرَّة – Hindarilah olehmu hai orang miskin, merendah dan mendatangi Syaitan!. Karena dia akan menjatuhkanmu dengan tali tipuannya. Celakanya orang bodoh hanya sekali yaitu karena tidak mau belajar; sedangkan celakanya orang alim seratus kali karena tidak mengamalkan ilmunya[1].

Ucapan Imam Ghazali pantas diperhatikan, “وَاعْلَمْ أَنَّ الناَّسَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ عَلَى ثَلاَثَةِ أَحْواَلٍ: رَجُلٍ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيَتَّخِذَهُ زاَدَهُ إِلَى الْمَعاَدِ، وَلَمْ يَقْصُدْ بِهِ إِلاَّ وَجْهَ اللهِ وَالداَّرَ اْلآخِرَةِ؛ فَهَذاَ مِنَ الْفاَئِزِيْنَ وَرَجُلٍ طَلَبَهُ لِيَسْتَعِيْنَ بِهِ عَلَى حَياَتَهُ الْعاَجِلَةَ، وَيَناَلُ بِهِ الْعِزَّ وَالْجاَهَ وَالْماَلَ، وَهُوَ عاَلِمٌ بِذَلِكَ، مُسْتَشْعِرٌ فِي قَلْبِ رِكاَكِهِ حاَلِهِ وَخِسَّةِ مَقْصَدِهِ، فَهَذاَ مِنَ الْمُخاَطِرِيْنَ. فَإِنْ عاَجَلَهُ أَجَلُهُ قَبْلَ التَّوْبَةِ خِيْفَ عَلَيْهِ مِنْ سُوْءِ الْخاَتِمَةِ، وَبَقِيَ أَمْرُهُ فِي خَطْرِ المَشِيْئَةِ؛ وَإِنْ وَفَقَ لِلتَّوْبَةِ قَبْلَ حُلُوْلِ اْلأَجَلِ، وَأَضاَفَ إِلَى الْعِلْمِ الْعَمَلَ، وَتَداَرَكَ مَا فَرَطَ مِنْهُ مِنَ الخَلَلِ - الْتَحَقَ بِالْفاَئِزِيْنَ، فَإِنَّ التاَّئِبَ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ وَرَجُلٍ ثاَلِثٍ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِ الشَّيْطاَنُ؛ فَاتَّخَذَ عِلْمَهُ ذَرِيْعَةً إِلَى التَّكاَثُرِ بِالْماَلِ، وَالتَّفاَخُرِ بِالْجاَهِ، وَالتَّعَزُّزِ بِكَثْرَةِ اْلأَتْباَعِ، يُدْخِلُ بِعِلْمِهِ كُلَّ مَدْخَلٍ رَجاَءَ أَنْ يَقْضِي مِنَ الدُّنْياَ وَطَرَهُ، وَهُوَ مَعَ ذَلِكَ يُضْمِرُ فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ عِنْدَ اللهِ بِمَكاَنَةٍ، ِلاتِّساَمِهِ بِسِمَةِ الْعُلَماَءِ، وَتَرَسُّمِهِ بِرُسُوْمِهِمْ فِي الزَّىِّ وَالْمَنْطِقِ، مَعَ تَكاَلِبِهِ عَلَى الدُّنْياَ ظاَهِراً وَباَطِناً. فَهَذاَ مِنَ الْهاَلِكِيْنَ، وَمِنَ الحَمْقى الْمَغْرُوْرِيْنَ؛ إِذِ الرَّجاَءُ مُنْقَطِعٌ عَنْ تَوْبَتِهِ لِظَنِّهِ أَنَّهُ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ، وَهُوَ غاَفِلٌ عَنْ قَوْلِهِ تَعاَلَى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ وَهُوَ مِمَّنْ قاَلَ فِيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ: (أَناَ مِنْ غَيْرِ الدَّجاَّلِ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ مِنَ الدَّجاَّلِ) فَقِيْلَ: وَماَ هُوَ ياَرَسُوْلَ اللهِ؟، فَقاَلَ: (عُلَماَءُ السُّوْءِ). وَهَذاَ ِلأَنَّ الدَّجاَّلَ غاَيَتُهُ اْلإِضْلاَلُ، وَمِثْلُ هَذاَ الْعاَلِمِ وَإِنْ صَرَفَ الناَّسَ عَنِ الدُّنْياَ بِلِساَنِهِ وَمَقاَلِهِ فَهُوَ داَفِعٌ لَهُمْ إِلَيْهاَ بِأَعْماَلِهِ وَأَحْواَلِهِ، وَلِساَنُ الْحاَلِ أَفْصَحُ مِنْ لِساَنِ اْلمَقاَلِ، وَطِبَاعُ النَّاسِ إِلَى المُساَعِدِي فِي اْلأَعْماَلِ أَمْيَلُ مِنْهاَ إِلَى اْلمُتاَبِعَةِ فِي اْلأَقْواَلِ؛ فَماَ أَفْسَدَهُ هَذاَ المَغْرُوْرُ بِأَعْماَلِهِ أَكْثَرُ مِماَّ أَصْلَحَهُ بِأَقْواَلِهِ، إِذْ لاَ يَسْتَجْرِىءُ الْجاَهِلُ عَلَى الرَّغْبَةِ فِي الدُّنْياَ إِلاَّ بِاسْتِجْراَءِ الْعُلَماَءِ، فَقَدْ صاَرَ عِلْمُهُ سَبَباً لِجُرْأَةِ عِباَدِ اللهِ عَلَى مَعاَصِيْهِ، وَنَفْسُهُ الْجاَهِلَةُ مُذِلَّة مَعَ ذَلِكَ تَمَنِّيْهِ وَتَرَجِّيْهِ، وَتَدْعُوْهُ إِلَى أَنْ يَمُنَّ عَلَى اللهِ بِعِلْمِهِ، وَتُخَيَّلُ إِلَيْهِ نَفْسُهُ أَنَّهُ خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرٍ مِنْ عِباَدِ اللهِ – Ketahuilah bahwa sungguh manusia yang mencari ilmu terbagi tiga:
  1. Orang mencari ilmu untuk berbekal pada tempat kembali, dan maksud tujuannya hanya perhatian Allah dan kampung akhirat. Yang ini tergolong orang-orang beruntung.
  2. Mencari ilmu untuk mendapatkan kemudahan kehidupan kontan (dunia), meraih kejayaan, kedudukan dan harta kekayaan, namun dia tahu mengenai hal itu, sadar bahwa hal tersebut keliru dan maksud tujuannya adalah hina, maka dia tergolong orang yang belum jelas kedudukannya. Jika ajal kematiannya segera hadir untuk mengakhiri hidupnya sebelum dia betobat, dikhawatirkan ia su’ul-khatimah (jelek akhir hidupnya). Hidup dia pun tergantung pada arah kehendaknya. Namun jika dia mendapat taufiq hingga mau bertobat sebelum kedatangan ajal kematian, dan dia menyatukan ilmu dan amalan, dan membenahi kesalahan secara cermat, maka dia disusulkan pada golongan orang-orang beruntung, karena orang yang bertobat dari dosa bagaikan orang yang tidak berdosa.
  3. Mencari ilmu karena didorong Syaitan. Dia mencari ilmu untuk mempermudahkan memperbanyak harta kekayaan dan agar bisa membanggakan kedudukan, dan bisa mendapat kemuliaan karena bisa mengumpulkan pengikut. Dia menebarkan ilmunya pada tiap ada kesempatan, dengan harapan mendapatkan keduwian dan keinginan tersembunyi. Namun begitu di dalam hatinya terbayang bahwa dia memiliki kedudukan di sisi Allah, karena dia distatuskan ulama. Dia berbusana dan bertutur-kata seperti ulama, meskipun sesungguhnya dia rakus pada keduniawian secara lahir maupun batin. Yang ini tergolong orang-orang rusak, tergolong orang-orang bodoh yang tertipu, karena harapan tobatnya diterima terputus disebabkan dia meyakini dirinya tergolong orang-orang ihsan. Dia lupa terhadap Firman Ta’ala, “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ – Ya khususnya orang-orang yang telah beriman, kenapa kalian mengatakan yang tidak kalian lakukan?.” Dia juga tergolong orang yang disabdakan oleh Rasulullah “أَناَ مِنْ غَيْرِ الدَّجاَّلِ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ مِنَ الدَّجاَّلِ) فَقِيْلَ: وَماَ هُوَ ياَرَسُوْلَ اللهِ؟، فَقاَلَ: (عُلَماَءُ السُّوْءِ – Saya pada selain Dajjal lebih mengkhawatirkan atas kalian.” Ada yang berkata, “Apakah itu ya Rasulallah?.” Baginda bersabda, “Ulama suuk (jelek).” Karena tujuan Dajjal adalah menyesatkan; sementara orang alim yang ini meskipun lisan dan makalahnya memalingkan manusia dari duniawi, namun sebetulnya dia telah mendorong manusia pada duniawi dengan kerja-nyata, padahal ungkapan yang diutarakan dengan kerja-nyata lebih fasih dari pada diungkapkan dalam bentuk tutur-kata. Tabiat manusia cenderung lebih mudah mengikuti perbutan dari pada mengikuti ucapan. Amalan alim yang suk yang tertipu ini lebih merusak dari pada tutur katanya yang menebarkan kebaikan. Yang sudah-sudah, keberanian orang bodoh mencintai duniawi tak lain keculi karena mengikuti keberanian ulama. Itu berarti ilmu dia justru menyebabkan hamba-hamba Allah berani melakukan kemaksiatan. Dirinya yang bodoh adalah hina, namun berangan-angan penuh harapan, bahkan ia juga berdoa agar Allah memberi dia anugrah melalui ilmunya, bahkan terbayang dalam hatinya bahwa dia lebih baik dari pada hamba-hamba Allah kebanyakan.

[1] Penulis meyakini naskah dalam Maktabah Syamilah yang dinukil ini عمل salah. Penulis memper-gunakan yang benar naskah terbitan Thoha Putra عَلِمَ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar