Berkali-kali dan di beberapa tempat, KH Nurhasan Al-Ubaidah
ditanya, “Bagaimana hukumnya kalau mandi besar atau jinabat, langsung meratakan
air ke seluruh tubuh? Tanpa memulai wudhu dulu seperti nabi SAW?.”
Beliau menjawab, “Boleh dan sah.”
Karena sebelum datang ke Makkah untuk mengkaji Kutubussittah,
beliau telah membaca Bidayatul-Hidayah tulisan Imam Ghazali. Dan ternyata di dalam Tirmidzi juga dijelaskan: سنن
الترمذى - (1 / 181)
104 - حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى
عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا
أَرَادَ أَنْ يَغْتَسِلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ
يُدْخِلَهُمَا الإِنَاءَ ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ وَيَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ
لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يُشَرِّبُ شَعْرَهُ الْمَاءَ ثُمَّ يَحْثِى عَلَى رَأْسِهِ
ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. وَهُوَ الَّذِى
اخْتَارَهُ أَهْلُ الْعِلْمِ فِى الْغُسْلِ مِنَ الْجَنَابَةِ أَنَّهُ يَتَوَضَّأُ
وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يُفْرِغُ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ
يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ. وَالْعَمَلُ
عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ وَقَالُوا إِنِ انْغَمَسَ الْجُنُبُ فِى
الْمَاءِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ أَجْزَأَهُ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِىِّ وَأَحْمَدَ
وَإِسْحَاقَ.
Arti (selain isnad)nya:
A'isyah berkata, "Dulu apabila akan mandi
dari jinabat, Rasulullah SAW memulai dengan membasuh dua tangan sebelum
dimasukkan pada wadah air. Lalu membasuh
farjinya dan berwudhu seperti wudhu untuk shalat. Lalu membasahkan air pada
rambutnya. Lalu mengguyurkan tiga gayung untuk rambutnya."
Abu Isa (Tirmidzi) berkata, "Ini Hadits hasan
shahih, dan inilah yang dipilih oleh para ahli ilmu. Yakni mengenai ‘mandi
dari jinabat’. Dia berwudhu seperti wudhu untuk shalat, lalu mengguyur tiga
kali pada rambutnya, lalu meratakan air pada seluruh tubuhnya, lalu membasuh
dua kakinya. Pengamalan ini di lalukan oleh para ahli ilmu.
Mereka berkata ‘sebetulnya kalau orang junub
menyelam di dalam air, lalu berwudhu sudah cukup’."
Syafi'i, Achmad bin Chambal, dan Ischaq, juga berpendapat
demikian.
Penerus beliau KH Mas’udi Rodhi dan KH Kasmudi pernah berkata, “لِساَنُ
الْحاَلِ أَفْصَحُ مِنْ لِساَنِ اْلمَقاَلِ – Bahasa peragaan lebih fasih daripada bahasa
makalah” Merujuk ucapan Imam Ghazali yang ditulis di dalam Bidayatul-Hidayah.
Hanya saja karena menurut Ibnu Hajar, “Kitab yang manfaatnya paling besar
setelah Kitab Allah adalah Bukhari” Maka KH Nurhasan dengan sengaja mengajak
murid-muridnya, mengkaji dan mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Agar lebih
selamat dan lebih mendapatkan barakah.
Tentang Al-Qur’an, Bukhari meriwayatkan:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ
الْمَقْبُرِىُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى
الله عليه وسلم - « مَا مِنَ الأَنْبِيَاءِ نَبِىٌّ إِلاَّ أُعْطِىَ مَا مِثْلُهُ
آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ ، وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِى أُوتِيتُ وَحْيًا أَوْحَاهُ
اللَّهُ إِلَىَّ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ».
Artinya:
Abdullah bin Yusuf (guru kami), murid
Al-Laits, murid Sa’id Al-Maqburi, menyampaikan Hadits dari ayahnya, dari Abi
Hurairah: ‘Nabi SAW bersabda, “Tiada seorang nabi dari
nabi-nabi yang ada, kecuali pasti telah diberi (Mukjizat) yang mengakibatkan
manusia beriman padanya. Namun yang telah diberikan padaku, Wahyu yang Allah
wahyukan padaku. Maka saya optimis pengikutnya akan akan lebih banyaknya
mereka, di hari kiamat’.”
Masih tentang Al-Qur’an:
Ada tiga kelumit di dalam Firman Allah yang jika diperhatikan
sangat bermanfa’at, “أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا
بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ
اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكُمْ فَاعْلَمُوا
أَنَّمَا أُنْزِلَ بِعِلْمِ اللَّهِ وَأَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَهَلْ
أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
Artinya:
Apa justru mereka berkata ‘dia telah
mengarangnya’. Katakan ‘datangkan sepuluh Surat (judul karya ilmiah) semisalnya
yang dikarang! Dan ajaklah orang yang kalian mampu (mengajak) selain Allah! Jika
kalian telah benar! Namun jika mereka mutlak tidak mampu
mengabulkan pada kalian, maka ketahuilah bahwa:
1.
Sungguh Ia telah diturunkan dengan memuat Ilmu
Allah.
2.
Dan bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah
kecuali Dia.
3.
Bukankah kalian akan masuk Islam."
-------------
1.
Kelumit pertama berbunyi Am (أَمْ) yang di sini
diartikan justru, berdasarkan Tafsir Khazin dan
lainnya: { أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ } يَعْنِيْ
بَلْ يَقُوْلُ كُفاَّرُ مَكَّةَ اخْتَلَقَهُ – Am yaquulunaftaraah, yakni ‘justru orang-orang
kafir Makkah berkata, “Dia telah mengarangnya’.” Memang dalam beberapa
tempat, am diartikan apakah. Namun di sini diartikan bal atau justru, karena
kontek yang ada. Memang dalam bahasa Arab bal terkadang
diartikan justru. Contoh: حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا هِشَامٌ أَنَّ ابْنَ جُرَيْجٍ أَخْبَرَهُمْ
قَالَ أَخْبَرَنِى عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جُبَيْرِ بْنِ شَيْبَةَ قَالَ جَلَسْتُ
إِلَى سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ فَحَدَّثَنِى أَنَّ جَدَّهُ حَزْنًا قَدِمَ عَلَى
النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - . فَقَالَ « مَا اسْمُكَ » . قَالَ اسْمِى
حَزْنٌ . قَالَ « بَلْ
أَنْتَ سَهْلٌ »
- Ibrahim bin Musa murid Hisyam menceritakan Hadits pada kami, “Sesungguhnya
Ibnu Juraij memberi khabar mereka: ‘Abdul-Hamid bin Jubair bin Syaibah
memberiku khabar ‘saya pernah duduk di dekat Sa’id bin Al-Musayyab. Sa’id
bin Al-Musayyab bercerita bahwa sungguh kakeknya bernama Hazn telah datang
pada Nabi SAW. Nabi bertanya ‘siapa namamu?’. Ia berkata
‘namaku Hazn’. Nabi bersabda ‘bal (justru) kau
ini Sahl’.” [HR Bukhari juz 20 halaman 290].قَالَ
إِسْحَاقُ بْنُ أَبِى طَلْحَةَ حَدَّثَنِى أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ جَاءَتْ
أُمُّ سُلَيْمٍ - وَهِىَ جَدَّةُ إِسْحَاقَ - إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَقَالَتْ لَهُ وَعَائِشَةُ عِنْدَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ الْمَرْأَةُ
تَرَى مَا يَرَى الرَّجُلُ فِى الْمَنَامِ فَتَرَى مِنْ نَفْسِهَا مَا يَرَى
الرَّجُلُ مِنْ نَفْسِهِ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ فَضَحْتِ
النِّسَاءَ تَرِبَتْ يَمِينُكِ. فَقَالَ لِعَائِشَةَ « بَلْ أَنْتِ فَتَرِبَتْ
يَمِينُكِ نَعَمْ فَلْتَغْتَسِلْ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ إِذَا رَأَتْ ذَاكِ » - Ischaq bin
Abi Thalchah berkata, “Anas bin Malik bercerita padaku ‘Ummu Sulaim nenek
Ischaq, pernah datang pada Rasulallah SAW, untuk berkata ‘ya
Rasulallah, seorang wanita melihat (bermimpi) seperti seorang pria bermimpi
di waktu tidur. Dia menyaksikan yang disaksikan oleh pria di dalam tidur
tersebut (mengeluarkan cairan)?’; di sisi beliu SAW ada ’A’isyah yang segera berkata ‘ya Umma Sulaim kau
telah mempermalukan wanita. Jatuh tanganmu’. Pada ‘A’isyah, beliau
SAW bersabda ‘bal (justru) tanganmu yang jatuh.
Betul! Hendaklah dia mandi, ya Umma Sulaim, jika dia menyaksikan
demikian itu’.” [HR Muslim juz I halaman 171].
2.
Kelumit kedua berbunyi lam yang
di sini diartikan mutlak tidak, berdasarkan tulisan Jalalud-Din
As-Sayuthi dalam Al-Itqan “لَمْ حَرْفُ جَزْمٍ
لِنَفْيِ الْمُضاَرِعِ وَقَلْبِهِ ماَضِياً نَحْوُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ –Lam adalah harfu
jazmin, meniadakan mudhari’ dan kebalikannya yaitu waktu
lampau, contoh:لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ – Mutlak
tidak berputra dan mutlak tidak diputrakan.”
3.
Kelumit ketiga berbunyi “Fa’lamuu,” yang
di sini diartikan maka ketahuilah. Akan lebih tepat jika
diartikan maka ilmuilah, karena i’lamuu berasal
dari ‘alima ya’lamu ‘ilman, dan ilmu ialah pengetahuan yang
telah teruji kebenarannya. Ada tiga pernyataan yang difirmankan setelah “Fa’lamuu:
1.
Annmaa unzila bi’ilmillaah – Bahwa
sesungguhnya Ia (Al-Qur’an) diturunkan dengan memuat Ilmu Allah.
2.
Wa an laaa Ilaaha illaa Huwa – Dan bahwa tiada
Tuhan yang wajib disembah kecuali Dia.
3.
Fahal antum muslimuun – Maka bukankah kalian
akan masuk Islam?.” Hal di sini diartikan bukankah berdasarkan: هَلْ
حَرْفُ اسْتِفْهاَمٍ يُطْلَبُ بِهِ التَّصْدِيْقُ دُوْنَ التَّصَوُّرِ – Hal adalah harfustifham (huruf
pertanyaan) dengan harapan disetujui, namun juga huruf tashawwur.
[Al-Itqan juz 1 halaman 203].
Ramalan atau Nubuat dalam Al-Qur’an
Ada orang bertanya, “Berdasarkan Ayat di atas, Ayat lainnya, dan
Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi di atas, berarti Terjadinya Perang
Salib telah diramal atau dinubuat dalam Al-Qu’an?.”
Jawabannya “Tidak hanya Perang Salib, bahkan setelah semua orang
iman yang di neraka masuk surga semuanya, Al-Qur’an menerangkan: وَقُضِيَ
بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَقِيلَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } [الزمر:
75]
– Dan di antara mereka dihukumi dengan hak. Dan dikatakan “الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ – Segala Puji Hak Allah Tuhan Seluruh Alam.” [Qs
Az-Zumar 75].
Perang Salib
Perang Salib ialah peperangan yang dilancarkan oleh kaum
Salibis menyerang kawasan Baitul-Maqdis dan sekitarnya, hingga akhirnya
melebar luas sekali. [1]
Saat berkobarnya Perang Salib satu’ Islam sangat kuat sekali. Bahkan mereka di
atas kejayaan yang maksimal. Itu terjadi pada saat Islam di bawah pimpinan
Sulthan ‘Adhidullah dari Uluwiyyah atau Fathimiyyah. Tetapi di sisi lain juga
ada raja Islam, yaitu Sulthan Al-Muqtafi liamrillah.
Sebetulnya kisah berkobarnya Perang Salib yang sangat panjang
sekali merupakan bukti bahwa semua yang besar maupun yang kecil, yang banyak
maupun sedikit, telah dikodar oleh Allahu Akbar. Banyak
sekali Ayat yang membahas kodar dengan indah sekali. Termasuk di antaranya
dalam Surat Ar-Rum:
الم
غُلِبَتِ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ
وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ.
Alif Lam Mim. Romawi telah dikalahkan di lebih
dekatnya bumi. Namun setelah kalah, mereka akan mengalahkan, di dalam bidh’i tahun.[2] Hak
Allah, segala perkara sejak sebelum itu, dan sejak setelah itu. Dan di
hari itu orang-orang iman berbahagia karena Pertolongan Allah. Dia menolong
orang yang Dia kehendaki, dan Dia Maha Mulia Maha Penyayang.
[1] Kawasan
ini dan sekitarnya kawasan yang paling banyak dipergunakan perang. Sejak Nabi
Musa diperintah Allah memerangi kaum Jabbar atau Imlaq atau Amaliqah yang
bertempat di Baitil-Maqdis dan sekitarnya hingga saat ini telah banyak sekali
dipergunakan perang dan perang.
[2] Bidh’i ialah bilangan mulai tiga
hingga Sembilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar