Di hari yang mendebarkan itu, Abu Ubaidah menunggu kedatangan Amer bin Al-Ash, yang membawa 5.000 pasukan berkuda, dari berdakwah. Di antara mereka, ada orang-orang penting, Ubadah bin Asshamit, Amer bin Rabiah, Bilal bin Chamamah, dan Rabiah bin Amir (ربيعة بن عامر).
Amer bin Al-Ash dan arak-arakan pasukannya memasuki kota di negeri Qaisariyah (Caesarea/قيسارية). Kota yang sangat subur itu berudara sangat dingin. Pepohonannya berbuah melimpah, besar-besar, dan mudah dipetik. Mereka banyak yang merasa kedinginan, setelah makan buah-buahan yang terlalu dingin.
Subai bin Dhamrah Al-Charrani (سبيع بن ضمرة الحراني) mengumpat, “Semoga Allah mempermalukan kaum Laknat yang negeri, air, dan
buah-buahannya, sangat dingin ini. Saya takut jangan-jangan kita bisa
mati karena kedingan.”
Ada lelaki penghuni negeri itu yang
menjawab, “Hai orang Arab! Kalau kedinginan di sini, minumlah air anggurnya!”
Sambil menunjukkan air anggur di dalam wadah.
Subaia dan teman-temannya dari Yaman, bergegas mencicipi perasan anggur yang mengarak di
dalam wadah itu. Beberapa orang terkejut, karena
Subaia dan teman-temannya mabuk.
Beberapa orang melaporkan pada Amer, mengenai mereka. Melalui surat, Amer melaporkan kejadian itu, pada
Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah mengirimkan jawaban, “Amma ba’d. Yang telah minum khomer, hukumlah sebagaimana perintah Allah! Jangan takut celaan orang yang mencela!.”
Amer membaca surat jawaban dari Abu Ubaidah. Lalu
memanggil, untuk mendera Subai dan kawan-kawannya.
Subai merasa kesakitan, saat didera
dengan cambuk, dan bersumpah, “Demi Allah, orang yang menipu saya itu, akan saya bunuh!.”
Dia menghunus pedang untuk mencari lelaki yang telah menipu. Lelaki itu ketakutan dan berlari menghindari kejaran Subai, sambil menangis, “Apa dosaku?.”
Dia menghunus pedang untuk mencari lelaki yang telah menipu. Lelaki itu ketakutan dan berlari menghindari kejaran Subai, sambil menangis, “Apa dosaku?.”
Subai membentak, “Kau telah menjerumuskan saya pada
amalan yang dimurkai oleh Tuhan!.”
Dia menangis, “Saya tidak tahu bahwa arak diharamkan
di dalam agamamu.”
Ubadah bin Asshamit melerai, “Hai Subai! Jangan dibunuh! Dia dzimmi yang harus dilindungi.”
Ubadah bin Asshamit melerai, “Hai Subai! Jangan dibunuh! Dia dzimmi yang harus dilindungi.”
Dengan perasaan bersalah, lelaki itu datang untuk menghantar buah tin dan anggur kering. “Makanlah ini untuk menghangatkan badan,” katanya.
Badan Subai terasa enak, setelah
makan buah tin dan anggur kering. Dan bertanya, “Kenapa saya tadi, tidak diberi ini saja?.”
Amer membawa mereka menuju Machl (محل).
Seorang mata-mata memacu kuda agar lari kencang, untuk laporan pada Raja Filasthin bin Hiraqla, mengenai Kedatangan Amer dan Pasukannya, ke wilayah kekuasaan Filasthin.
Sebelum itu, sejumlah pasukan Hiraqla telah berlari
ketakutan, untuk berlindung pada Filasthin, sehingga jumlah
pasukan berkuda Filasthin menjadi 80. 000 orang.
Filasthin memanggil lelaki untuk diperintah, “Datangilah mereka, dan laporkan
pada saya, gerak-gerik mereka!” agar memata-matai pasukan
Muslimiin.
Lelaki itu memacu kuda secepat-cepatnya, untuk memata-matai pasukan Muslimiin dari Yaman, yan menyalakan obor dan api unggun.
Dia menyimak berbincangan mereka, di malam
itu. Kaum Muslimiin tidak mencurigai, karena dia dikira seorang
Muslim.
Setelah dia berdiri, ketahuan bahwa dia mata-mata. Karena sarungnya menjuntai ke tanah, dan berkata, “Dengan Nama Salib.”
Setelah dia berdiri, ketahuan bahwa dia mata-mata. Karena sarungnya menjuntai ke tanah, dan berkata, “Dengan Nama Salib.”
Ketika dia memacu kuda, dikejar oleh sejumlah pasukan Muslimiin, untuk dibunuh. Kegaduhan yang riuh dalam pembunuhan itu, sampai ke telinga Amer, yang lalu bertanya, “Ada apa ini?.”
Beberapa orang menjawab, “Kaum Yaman
menghajar orang yang memata-matai kita, hingga dia tewas.”
Amer terkejut dan bergerak cepat, mendatangi
tempat kejadian, untuk menegur, “Kenapa kalian membunuh dia? Kenapa
tidak kalian datangkan pada saya? Banyak mata-mata yang akhirnya justru masuk
Islam, karena Penguasa hati adalah Allah!.”
Dia berteriak, “Hai semuanya! Yang menangkap
mata-mata, agar dihadapkan pada saya!.”
Filasthin yakin mata-matanya tewas, karena telah lama ditunggu tidak juga datang. Dia perintah seorang agar memata-matai dan melaporkan mengenai Pasukan Muslimiin.
Lelaki itu memacu kuda secepat-cepatnya, mendaki puncak gunung. Di atas jauh, dia mengamati
pasukan Muslimiin yang berada di bawahnya.
Lalu pulang untuk melaporkan, “Mereka sekitar 5.000 pasukan berkuda. Tampaknya
mereka kaum yang sangat ganas, bagai singa. Mereka lebih
menyenangi mati daripada hidup” pada Filasthin.
Filasthin mengirup nafas panjang, lalu bersumpah,
“Demi Al-Masih dan yang dikurbankan, kita harus memerangi mereka. Mungkin saya
akan menang, mungkin justru akan mati, oleh amukan mereka.”
Filasthin mengumpulkan pasukan yang kuat berjumlah 10.000 orang. Yang diperintah untuk memimpin mereka, Bathriq Baklakun (بكلاكون). Baklakun diperintah, “Bawalah pasukan ini, untuk mengamati gerak-gerik pasukan Arab!.”
Saat itu juga, Baklakun menggiring arak-arakan
10.000 pasukan.
Beberapa jam setelah itu, arak-arakan 10.000 pasukan berkuda di bawah pimpinan Jirjis bin Bakur, menyusul mereka. Oleh Filasthin, Jirjis diperintah, “Susullah temanmu bernama Baklakun dan pasukannya!.”
Di hari kedua, Filasthin menggiring arak-arakan 60.000 pasukan berkuda, menyusul 20.000 pasukan berkuda sebelumnya.
Derap kaki kuda mereka membahana, membuat
penduduk yang dilewati senang
dan ketakutan.
Sesampai
mereka di negeri Qaisariyah, Filasthin meninggalkan putra pamannya bernama
Qisthas (قسطاس),
agar memimpin 10.000 pasukan berkuda.
Seri sebelumnya, klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar