Abu Ubaidah perintah agar pasukan Muslimiin mendekatikerajaan.
Di bawah kerajaan, mereka membaca takbir dan tahlil. Dan menampakkan pedang mengkilap, lalu menantang perang.
Di bawah kerajaan, mereka membaca takbir dan tahlil. Dan menampakkan pedang mengkilap, lalu menantang perang.
Pasukan musuh
menengok dari atas dinding dengan perasaan takut. Mereka bermusyawarah mengenai
Siasat Mematahkan Serangan Lawan. “Sebaiknya segera kita lawan” kata sebagian
mereka.
Ada yang membantah, “Yang benar justru kita bertahan di sini saja. Mereka tidak mungkin bisa kemari.”
Ada yang membantah, “Yang benar justru kita bertahan di sini saja. Mereka tidak mungkin bisa kemari.”
Tetapi
kebanyakan mereka menghendaki berperang dari dalam benteng yang telah diberi
tempat-tempat pengintaian.
Batu-batuan
dan anak panah dari atas, menukik bertubi-tubi mulai siang hinggga malam.
Abu Ubaidah mengabulkan, “Ya.”
AbuUbaidah memilih 30 pasukan pemberani. Di hadapan mereka Abu Ubaidah berkata, “Kalian semuanya saya minta, agar taat pada Damis ini. Semoga Allah
menyayang kalian. Dia saya angkat sebagai pimpinan karena dia lebih mulia
daripada kalian. Serangan dia juga dahsyat. Jangan ada yang berkata ‘kenapa
yang memimpin hanya seorang mantan hamba sahaya? Demi Allah, kalau saya bukan
pemimpin kalian, saya pasti telah mengikuti dia untuk merebut
kemenangan.”
Mereka
berkata, “Semoga Allah berbuat baik pada Anda. Kami tidak ragu-ragu mengenai
kebijakan dan kesenioran Anda. Sejak sebelum ini perkataan, Anda lebih kami
hargai. Ketaatan kami pada Anda tak diragukan lagi. Kalau Anda
menunjuk orang kafir agar memimpin kami pun, pasti kami taati. Karena kami tahu
tujuannya pasti baik, untuk memperjuangkan agama. Kami memahami dan akan mentaati
Allah, Anda, dan orang yang Anda tunjuk, agar memimpin kami.”
Abu
Ubaidah senang mendengar jawaban mereka. Dan berkata, “Jazakumullahu khaira,”lalu berkata, “Ketahuilah bahwa saya yakin, kerajaan ini akan kita taklukkan
berkat perjuangan Damis ini. Dia ahli siasat dan pandangannya cemerlang.
Ikutilah perintahnya dan bertawakkallah pada Allah! Ingatlah bahwa Rasulullah SAW pernah mengangkat mantan hamba sahaya menjadi pemimpin atas sejumlah tokoh
Muslimiin, untuk berperang’.”
Damis datang menghadap, disambut dengan
pertanyaan, “Ya Damis, apa lagi yang kau inginkan?” oleh Abu Ubaidah.
Dia minta, “Sebaiknya Anda segera
memimpin serangan atas kerajaan. Saya yang mengatur di dalam persembunyian
sejauh satu farsakh (فَرْسَخٌ). [1] Yang menghubungkan saya dan Anda,
sejumlah pasukan khusus, agar musuh tidak tahu bahwa ada kami. Para
penghubung yang mendatangi kami, tidak boleh membawa pedang. Bolehnya hanya
membawa belati, dan harus berpencar melewati jalan berbeda. Allah lah yang kita harapkan menolong Segala Urusan kita.”
Abu
Ubaidah makin yakin bahwa Damis ahli bersiasat dan berpandangan
cemerlang.
Damis
mendatangi pasukannya untuk berkta, “Hai pemuda Arab! Mari kita berjihad!
Semoga Allah memberi Barakah kalian. Kita akan bersembunyi di dalam jurang,
agar pasukan kerajaan tidak tahu di mana kita. Senjata yang harus kalian bawa,
pedang, perisai, belati.”
Pasukan
telah siap semuanya; Damis telah mengenakan busana perang dan membawa belati.
Lalu mengajak mereka menjauhi pasukan induk, menuju gua di dalam gunung.
Pasukan induk di bawah pimpinan Abu Ubaidah telah pergi, untuk menyerang kerajaan dari bawah.
Pasukan induk di bawah pimpinan Abu Ubaidah telah pergi, untuk menyerang kerajaan dari bawah.
Dari
atas benteng, pasukan Chalab melihat
arak-arakan pasukan Muslimiin di bawah. Mereka berteriak-teriak keras dari
atas, menggemuruh. Sebagian mereka berkata pada raja mereka, “Yang mulia!
Bukalah pintu gerbang! Agar kita bisa keluar dari belakang mereka! Untuk menawan
atau membunuh seorang mereka.”
Mereka
menyerang pasukan Muslimiin dari atas benteng hingga waktu isyak.
Damis
bertanya, “Siapa yang berani datang kebawah kerajaan, untuk melaporkan keadaan
di sana? Tugas dia selain itu, menangkap mata-mata pasukan Chalab, untuk
kita paksa menjelaskan rahasia kerajaan ini?.”
Semuanya
diam tidak ada yang menjawab. Dan terkejut oleh bentaan, “Ternyata kalian sama
takut mati” dari Damis.
Damis
keluar dari gua cukup lama. Lalu masuk lagi membawa tawanan, dan perintah, “Hai
para pemuda! Tahanlah dia jangan sampai lari! Dan paksalah! Agar menjelaskan
rahasia yang kalian butuhkan!.”
Lelaki tawanan itu diberondong pertanyaan, tetapi tidak faham dengan bahasa Arab. Dia perintah, “Jagalah dia!” lalu keluar lagi.
Lelaki tawanan itu diberondong pertanyaan, tetapi tidak faham dengan bahasa Arab. Dia perintah, “Jagalah dia!” lalu keluar lagi.
Dia masuk lagi ke dalam gua, membawa tiga
tawanan.
Empat tawanan tidak bisa berbahasa Arab. Tangan mereka diikat erat di belakang. Dia keluar lagi hingga pertengahan malam.
Empat tawanan tidak bisa berbahasa Arab. Tangan mereka diikat erat di belakang. Dia keluar lagi hingga pertengahan malam.
Mereka sangat mengkhawairkan keselamatan Damis.
Sebagian mereka berkata, “Jangan-jangan dia ketahuan dan ditawan atau dibunuh
oleh lawan?.”
Perbincangan mengenai Damis makin serius, bahkan mereka hampir keluar, untuk bergabung pada pasukan induk. Dan terkejut ketika Damis datang membawa lelaki dari Chalab. Mereka marah dan hampir membunuh lelaki, yang disangka sebagai penyebab Damis terlambat pulang. Mereka berkata, “Kami telah mengkhawatirkan keselamatanmu.”
Dia mejawab, “Saya pergi lama, ke dekat kerajaan.
Di dalam persembunyian, saya mendengar pembicaraan pasukan Chalab yang lalu-lalang di bawah. Saya amati
di antara mereka, tidak ada yang berbahasa Arab. Dalam persembunyian yang lama
itu, saya berputus asa. Ketika saya hampir pulang, tiba-tiba ada suara
mengejutkan. Setelah saya cari, ternyata ada lelaki jatuh dari atas benteng,
dan inilah orangnya. Dia telah sengaja terjun bebas dari atas benteng."
Mereka mendekati sambil memberondong pertanyaan,
pada lelaki berkening memar, yang tidak memahami bahasa Arab.
Damis berkata, “Saya yakin dia melarikan diri dari kaumnya. Sayang sekali kalian tidak memahami bahasa dia. Tunggu sebentar! Akan saya carikan orang yang bisa berbahasa Arab dan bahasa dia!.”
Damis keluar lagi untuk menangkap lelaki bersurban se tengkuk. Lelaki tawanan itu dibawa masuk dan ditanya, “Kau dari Madinah atau dari kerajaan itu?.”
Damis berkata, “Saya yakin dia melarikan diri dari kaumnya. Sayang sekali kalian tidak memahami bahasa dia. Tunggu sebentar! Akan saya carikan orang yang bisa berbahasa Arab dan bahasa dia!.”
Damis keluar lagi untuk menangkap lelaki bersurban se tengkuk. Lelaki tawanan itu dibawa masuk dan ditanya, “Kau dari Madinah atau dari kerajaan itu?.”
Damis bertanya, “Kau berasal dari Chalab atau
Arab Nashrani?.”
Dia menjawab, “Saya Nashrani Arab.”
Mereka merayu, “Maukah kau menunjukkan rahasia, mana
jalan menuju benteng itu? Kalau mau, kau kami lepas, dan kami jamin
selamat.”
Dia menjawab, “Saya tidak tahu di mana jalan menuju benteng itu? Kalaupun saya tahu juga tak mungkin mau menjelaskan pada kalian, demi Al-Masih.”
Dia menjawab, “Saya tidak tahu di mana jalan menuju benteng itu? Kalaupun saya tahu juga tak mungkin mau menjelaskan pada kalian, demi Al-Masih.”
Dengan geregetan, Damis perintah, “Tanyalah para
tawanan ini ‘mereka penduduk pribumi’ bukan?” pada tawanannya yang baru.
Setelah bertanya teman-teman yang ditawan, dia melaporkan, “Mereka semua pasukan berasal dari dalam benteng di atas sana.”
Setelah bertanya teman-teman yang ditawan, dia melaporkan, “Mereka semua pasukan berasal dari dalam benteng di atas sana.”
In syaa Allah bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar