Di antara mereka yang tampak sangat khawatir, penguasa kota Amuriyah yang mengamati Khalid telah menguasai Bathriq Luqa, penguasa Qinasrin.
Dia khawatir jika Khalid membunuh tokoh handal itu.
Dia menghadap Raja Jabalah untuk berkata, “Demi Allah! Kaum Arab
ini ‘para syaitan!’ Lihatlah betapa menakjubkan! ‘Seorang Arab membawahi
sepuluh prajurit telah dikepung pasukan berjumlah sebanyak ini tidak takut’. [1] Bahkan telah menangkap dan menguasai
tokoh kita dengan ketat, tidak mudah dilepaskan. Sungguh saya sangat khawatir
jangan-jangan dia membunuh tokoh kita yang sangat dicintai oleh Raja Hiraqla. Katakan
pada orang Arab itu ‘lepaskan tokoh kami agar bergabung pada kami!’ Rayulah
agar mau melepaskan! Jika telah lepas, mereka kita serang dan kita bunuh dengan
serempak!.”
Makin merapat, mereka mengepung regu Khalid.
Hamam menodongkan senjata pada Bathriq Luqa yang diikat erat,
untuk menahan serangan mereka.
Mereka yang berani berteriak, “Kalian sahabat Muhammad
yang mana?! Jangan-jangan hanya pengikutnya?! Katakan sebelum kami membunuh
kalian!.”
Khalid menjawab, “Kami benar-benar sahabat Muhmmad Al-Mukhtar
(المختار/pilihan). Di kalangan
masyarkat, kami dikenal sebagai ahli qiblat, Islam, kaum sopan, kaum baik hati.
Tentang garis keturunan kami? Kami ini dari beberapa kabilah yang berbeda. Allah
telah menjadikan ‘kalimat kami’ sama: Laa Ilaaha illaa Allah Muhammadun
Rasul Allah (لا إله إلا الله محمد رسول الله). Semoga Allah
menambahi kemuliaan pada nabi SAW!.”
Dengan marah, Jabalah menggertak, “Kau pimpinan pasukan Arab
yang kemari itu!?.”
Khalid menjawab, “Saya bukan pimpinan mereka! Saya hanya saudara
mereka di dalam Islam!.”
Jabalah bertanya, “Kau tergolong sahabat Muhammad!?.”
Khalid menjawab, “Sayalah pahlawan dari keluarga Bani Makhzum
bernama Khalid bin Al-Walid, sahabat Rasulillah SAW. Yang di kananku Abdur
Rohman bin Abi Bakr, yang di kiriku orang Yaman bernama Rafi’ bin Umairah (رافع
بن عميرة الطائي)
menantu dan buah hatiku. Dia lulus seleksi dari kabilah-kabilah, sebagai pemuda
yang sangat pemberani. Kau jangan menyangka membunuh kami ‘mudah!’ Jangan
bangga hanya karena pasukan kalian terlalu banyak! Gambaran kalian saat ini,
bagaikan kawanan burung di dalam sarang yang telah diincar oleh pemburu. Si
pemburu telah meletakkan perangkap. Semua akan tertangkap kecuali hanya
sedikit.”
Kemarahan Jabalah pada Khalid membuat susana semakin tegang. Apa
lagi ketika dia menggertak, “Kau akan tahu bahwa kekalahan, justru akan menimpa
dirimu! Yaitu ketika senjata kami telah kami mainkan! Kau dan orang-orangmu
akan kami bunuh untuk diberikan binatang buas di hutan itu! Agar dicabik-cabik
untuk sarapan pagi dan makan malam.”
Khalid berkata, “Dalam agama kami, tidak ada yang menakutkan!
Justru kamulah orang yang seharusnya takut neraka! Karena kamu menyembah
Salib.”
Jabalah berkata, “Saya tergolong raja negeri Hamdan, keturunan
Ghasan. Sayalah Jabalah bin Al-Aiham.”
Khalid berkata, “Kamu telah murtad dari agama Islam! Barang siapa
memilih kesesatan mengabaikan hidayah (petunjuk), dan memilih jalan durhaka ‘berari
telah sesat!’.”
Jabalah menjawab, “Saya tidak demikian. Saya justru telah
memilih kemuliaan ‘menyingkirkan kehinaan dan kerendahan’.”
Khalid berkata, “Ambisimu justru akan merendahkan kau. Yang
benar, kemuliaan adalah kota di surga abadi, yang jauh dari kampung hina.”
Jabalah berkata, “Hai keturunan Makhzum! Jangan banyak bicara!
Adanya saya mengulur umurmu dan kaummu, karena kau menawan dia. Saya khawatir
jika kami menyerang kalian, kalian membunuh dia. Padahal dia orang penting dan
keluarga dekat Raja Hiraqla. Lepaslah dia! Saya akan berbuat baik pada
kalian!.”
Khalid berkata, “Tawananku takkan saya lepaskan dari tanganku,
karena akan saya bunuh! Saya takkan peduli apapun yang akan terjadi setelah
itu! Adapun rencanamu akan menyerang kami dengan seluruh pasukan sebanyak ini! Kalau
memang berani silahkan lakukan! Jumlah kalian sangat banyak! Pasukan saya hanya
sepuluh! Kalau kalian berhasil membunuh kami, berarti kalian bisa menyelamatan
pimpinan kalian yang saya tawan ini!
Namun jika Allah membuat kami menang, kalian akan kami bunuh! Sekarang juga
bersiaplah perang! Tiada Pertolongan kecuali dari Allah! Tewasnya tawananku ‘takkan
menyusahkan’ jika kalian saya bunuh sebelum dia!.”
Raja Jabalah menundukkan wajah, kehabisan akal.
Dia menjelaskan pada penguasa kota Amuriyah mengenai perbincangannya
dengan Khalid.
Penguasa Amuriyah marah dan menghunus pedangnya. Khalid
mengamati bathriq itu bergerak dengan pedang terhunus, untuk menyerang. Langkah
dan gerak sang batrhiq, dihentikan oleh gertakan Jabalah, “Jangan! Kembali!.”
Sang bathriq kembali lagi di bawah naungan Salib, di sisi
Jabalah. Raja Jabalah berjalan mendekati Khalid, untuk berkata, “Hai keturunan
Makhzum! Kau benar! Peperangan ada dua kemungkinan, ‘menang atau kalah’. Tapi
kaum kami tidak mau tahu tentang hal itu, mau mereka menyerang kalian. Setelah
saya ajak berbicara, mereka setuju jika kita berperang satu lawan satu. Dari
kalian yang akan maju ‘silahkan!’.”
Khalid bergerak untuk mengabulkan tantangan, namun
dihalang-halangi oleh Abdur Rohman bin Abi Bakr Asshiddiq, “Ya Ayah Sulaiman!
Demi kubur yang ditempati oleh Nabi SAW, dan demi uban Abu Bakr RA! Seorangpun
jangan mengabulkan tantangan ini keculi saya! Saya akan berjuang dengan tekat
besar, untuk menyusul ayahku Abu Bakr Asshiddiq!.”
Khalid perintah, “Silahkan! Semoga Allah mensyukuri ucapan dan
perjuanganmu.”
Abdur Rohman memacu kuda besar bekas milik Umar, untuk mendekat.
Saat paling mendebarkan, ketika Abdur Rohman berbaju perang dan berhelm perang yang dilengkapi dengan rajut besi pelindung leher, dengan gagah ‘memacu kuda’ di pertengahan
pasukan Romawi. Bibirnya meneriakkan, “Ayo siapa yang akan berperang denganku!
Akulah putra Asshiddiq.”
Orang-orang terpukau oleh untaian syair yang dilantunkan:
Aku Hamba Allah pemilik Keagungan
Pemilik Kemuliaan
Ayahku agung yang benar jika bicara
Saya membela Islam bukan hanya berbicara
Tantangan Abdur Roman ditanggapi oleh lima orang berkuda gagah
berani. Abdur Roman bergerak cepat melancarkan beberapa serangan mematikan.
Dalam beberapa jurus, seorang dari mereka tewas bersimbah darah. Serangan
berikutnya makin ganas, membuat mereka berempat tewas oleh tusukan tombaknya.
Mereka terperangan, hati mereka berdebar-debar ketakutan. Mereka
berembuk untuk menyerang dengan serempak, namun niat mereka dihentikan oleh
Raja Jabalah.
[1] Jumlah mereka semuanya
13 orang. Sa’id hanya penunjuk jalan, dan Hamam hanya pelayan Khalid.
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
Ponpes Kutubussittah Mulya Abadi Mulungan Sleman Jogjakarta Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar