Yang paling susah di saat Aban wafat adalah istrinya,
anak-perempuan paman dari jalur ayah. Mereka berdua baru menikah, ketika Perang Ajnadin. Dalam peperangan yang terlalu sibuk itu, somba
yang melekat pada tangan istrinya ketika menikah, belum hilang. Begitu pula
parfum Athor di rambutnya.
Janda Aban berpakain hampir seperti lelaki, karena bergabung dalam pasukan. Kalau berjalan cepat dan sangat pemberani. Begitu mendengar berita suaminya wafat, dia segera membuat pakainnya kedodoran, dan mendatangi mayat suami.
Janda Aban berpakain hampir seperti lelaki, karena bergabung dalam pasukan. Kalau berjalan cepat dan sangat pemberani. Begitu mendengar berita suaminya wafat, dia segera membuat pakainnya kedodoran, dan mendatangi mayat suami.
Di sisi mayat suami, dia bersabar dan berharap mendapatkan
pahala. Pada mayat suami, dia berkata, “Kau telah berbahagia karena telah
menikmati pahala. Dan telah bersanding pada Tuhan yang selama ini telah
mengumpulkan kita berdua. Untuk sementara kita berpisah. Sungguh saya akan
berjihad dengan semangat, untuk menyusul kau. Saya rindu padamu. Lelaki selain kau,
haram menyentuh saya. [1] Sungguh saya telah
menempatkan diri di Jalan Allah, agar dapat menyusulmu. Semoga ‘harapan
saya ini’ akan terwujud tak lama lagi.”
Di tempat wafatnya, Aban dimakamkan.
Khalid termasuk orang yang menyolati.
Begitu Aban selesai dikubur, istrinya segera mengambil pedang untuk bergabung pada pasukan. Dia sengaja tidak memberi tahu pada Khalid, bahwa dirinya bergabung pada pasukan.
Khalid termasuk orang yang menyolati.
Begitu Aban selesai dikubur, istrinya segera mengambil pedang untuk bergabung pada pasukan. Dia sengaja tidak memberi tahu pada Khalid, bahwa dirinya bergabung pada pasukan.
Dengan marah, dia bertanya, “Di mana suamiku terkena panah?.”
Ada yang menjawab, “Di dekat pintu gerbang Tuma. Yang memanah
dia, Tuma menantu Hiraqla.”
Dia segera bergabung pada pasukan Syurachbil bin Chasanah, ikut berperang.
Serangannya ganas membuat musuh kualahan. Dia wanita yang
lihai memanah.
Syurachbil sebagai komandan, berkisah, “Di hari mengepung kota Damaskus, saya menyaksikan seorang membawa Salib, di pintu gerbang Tuma. Lelaki
itu di depan Tuma, mengangkat tangan dan berdoa ‘ya Allah, tolonglah Salib ini
dan orang yang membelanya. Ya Allah, tampakkanlah kewibaannya dan angkatlah
derajatnya’.
Dia saya amati terus. Tiba-tiba dia dipanah oleh janda Aban dan terkena, hingga Salib di tangannya jatuh ke arah kami.
Salib yang empat sisinya gemerlapan itu, dijarah oleh kaum Muslimiin.
Muslimiin berperisai yang menjarah, berebut ingin mengambil paling awal.
Dia saya amati terus. Tiba-tiba dia dipanah oleh janda Aban dan terkena, hingga Salib di tangannya jatuh ke arah kami.
Salib yang empat sisinya gemerlapan itu, dijarah oleh kaum Muslimiin.
Muslimiin berperisai yang menjarah, berebut ingin mengambil paling awal.
Jatuhnya Salib terbesar ke arah kaum Musliin, membuat Tuma sangat bersedih. Dengan gusar, dia berkata, “Jangan sampai raja tahu bahwa
Salib terbesar telah direbut dari tanganku!.”
Dengan geram, dia mengambil pedang dan berkata, “Barang siapa
ingin ikut saya, silahkan. Barang siapa ingin duduk di sini, silahkan. Saya harus
memerangi mereka agar hatiku puas.”
Tuma bergegas turun lalu perintah, agar pintu gerbang dibuka.
Dialah yang pertama kali keluar dari pintu gerbang. Selanjutnya pasukan Romawi
bergegas keluar pintu gerbang, untuk mendampingi dia. Mereka tahu bahwa Tuma adalah
orang sangat pemberani. Jumlah mereka yang keluar dari pintu gerbang, banyak
sekali, bagaikan kawanan semut.
Kaum Muslimiin mengerumuni Salib yang baru saja jatuh.
Kini kaum Romawi dan kaum Muslimiin, berhadap-hadapan saling
mengancam.
Kaum Muslimiin menyerahkan Salib pada Syurachbil bin Chasanah, lalu berbalik untuk melawan.
Kaum Muslimiin menyerahkan Salib pada Syurachbil bin Chasanah, lalu berbalik untuk melawan.
Tiba-tiba kaum Muslimiin diserang dari atas, dengan anak panah
panjang dan batu, bertubi-tubi.
Syurachbil berteriak, “Hai Muslimiin! Mundurlah untuk menghindari
panah-panah dari Musuh-Musuh Allah yang berada di atas!.”
Kaum Muslimiin bergerak mundur, menuju tempat yang aman. Tiba-tiba
Tuma mengamuk, ke kanan dan ke kiri, didampingi pasukan elit.
Syurachbil berteriak, “Hai Muslimin! Hadapilah ajal kematian
kalian dengan ikhlas, untuk mencari Surga Tuhan kalian! Buatlah ridho Kholiq
kalian dengan beramal! Yang pasti Dia takkan ridho jika kalian kabur!
Seranglah mereka dari jarak dekat! Semoga Allah memberkati kalian!.”
Kaum Muslimiin melancarkan serangan dahsyat, hingga terjadi
pertempuran sengit. Pedang-pedang mencari sasaran, anak-panah sama melesat
cepat bertubi-tubi. Suara hiruk-pikuk, gaduh, ricuh, dentingan pedang, jeritan,
teriakan, membuat suasana menjadi bising.
Pasukan di dalam kota tahu bahwa Tuma telah keluar dari
pintu gerbang, untuk berperang, dan Salib terbesar telah jatuh ke tangan kaum
Muslimiin. Hal itu membuat mereka yang masih di dalam kota, keluar
untuk membantu.
Tuma mengamati ke kanan dan ke kiri, mencari Salibnya. Matanya
melihat Salib berada di tangan Syurachbil. Tuma mendekat dan berteriak,
“Kurang-ajar! Inilah Salib yang saya cari! Kau akan segera kutangkap!."
Tuma mendekati Syurachbil yang membanting Salib dengan tangannya. Dan berteriak keras sekali, karena Salibnya dibanting.
Tuma mendekati Syurachbil yang membanting Salib dengan tangannya. Dan berteriak keras sekali, karena Salibnya dibanting.
Janda Aban bertanya, “Siapa dia?.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar