Muhaddits (ahli Hadits) dan sejarahwan Islam mashur, Muhammad bin Ishaq, menjelaskan,
“Ketika kaum Ad telah bersikeras menetapi kekafiran, Allah menahan hujan tiga tahun, hingga mereka sangat menderita. Di zaman itu, bila
mendapatkan kesulitan hidup, mereka berdoa agar Allah menolong. Tempat doa yang
mereka pilih, Tanah Haram dan Baitullah. Beberapa pemeluk agama, tahu bahwa Tanah Haram ‘dihuni oleh kaum Amaliq’, keturunan Imliq bin Lawadz bin Sam bin Nuh AS.
Kepala suku kaum Amaliq, lelaki bernama Muawiyah bin Bakr, putra wanita kaum Ad, bernama Kalhadah bin Al-Khoibari.
Kepala suku kaum Amaliq, lelaki bernama Muawiyah bin Bakr, putra wanita kaum Ad, bernama Kalhadah bin Al-Khoibari.
Kaum Ad mengutus perwakilan berjumlah 70 lelaki, agar pergi ke Tanah Haram. Agar berdoa
minta hujan. Setelah sampai jalan yang terbentang di depan rumah Muawiyah,
rombongan utusan berhenti untuk singgah. Mereka singgah selama sebulan, di kota Makkah, (di rumah Muawiyah, kepala suku). Kesibukan mereka minum arak dan
menikmati lagu dari biduanita Muawiyah.
Muawiyah
mulai bosan pada mereka yang bertamu selama sebulan. Dan sungkan pada kaumnya
yang terganggu. Dia ingin perintah agar mereka segera pergi, tapi
sungkan. Maka mengarang lagu yang isinya ‘anjuran agar mereka segera pergi’.
Dia perintah agar dua biduanitanya menyanyikan:
Hai Qail, kau kasihan
Berdiri dengan pelan
Semoga
Allah pagi-pagian
Mengirim
hujan untuk kalian
Tak
mampu bicara karena kehausan
Yang
berlebihan
Permohonan
kami bukan
Hanya
untuk orang tua atau remaja
Tapi
untuk semuanya
Dulu
kaum wanita mereka bahagia
Kini
kekurangan susu, menderita
Dengan
brutal, binatang buas datang
Tak
takut anak panah yang garang
Sedang
kalian di sini, bersenang-senang
Tiap
siang hingga malam kelam
Kalian
pulang takkan disambut dengan Salam
Awalnya terpukau oleh lagu itu. Tapi akhirnya sadar, hingga mereka bergegas ke Tanah Haram. Imam perjalanan mereka bernama Qail bin Anz (ang namana disebut oleh biduanita dalam nyanyianna) berdoa agar kaum Ad diberi
hujan. Tak lama kemudian, Allah mendatangkan tiga mendung:
1.
Putih.
2.
Hitam.
3.
Merah.
Dari
langit ada seruan "Pilih! Mendung-mendung ini untuk kaummu!"
Qail berdoa "Hamba memilih mendung hitam ini! Karena ini yang paling banyak airnya!"
Dari
langit diseru "Pilih ramadan rimdada!" Maksudnya, rusak hancur lebur.
Seruan
selanjutnya "Tak seorang pun kaum Ad, dibiarkan hidup! Baik yang tua maupun yang
muda! Semua akan dibuat hamda!" Maksudnya ‘morat-marit, beku’ tak bergerak.
Seruan
selanjutnya "Kecuali keluarga Laidziyah Al-Muhannada!" Maksudnya, kaum Ad yang
tinggal di Makkah.
Keluarga Laidziyah Al-Muhannada tidak terkena bencana seperti kaum Ad pada umumnya. Keluarga ini dan seluruh keturunannya, disebut ‘Kaum Ad akhir’.
Oleh
Allah, Mendung Hitam digiring menuju kaum Ad. Mendung inilah yang dipilih oleh
Qail dalam doanya.
Di
atas jurang bernama Al-Mughits, mendung datang membentang menggelapi
alam, pembawa siksa.
Mereka
bersukaria karena hujan yang dirindukan akan segera mengguyur bumi,
‘persangkaan mereka’. Dengan bahagia mereka berkata, "Mendung ini akan menghujani kita!" Mereka tidak tahu bahwa Allah menjawab ‘jusru inilah Siksaan yang kalian gesakan! Di dalamnya terdapat Siksaan yang sangat pedih! Yang akan merusak segala sesuatu karena Perintah Tuhannya." (Qs Al-Ahqaf 24
– 25).
Menurut
beberapa sumber, ‘yang pertamakali tahu bahwa mendung membawa angin besar,
wanita Ad bernama Mahdad’. Setelah yakin bahwa mendung benar-benar membawa
angin, dia berteriak dan pingsan. Setelah sadar, ditanya "Apa yang kau lihat?
Hai Mahdad?."
Dia
menjawab "Dalam mendung itu ada angin dan semburan api yang dahsat. Dituntun oleh
sejumlah lelaki di depannya."
Ternyata
betul, walau hujan lebat mengguyur bumi, namun angin ribut mengamuk. Dan petir-petir
menyambar dengan membawa api. Allah mengutus Angin agar menghancurkan mereka,
selama delapan hari tujuh malam, terus-menerus. Semua kaum Ad yang kafir,
tewas, tak ada yang tersisa.
Hud
AS dan kaumnya berkumpul di suatu tempat. Angin dahsat bagi mereka, seperti angin
sepoi segar membelai kulit. Padahal di tempat lain, angin itu telah mengangkat dengan
paksa. Hingga kaum Ad terangkat di antara langit dan bumi. Lalu dihempaskan ke
batu-batuan, hingga hancur. [1]
Ponpes Mulya Abadi Mulungan
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ:
فَلَمَّا أَبَوْا إِلَّا الْكُفْرَ بِهِ، أَمْسَكَ اللَّهُ عَنْهُمُ الْقَطْرَ ثَلَاثَ
سِنِينَ، فِيمَا يَزْعُمُونَ، حَتَّى جَهَدَهُمْ ذَلِكَ، قَالَ: وَكَانَ النَّاسُ إِذَا
جَهَدَهُمْ أَمْرٌ فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ، فَطَلَبُوا مِنَ اللَّهِ الْفَرَجَ فِيهِ،
إِنَّمَا يَطْلُبُونَهُ بحُرْمة وَمَكَانِ بَيْتِهِ، وَكَانَ مَعْرُوفًا عِنْدَ المِلَل
وَبِهِ الْعَمَالِيقُ مُقِيمُونَ، وَهُمْ مِنْ سُلَالَةِ عِمْلِيقَ بْنِ لاوَذَ بْنِ
سَامَ بْنِ نُوحٍ، وَكَانَ سَيِّدُهُمْ إِذْ ذَاكَ رَجُلًا يُقَالُ لَهُ: "مُعَاوِيَةُ
بْنُ بَكْرٍ"، وَكَانَتْ لَهُ أُمٌّ مِنْ قَوْمِ عَادٍ، وَاسْمُهَا كَلْهَدَةُ (4) ابْنَةُ الْخَيْبَرِيِّ،
قَالَ: فَبَعَثَتْ عَادٌ وَفْدًا قَرِيبًا مِنْ سَبْعِينَ رَجُلًا إِلَى
الْحَرَمِ، لِيَسْتَسْقُوا لَهُمْ عِنْدَ الْحَرَمِ، فَمَرُّوا بِمُعَاوِيَةَ بْنِ
بَكْرٍ بِظَاهِرِ مَكَّةَ فَنَزَلُوا عَلَيْهِ، فَأَقَامُوا عِنْدَهُ شَهْرًا
يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَتُغَنِّيهُمُ الْجَرَادَتَانِ -قَيْنَتَانِ لِمُعَاوِيَةَ
-وَكَانُوا قَدْ وَصَلُوا إِلَيْهِ فِي شَهْرٍ، فَلَمَّا طَالَ مُقَامُهُمْ
عِنْدَهُ وَأَخَذَتْهُ شَفَقَةٌ عَلَى قَوْمِهِ، وَاسْتَحْيَا مِنْهُمْ أَنْ
يَأْمُرَهُمْ بِالِانْصِرَافِ، عَمِلَ شِعْرًا يَعْرِضُ لَهُمْ بِالِانْصِرَافِ،
وَأَمَرَ الْقَيْنَتَيْنِ أَنْ تُغَنِّيَاهُمْ بِهِ، فَقَالَ:
أَلَا يَا
قَيْلُ وَيْحَكَ قُْم فَهَيْنم ... لَعَلَّ
اللَّهَ يُصْبحُنَا غَمَاما ...
فَيَسْقي أرضَ
عادٍ إِنَّ عَادًا ... قَد امْسَوا
لَا يُبِينُونَ الكَلاما ...
مِنَ
الْعَطَشِ الشَّدِيدِ فَلَيْسَ نَرجُو ... بِهِ الشيخَ الكبيرَ وَلَا الغُلاما ...
وَقَْد كانَت
نساؤهُم بخيرٍ ... فَقَدْ أَمْسَتْ
نِسَاؤهم عَيَامى
وَإِنَّ
الوحشَ تأتيهمْ جِهارا ... وَلَا
تَخْشَى لعاديَ سِهَاما ...
وَأَنْتُمْ
هاهُنَا فِيمَا اشتَهَيْتُمْ ... نهارَكُمُ
وَلَيْلَكُمُ التَّمَامَا ...
فقُبّحَ
وَفْدكم مِنْ وَفْدِ قَوْمٍ ... ولا لُقُّوا التحيَّةَ والسَّلاما ...
قَالَ: فَعِنْدَ
ذَلِكَ تَنَبَّهَ الْقَوْمُ لِمَا جَاءُوا لَهُ، فَنَهَضُوا إِلَى الْحَرَمِ،
وَدَعَوْا لِقَوْمِهِمْ فَدَعَا دَاعِيهِمْ، وَهُوَ: "قَيْلُ بْنُ
عَنْزٍ" فَأَنْشَأَ اللَّهُ سَحَابَاتٍ ثَلَاثًا: بَيْضَاءَ، وَسَوْدَاءَ،
وَحَمْرَاءَ، ثُمَّ نَادَاهُ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: "اخْتَرْ لِنَفْسِكَ
-أَوْ: -لِقَوْمِكَ مِنْ هَذَا السَّحَابِ"، فَقَالَ: "اخْتَرْتُ هَذِهِ
السَّحَابَةَ السَّوْدَاءَ، فَإِنَّهَا أَكْثَرُ السَّحَابِ مَاءً"
فَنَادَاهُ مُنَادٍ: اخْتَرْتَ رَمادا رِمْدَدًا، لَا تُبْقِي مِنْ عَادٍ أَحَدًا،
لَا وَالِدًا تَتْرُكُ وَلَا وَلَدًا، إِلَّا جَعَلَتْهُ هَمدا، إِلَّا بَنِي
اللَّوْذِيَّةِ الْمُهَنَّدَا قَالَ: وَبَنُو اللَّوْذِيَّةِ: بَطْنٌ مِنْ عَادٍ
مُقِيمُونَ بِمَكَّةَ، فَلَمْ يُصِبْهُمْ مَا أَصَابَ قَوْمَهُمْ -قَالَ: وَهُمْ
مَنْ بَقِيَ مِنْ أَنْسَالِهِمْ وَذَرَارِيهِمْ عَادٌ الْآخِرَةُ -قَالَ: وَسَاقَ
اللَّهُ السَّحَابَةَ السَّوْدَاءَ، فِيمَا يَذْكُرُونَ، الَّتِي اخْتَارَهَا
"قَيْلُ بْنُ عَنْزٍ" بِمَا فِيهَا مِنَ النِّقْمَةِ إِلَى عَادٍ،
حَتَّى تَخْرُجَ عَلَيْهِمْ مِنْ وَادٍ يُقَالُ لَهُ: "الْمُغِيثُ"، فَلَمَّا
رَأَوْهَا اسْتَبْشَرُوا، وَقَالُوا: {هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا} يَقُولُ: {بَلْ
هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ * تُدَمِّرُ كُلَّ
شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا} [الْأَحْقَافِ:24، 25] أَيْ: تُهْلِكُ كُلَّ شَيْءٍ
مَرّت بِهِ، فَكَانَ أَوَّلُ مَنْ أَبْصَرَ مَا فِيهَا وَعَرَفَ أَنَّهَا رِيحٌ،
فِيمَا يَذْكُرُونَ، امْرَأَةً مِنْ عَادٍ يُقَالُ لَهَا: مَهْدد فَلَمَّا
تَبَيَّنَتْ مَا فِيهَا صَاحَتْ، ثُمَّ صُعِقت. فَلَمَّا أَفَاقَتْ قَالُوا: مَا
رَأَيْتِ يَا مَهْدد ؟ قَالَتْ رِيحًا فِيهَا شُهُب النَّارِ، أَمَامَهَا رِجَالٌ
يَقُودُونَهَا. فَسَخَّرَهَا اللَّهُ عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ
أَيَّامٍ حُسُومًا، كَمَا قَالَ اللَّهُ. وَ "الْحُسُومُ": الدَّائِمَةُ
-فَلَمْ تَدَعْ مِنْ عَادَ أَحَدًا إِلَّا هَلَكَ وَاعْتَزَلَ هُود، عَلَيْهِ السَّلَامُ،
فِيمَا ذُكِرَ لِي، وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي حَظِيرَةٍ، مَا
يُصِيبُهُ وَمَنْ مَعَهُ إِلَّا مَا تَلِينُ عَلَيْهِ الْجُلُودُ، وتلْتذ
الْأَنْفُسُ، وَإِنَّهَا لَتَمُرُّ عَلَى عَادٍ بِالطَّعْنِ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ، وَتَدْمَغُهُمْ بِالْحِجَارَةِ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar