Cerbung (Cerita Bersambung)
Al-Waqidi (sejarawan Islam terkenal) mencatat laporan Amr bin Darim, ketika ikut dalam perang tersebut:
“Saya dulu ikut dalam ‘Perang
Baitu Lahya’
sebagai pasukan Dhirar bin Al-Azwar RA. Dia orang yang sangat ingin mati Syahid.
Ketika ribuan musuh telah dekat, dia yang pertama kali bertakbir, diikuti oleh pasukan Islam.
Mendengar takbir yang membahana seperti itu, hati
musuh bergetar.
Pasukan Isam menyerang mereka bertubi-tubi. Banyak orang melihat
Dhirar bertelanjang dada, tak membawa pedang. Bergerak cepat kedepan untuk
menyerang.
Mereka terperangah oleh keberaniannya yang
luar-biasa.
Wardan, panglima perang Nasrani, berada di barisan depan, dinaungi panji bergambar Salib emas, yang empat sisinya gemerlapan. Pembawa Salib, seorang Romawi.
Bagi Dhirar, Wardan ‘incaran
utama’.
Dhirar maju ke depan membelah barisan lawan. Dan menyerang dengan penuh semangat. Dengan tombaknya, dia membunuh lelaki pembawa bendera di atas kuda. Lelaki di kanannya tersungkur sebagai korban amukan berikutnya.
Dhirar maju ke depan membelah barisan lawan. Dan menyerang dengan penuh semangat. Dengan tombaknya, dia membunuh lelaki pembawa bendera di atas kuda. Lelaki di kanannya tersungkur sebagai korban amukan berikutnya.
Tadinya Dhirar ingin membunuh musuh yang ada di
sebelah kirinya. Tapi
Wardan telah mendekat untuk menghalangi.
Dhirar menusukkan tombak sekuat tenaga ke pembawa Salib. Taring tombak menembus perut, lalu seakan ikut bergembira, dengan tersenyum puas. Berkilauan bersimbah darah. Salib emas jatuh dari tangannya.
Dhirar menusukkan tombak sekuat tenaga ke pembawa Salib. Taring tombak menembus perut, lalu seakan ikut bergembira, dengan tersenyum puas. Berkilauan bersimbah darah. Salib emas jatuh dari tangannya.
Di saat melihat Salib emas jatuh, Wardan terkejut dan yakin dirinya akan segera tewas. Dia berusaha meraih Salib. Tapi usahnya terhalang oleh pasukan Islam yang melawan, dan berniat mengambil. Peperangan makin berkobar. Dhirar melihat seorang lelaki berusaha mengambil Salib emas yang tercampak. Dia berteriak, ‘Hai kaum Islam! Salib itu milikku! Jangan berharap memiliki! Kalau telah memporak-porandakan pasukan Romawi! Saya akan segera mengambilnya!”
Wardan mendengar dan memahami ucapan Dhirar. Hatinya
agak kagum pada ucapan itu. Dia pindah ke belakang,
berniat lari.
Sejumlah bathriq mengingatkan, ‘Tuan yang mulia mau ke mana? Masyak mau lari dari setan (Dhirar) ini ? Di mata kita, dia orang yang paling menjijikkan dan paling mengerikan’.
Sejumlah bathriq mengingatkan, ‘Tuan yang mulia mau ke mana? Masyak mau lari dari setan (Dhirar) ini ? Di mata kita, dia orang yang paling menjijikkan dan paling mengerikan’.
Dhirar mengamati Wardan ditahan oleh sejumlah bathriq, agar tidak kabur.
Dhirar segera melancarkan serangan. Wardan lari dengan kudanya. Dhirar mengejar dengan kudanya. Dan telah membidikkan tombak. Tapi kaum Romawi mengepung Dhirar.
Dhirar malah bernyanyi:
Kematian pasti merenggut di manapun saya lari
Surga Firdaus tempat indah nan asri
Inilah perangku, hai hadirin saksikanlah
Semua kulakukan demi Ridha Tuhan Subhanah
Walau
dikerubut oleh sejumlah lawan, Dhirar tetap melancarkan serangan ganas. Dhirar
didekati dan diserang oleh Wardan. Setelah
melepaskan diri dari kepungan, Dhirar mengayunkan tombak ke arah Wardan yang
dilindungi oleh sejumlah bathriq. Tombak membentur perisai pasukan Wardan.
Sejumlah
pasukan menyerang Dhirar yang justru makin mengamuk, dan membunuh semua lawan yang mendekat.
Lisannya membaca Firman Allah, ‘Sesungguhnya
Allah senang pada kaum
yang berperang di Jalan-Nya, dengan berbaris mirip
seperti bangunan yang disusun’.
(As-Shof: 4). [1]
Pasukan
Romawi berdatangan dari segala penjuru, mengepung Dhirar. Sejumlah pasukan Islam membantu Dhirar.
Dua kubu berperang dengan garang.
Putra
Wardan bernama Hamdan, mendekat untuk memanah Dhirar. Anak panah melesat cepat
menembus lengan kanan Dhirar. Namun Dhirar tidak menghiraukan. Dia bergerak cepat ke arah Hamdan, untuk menombak. ‘Crotkrek!’ mata tombak menembus, bersatu dengan tulang
punggung Hamdan. Dhirar menarik tombaknya
sekuat tenaga. Mata tombak tertinggal
di tulang punggung Hamdan, yang rebah bersimbah darah
merah.
Pasukan Romawi bergerak cepat untuk menangkap Dhirar. Para sahabat nabi SAW terkejut dan marah, saat melihat Dhirar ditawan. Mereka menyerang untuk menyelamatkan Dhirar. Tapi musuh terlalu banyak. Serangan pasukan Muslimiin dapat dipatahkan oleh lawan, Dhirar dibawa kabur.
Suara Rafi’ bin Umairah At-Tho’i mengejutkan, ‘Hai orang-orang Islam! Mau lari ke mana? Apa kalian tidak tahu! Barang siapa lari dari musuh! Akan dimurkai oleh Allah? Pintu-pintu surga tidak akan dibuka secara khusus! Kecuali untuk orang-orang yang berjihad! Apa kalian tidak tahu? Sabar, sabar ! Surga, surga ! Hai orang Islam! Seranglah kembali kaum kafir penyembah Salib ! Saya akan memimpin kalian! Kalaupun pimpinan kalian telah ditawan atau dibunuh! Allah Maha Hidup! Tak akan wafat ! Allah menyaksikan kalian dengan Mata-Nya yang tak akan tidur!’.
Akhirnya
orang-orang Islam kembali,
bergerak melancarkan serangan bersama Rafi’.
Tertangkapnya Dhirar membuat orang-orang Islam susah. Segala upaya untuk menyelamatkan telah dilakukan, tapi sia-sia. Saat itu yang banyak dibicarakan oleh kebanyakan orang Islam, tentang ‘Dhirar Tertangkap’.
Berita
itu telah dilaporkan pada Khalid bin Al-Walid. Begitu pula berita tentang ‘Dhirar Telah Mengamuk’ membunuh banyak musuh. Khalid memperhatikan laporan
tersebut dengan wajah sedih. Ia bertanya, ‘Berapa jumlah musuh?’
‘Duabelas
ribu orang! Berkendara kuda’.
Khalid
berkomentar, ‘Saya yakin jumlah
mereka sedikit. Saya menilai jumlah kaum saya lebih unggul’.
Orang-orang
memperhatikan dengan serius,
pada pertanyaan Khalid, ‘Siapa
pimpinan mereka?’
Mereka
menjawab, “Wardan, gubernur Chimsh. Putranya bernama Hamdan, telah dibunuh oleh
Dhirar.”
Khalid
RA berkata “Laa chaula wa laa quwwata illaa bi Allaahil Aliyyil Adliim.”
Lalu
ia mengutus seorang,
agar pergi menuju Abu Ubaidah, untuk minta petunjuk.
Abu
Ubaidah RA menjawab, ‘Perintahlah
seorang kepercayanmu,
untuk mengganti memimpin pasukan yang berada di dekat Gerbang Timur.
Selanjutnya datangilah mereka! Kau akan mampu menghancurkan mereka bi Idznillaahi Taala!’
Begitu jawaban Abu Ubaidah sampai, Khalid berkata, ‘Saya tak akan tergolong kaum yang pelit, demi kelancaran Jalan-Allah (saya akan berperang)’.
Lalu
Khalid menyuruh Maisarah bin Masruq Al-Absi RA, agar menggantikan tugasnya,
membawahi 1.000 pasukan berkuda. Dia berpesan, ‘Waspadalah! Jangan kau tinggalkan tempat
ini!’
Maisarah
menjawab, ‘Ini sebuah kehormatan.
Dengan senang hati, tugas akan saya laksanakan’.
Sebelum
pergi, Khalid berpesan pada pasukan, Singkirkan semua yang menghambat! Siapkan peralatan perang yang tajam!
Jika menghadapi lawan! Seranglah dengan serempak! Agar berhasil menyelamatkan
Dhirar! Kalau Dhirar masih hidup! Bersyukurlah! Kalau telah dibunuh! Kita harus
membalas! In syaa Allah! Saya optimis, akan bisa menyelamatkan Dhirar!’
Khalid
maju ke depan, lalu membaca syair:
Di hari ini orang yang benar akan
beruntung
Aku tak takut kematian yang menyergap
cepat
Tombakku takkan puas darah kaum bughat
Kan ku hancurkan helm perang dan perisai
Semoga besok kulihat tempat yang aduhai
Di dalam surga yang kekal menemui orang
yang telah ke sana
Dhirar
tak diketahui di mana tempatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar